Siapa Pemenang Ridwan Kamil Vs Deddy Mizwar?
Hasil survei Litbang Kompas terbaru mengungkapkan, dari keempat pasangan calon gubernur yang berkompetisi, persaingan paling ketat dalam Pilkada Jawa Barat masih terfokus pada Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Saat ini tingkat elektabilitas kedua pasangan sama besar dan jauh meninggalkan kedua pasangan lainnya. Dengan kondisi persaingan tersebut, dalam sisa waktu sebulan hingga pemungutan suara dilakukan, pasangan mana yang paling berpotensi memenangkan pertarungan?
Survei opini publik terbaru, Mei 2018, menunjukkan elektabilitas Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul sebesar 40,4 persen. Dalam kondisi yang tergolong sama kuat, pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi menguasai 39,1 persen responden pemilih.
Posisi imbang semacam ini tidak berbeda jauh dengan pola persaingan yang terbangun dalam survei tiga bulan sebelumnya, Februari 2018, yang juga menempatkan kedua pasangan dalam posisi keterpilihan relatif sama kuat. Saat itu, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul menguasai 39,9 persen. Di sisi lain, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dipilih 42,8 persen responden.
Terhadap kedua pasangan calon gubernur lainnya, Tb Hasanuddin-Anton Charliyan dan Sudrajat-Akhmad Syaikhu, jarak elektabilitas yang terbangun masih senjang.
Sekalipun pada survei terakhir terjadi peningkatan elektabilitas yang cukup signifikan pada pasangan Sudrajat-Akhmad Syaikhu, dari 7,8 persen menjadi 11,4 persen, tetapi belum mampu mempersempit ketertinggalan mereka. Begitu pula pasangan Tb Hasanuddin-Anton Charliyan masih terpaku pada 4,1 persen dukungan responden.
Tingkat elektabilitas yang sama besar antara pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi berimplikasi pada terbukanya ruang kemenangan yang juga sama besar bagi keduanya.
Satu bulan ke depan, kedua pasangan dipastikan akan bertarung sengit. Segenap kekuatan dan kapital yang dimilikinya harus dikerahkan dalam menguasai dukungan pemilih.
Tingkat elektabilitas kedua pasangan sama besar dan jauh meninggalkan kedua pasangan lain.
Peta persaingan yang sangat kompetitif semacam ini menarik dicermati sekaligus mengundang keingintahuan, pasangan mana yang paling berpotensi dikalkulasikan memenangkan pertarungan.
Dalam kajian ini, kalkulasi disandarkan pada hasil dua survei longitudinal yang dilakukan oleh Litbang Kompas. Survei tersebut menjadi penting lantaran dilakukan secara berkala dengan menggunakan responden yang sama (panel survey).
Dengan metode demikian, kualitas perubahan perilaku memilih dalam dimensi waktu yang berbeda akan menjadi lebih tervalidasikan dibandingkan dengan survei-survei longitudinal lainnya.
Wilayah penguasaan
Terdapat beberapa pencermatan yang dapat dilakukan dalam memandu prediksi keunggulan tiap-tiap pasangan calon, di antaranya pengamatan terhadap dimensi ruang kultur politik para pemilih Jawa Barat.
Sasarannya, dengan mengamati perubahan pilihan berdasarkan pada keragaman geopolitik setempat dapat menggambarkan kecenderungan arus perubahan yang tengah terjadi. Pencermatan arus perubahan tersebut menjadi sangat signifikan manfaatnya dalam memahami kepada pasangan mana arus pilihan responden kini tertuju.
Becermin pada hasil survei, sekalipun secara keseluruhan elektabilitas kedua pasangan tersebut tergolong imbang, jika ditelusuri pada satuan geopolitik yang lebih kecil, faktanya tidak semua menggambarkan peta penguasaan pemilih yang sama besar.
Terdapat kelompok wilayah di mana salah satu pasangan mampu berkuasa secara signifikan. Sebaliknya, pada wilayah tersebut sekaligus menjadi wilayah kekalahan pada pasangan lain.
Saat ini, Jawa Barat dapat dipilah menjadi enam ceruk geopolitik. Pada ceruk geopolitik Jabar, seperti Bandung Raya, yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cimahi, hingga Sumedang, pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul menguasai hampir separuh pemilih.
Kota Bandung tempat Ridwan Kamil membangun pengaruh sebagai wali kota dan Kabupaten Bandung menjadi wilayah yang memberikan kontribusi besar. Begitu pula keberadaan Uu Ruzhanul juga turut mewarnai penguasaan suara di kawasan Priangan Timur yang terdiri dari Kabupaten Ciamis, Pangandaran, Tasikmalaya, Banjar, dan sebagian Garut.
Dibandingkan dengan survei sebelumnya, sebenarnya penguasaan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul pada kedua wilayah basis pasangan tersebut, Bandung Raya dan Priangan Timur, cenderung menurun. Namun, pada sisi lain pasangan ini mampu memperluas dukungan pada semua wilayah yang bukan menjadi pusat kekuatan mereka.
Bahkan, di wilayah Priangan Barat, seperti Sukabumi dan Cianjur, yang sebelumnya masuk dalam kategori ”tidak bertuan” karena tidak ada satu pun pasangan yang dominan di wilayah ini, kini berhasil dikuasai (grafik 1).
Bagaimana dengan basis dukungan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi? Bagi pasangan ini, wilayah-wilayah Jawa Barat sebelah utara, seperti ceruk geopolitik Karawangan, masih menjadi benteng kekuatan.
Dalam survei ini, wilayah-wilayah Karawang, Purwakarta, dan Subang dikuasai mereka secara signifikan. Wilayah yang lekat dengan keberadaan Dedi Mulyadi ini tidak tertandingi oleh pasangan lain, baik hasil survei tiga bulan lalu maupun saat ini tidak berubah. Sebanyak 69,5 persen responden memilih Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Pada wilayah lain, kawasan Cirebonan juga masih menjadi wilayah Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. Tidak kurang dari 42,4 persen responden pada kawasan yang terdiri dari Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka itu menyatakan pilihannya kepada mereka.
Hanya, yang perlu dicermati, pada wilayah benteng kekuatan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, terjadi peningkatan elektabilitas pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul. Pada wilayah Cirebonan jika survei sebelumnya elektabilitas Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul 28 persen, kini melonjak menjadi 36,4 persen.
Begitu juga di wilayah Karawangan, sekalipun tidak terlalu besar, tetapi elektabilitas pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul meningkat hingga sekitar 3,7 persen (grafik 2).
Dengan konfigurasi penguasaan geopolitik semacam itu, pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi mendapat ancaman serius. Perbandingan kedua hasil survei cenderung menunjukkan selain stagnasi dukungan di wilayah basis dukungan, terjadi kecenderungan penurunan di tiap-tiap wilayah yang bukan menjadi basis kekuasaannya.
Selain kondisi wilayah-wilayah basis dukungan kedua pasangan, menarik juga mencermati pola persaingan yang terjadi pada wilayah yang kini belum menjadi penguasaan kedua pasangan tersebut.
Kawasan yang dimaksud, persaingan pada ceruk Megapolitan yang terdiri dari Depok, Bogor, dan Bekasi. Pada wilayah yang bersinggungan dengan ibu kota negara, DKI Jakarta, ini cenderung menjadi wilayah ”tidak bertuan”. Merujuk pada hasil survei, Megapolitan yang dalam konsepsi historis Jawa Barat lebih dikenal sebagai ”Tatar Pamalayon” itu penguasaan kedua pasangan imbang (grafik 3).
Pada wilayah Megapolitan tampaknya menjadi medan pertarungan (battlefield) sesungguhnya bagi kedua pasangan. Apabila dipilah dalam kawasan yang lebih kecil, misalnya, mulai tampak warna yang beragam.
Di Bekasi dan Depok, misalnya, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi unggul. Di kawasan Bogor, justru keunggulan pada Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul. Namun, secara keseluruhan, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi cenderung menurun di wilayah ini. Sebaliknya, elektabilitas pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul relatif stagnan.
Wilayah Megapolitan menjadi medan pertarungan sesungguhnya.
Namun, menariknya, di wilayah Megapolitan bukan hanya ajang perebutan bagi kedua pasangan saja. Di luar mereka, peluang Sudrajat-Ahmad Syaikhu juga tidak dapat dipandang remeh.
Wilayah yang juga menjadi basis kekuatan PKS ini, termasuk Kota Bekasi, menjadi wilayah kerja Ahmad Syaikhu, Wakil Wali Kota yang juga sebagai kader PKS, mulai meramaikan persaingan. Hasil survei terakhir, Sudrajat-Ahmad Syaikhu mampu meningkatkan dukungan secara signifikan hinggga 6,5 persen.
Dengan capaian tersebut, hingga sebulan mendatang tidak mustahil peningkatan dukungan kembali diraih pasangan ini.
Perubahan loyalitas
Selain pencermatan terhadap dimensi ruang kultur politik para pemilih Jawa Barat, potensi keunggulan dari setiap pasangan juga dapat diamati dari perubahan pola perilaku pemilih dalam satuan waktu yang berbeda.
Pencermatan semacam ini mampu menggambarkan derajat loyalitas pendukung dari setiap pasangan. Harapannya, dengan memahami besaran derajat loyalitas semacam itu akan lebih jelas dalam membaca potensi perubahan dukungan yang bakal terjadi.
Dengan membandingkan hasil kedua survei, dapat dicermati perubahan besaran loyalitas dari setiap pasangan. Kedua pasangan yang besaing ketat, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, sudah memiliki basis loyalitas pendukung yang relatif kuat.
Dari seluruh pendukung Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul yang terekam pada survei Februari 2018, kini sebanyak 71 persen mengaku tetap pada pilihannya. Mereka adalah kelompok pemilih yang loyal atau lebih dikenal sebagai strong voter. Sisanya, 29 persen, berubah pilihan (swing voter). Pertanyaannya, kepada siapa para pemilih yang kurang loyal ini menjatuhkan pilihannya?
Apabila dielaborasi lebih jauh, ternyata sebanyak 14 persen berganti pilihan pada pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. Selanjutnya, sebanyak 10 persen beralih menjadi pendukung Sudrajat-Ahmad Syaikhu. Dalam jumlah yang lebih kecil, 3 persen tertuju pada pasangan Tb Hasanuddin-Anton Charliyan.
Di sisi lain, dari seluruh pendukung Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi pada survei bulan Februari 2018, kini sebanyak 68 persen bertahan, tetap memilih pasangan tersebut. Namun, pasangan ini dihadapkan juga pada perpindahan pendukung. Terbesar, 21 persen, justru beralih pada pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (grafik 4).
Berdasarkan pada hasil dua servei di atas, praktis pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul sejauh ini memang paling banyak mendapatkan limpahan dukungan dari para pemilih kurang loyal.
Selain dari pendukung Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, mereka juga berhasil menarik dukungan dari pemilih yang sebelumnya menjadi pendukung pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu dan Tb Hasanuddin-Anton Charliyan.
Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul paling banyak mendapatkan limpahan dukungan pemilih kurang loyal.
Bahkan, pasangan ini juga mendapatkan limpahan pendukung yang lebih besar dari kalangan responden pemilih yang sebelumnya mengaku belum punya referensi pilihan.
Persoalannya kemudian, apakah dengan surplus dukungan yang diperoleh saat ini mampu diperluas hingga pemungutan suara dilakukan? Tentu saja semua tergantung dari kiprah setiap pasangan yang bersaing.
Apabila pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul tetap menjaga momentum peningkatan dukungan dari hasil beralihnya dukungan pasangan lainnya, peluang kemenangan terkuak lebar. Hanya saja, pola yang sama dapat pula terjadi pada pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Sepanjang kedua sosok tersebut mampu mempertahankan loyalitas pendukungnya dan pada saat yang sama mampu mengalihkan pilihan para pendukung pasangan lain di wilayah yang belum mereka kuasai, kemenangan relatif lebih mudah digapai.