JAKARTA, KOMPAS- Panitia seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi mendorong akademisi dan ahli hukum yang memenuhi syarat berpartisipasi ikut seleksi calon hakim konstitusi sebelum pendaftaran ditutup, Kamis (31/ 5/2018). Pansel tak membatasi pendaftar hanya kalangan perempuan meski seleksi dilakukan untuk memilih pengganti hakim Maria Farida Indrati yang pensiun pada 13 Agustus 2018.
Hingga Selasa (29/5), baru enam calon hakim konstitusi yang mendaftarkan diri. Saat dihubungi dari Jakarta, Selasa, Ketua Pansel Calon Hakim MK Harjono mengatakan, anggapan yang menyatakan seleksi hanya mengutamakan calon dari kaum perempuan karena hakim yang digantikan perempuan, itu tak benar. Pansel membuka diri bagi semua akademisi-ahli yang memenuhi syarat seleksi. ”Pertimbangan utama pansel adalah kompetensi, integritas, dan kualitas sebagai negarawan,” ujarnya.
Pansel, kata Harjono, juga melakukan terobosan menghubungi asosiasi, lembaga, dan kampus agar mendorong akademisi dan ahli mereka mengikuti seleksi. Jika sampai batas akhir pendaftaran belum banyak peserta, pansel kemungkinan memperpanjang pendaftaran. Pansel baru akan rapat kembali 5 Juni depan untuk menentukan perpanjangan waktu.
Anggota pansel calon hakim MK, Zainel Arifin Mochtar, menambahkan, ukuran keberhasilan pansel tidak dilihat dari banyaknya pendaftar, tetapi kualitas hakim. Namun, saat perekrutan diperlukan spektrum pilihan yang luas sehingga hakim benar-benar berkualitas dan berasal dari seleksi ketat dan kompetitor terbaik.
Sejauh ini, pansel harus menyerahkan tiga nama kepada Presiden Joko Widodo pada 1 Agustus 2018. Dari tiga nama, Presiden akan memilih satu. Selanjutnya pada 13 Agustus 2018 calon pilihan Presiden harus dilantik.
Perspektif HAM
Pengajar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti mengatakan, seleksi hakim konstitusi kali ini mewarnai masa depan MK untuk lima tahun mendatang. Pansel diharapkan menghasilkan hakim konstitusi dengan karakter negarawan yang kuat. ”Tak hanya rekam jejak akademis, jabatan akademis, dan posisi di pemerintahan, tetapi juga perspektif hukum melihat problem hukum dan HAM,” ujarnya.
Tantangan lainnya, hakim dituntut belajar cepat karena MK menghadapi potensi perkara gugatan sengketa hasil Pilkada 2018.