MAGELANG, KOMPAS — Api abadi dari Mrapen, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, disemayamkan di Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (27/5/2018). Persemayaman dilakukan setelah ratusan umat bersama para biksu khusyuk melantunkan doa dan paritta di depan altar di halaman candi.
Ritual persemayaman api ini adalah bagian dari rangkaian prosesi perayaan Tri Suci Waisak 2562 BE/2018. Pada Senin (28/5/2018), ritual ini akan dilanjutkan dengan persemayaman air suci dari Umbul Jumprit, Kabupaten Temanggung. Api dan air adalah dua komponen penting dari setiap perayaan Tri Suci waisak. Pada hari raya Waisak, Selasa (29/5/2018), dua komponen penting ini akan dibawa untuk perayaan Waisak di Candi Borobudur.
Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) sekaligus ketua panitia perayaan Tri Suci Waisak 2562 BE/2018, Siti Hartati Murdaya, mengatakan, api adalah simbol penerang abadi untuk setiap kehidupan yang dijalani oleh umat manusia.
”Semoga api perangan selalu membantu, mengarahkan kita agar dapat hidup mengikuti jalan kebenaran yang telah digariskan oleg Sang Buddha Gautama,” ujarnya.
Ritual persemayaman api tersebut diikuti oleh ratusan umat dan biksu dari tiga sangha dari tiga negara, yaitu Indonesia, Thailand, dan China.
Cahaya api, menurut dia, diharapkan juga mampu menerangi setiap diri manusia sehingga setiap pribadi mampu menepis kegelapan batin yang selalu melingkupinya, Dengan hati yang terang itu, manusia diharapkan juga dapat melawaan godaan hawa nafsu, ambisi, dan keserakahan.
Terang api tersebut, kata Hartati, mengingatkan setiap orang untuk selalu melakukan introspeksi, melakukan perbaikan diri, dan tidak lagi mengulangi perilaku-perilaku yang buruk.
”Dengan melakukan kebajikan dan pembenahan diri tersebut, diharapkan benih-benih kebuddhaan dapat tumbuh dalam diri masing-masing pribadi,” ujarnya.
Koordinator Sangha Walubi, Biksu Wongsin Labhiko Mahathera, mengatakan, semua umat Buddha diharapkan mampu hidup seturut dengan ajaran Sang Buddha Gautama. Dengan menjalankan ajaran suci tersebut, maka kebahagiaan, diyakini, akan datang, melimpah untuk semua makhluk.
Menurut Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Kementerian Agama Supriyadi, api yang disemayamkan di Candi Mendut menjadi penanda, pengingat bagi setiap umat untuk menyalakan api darma dalam diri masing-masing. Api dalam diri ini bermakna bahwa setiap umat mau berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan mau mengikuti ajaran Sang Buddha.
”Semoga semangat untuk hidup lebih baik ini tertanam dan terpancar seperti api, dari diri masing-masing,” ujarnya.