Pasar Dadakan, Warisan Muali dan Abdul Kadir
Untung ada almarhum Haji Muali dan Abdul Kadir. Kalau tidak, Pasar Cipadu tidak akan ada.
Tahun 1950-an, kakak beradik itu dipercaya saudagar pakaian asal Arab Saudi di Pasar Tanah Abang, Wan Umar, untuk membuat berbagai jenis pakaian, baik celana maupun baju, dengan kain yang dipasok Wan Umar. Hasil produksi harus dijual kembali ke Wan Umar.
Selanjutnya, pada tahun 1988, Muali yang adalah penduduk asli Betawi ini membangun Masjid Jami Baitul Muta’alli. Namun, pada 1990, ia mulai mengalami kesulitan pendanaan untuk perawatan masjid.
Muncul ide mengelola tanah miliknya dengan membangun 24 kios dagang di depan masjid. Di tempat itulah ia berdagang tekstil dan selanjutnya menyewakan kiosnya bagi yang berminat. Inilah cikal bakal Pasar Cipadu yang memang muncul dadakan, tanpa rencana.
Kemilau daya tarik Pasar Grosir Tekstil Cipadu mulai kuat memancar sekitar tahun 1990. Keberadaannya sering disebut sebagai Pasar Tanah Abangnya Tangerang.
Pada tahun 1996, Cipadu semakin terkenal. Di tempat ini bermunculan kompleks ruko, toko, dan kios di sepanjang 3 kilometer jalan tersebut ramai dengan transaksi jual-beli. Pasar ini semakin ramai setelah sebagian eks pedagang Blok A Tanah Abang yang menjadi korban kebakaran pada tahun 2003, pindah ke Cipadu.
Pasar tekstil ini terbagi dalam dua wilayah, 2 km dari Jalan Ciledug Raya, Kreo masuk wilayah Kota Tangerang dan dari Kreo hingga Jalan Jurang Mangu, Pondok Betung (1 km) wilayah Kota Tangerang Selatan.
1.001 tekstil
Pasar Cipadu sangat sederhana. Saat ini ada 15 kompleks kios. Di tiap kompleks hanya berupa deretan kios berukuran 4 meter x 6 meter dan hanya satu lantai saja. Tidak ada fasilitas pendingin ruangan atau kipas angin.
Dari 15 kompleks, yang paling terkenal dan menjadi tujuan utama berbelanja adalah Pasar Cipadu, Pasar Mulya, dan Pasar Ratu Ayu. Pasar ini merupakan cikal-bakal pasar grosir tekstil Cipadu yang tepatnya berada di Jalan Wahid Hasyim. Kios-kiosnya berderet rapi dan saling berhadapan.
Bahan kain yang diperdagangkan di sebagian besar kompleks adalah kain impor dari Korea, Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya. Juga tersedia kain lokal yang kualitasnya tidak sembarangan karena merupakan sisa ekspor.
Cari kain apa saja ada di sini. Mulai dari bahan jenis katun berbahan serat kapas 70 persen (katun caded) dan halus (combed), viscose (bahan kain halus, licin, dan lentur yang sering digunakan untuk busana pesta, casual wear, lingerie, underwear, sampai jaket), dan katun viscose (campuran katun dan viscose).
Juga tersedia spandeks (elastis, pengganti karet untuk bahan pakaian renang, olahraga, dan tari), cashmere (bahan kain tergolong mewah), jersey (kain yang sering digunakan untuk seragam klub bola), denim (bahan jins), serta rayon (mirip katun, terbuat dari polimer organik).
Jangan heran kalau di kawasan ini juga tersedia bahan kain sifon (bahan dasar kapas, sutra, dan serat sintetis), hycon (mirip sifon), voile (mirip dengan rayon), brukat, twistcone (mirip sifon tetapi lebih tebal), dan wedges (bahan tebal dan kaku biasanya digunakan untuk blazer, pakaian kerja, dan formal).
Hadirnya beragam kain di Cipadu itu membuat Kota Tangerang memiliki julukan tersendiri. Tak hanya dijuluki ”Kota Seribu Industri”, kota ini bangga disebut ”Kota 1.001 Tekstil”.
Kiloan dan meteran
Cipadu makin unik karena terkenal sebagai pusat penjualan kain dengan ditimbang layaknya membeli beras. Harga kain pun dipatok per kilogramnya. Namun, kini semakin bervariasi produk tekstil dan garmen yang ditawarkan. Belakangan ini Pasar Cipadu terkenal dengan pusat bed cover dan gorden.
”Sekarang yang dijual kiloan hanyalah kain kaus saja,” kata Husen, pedagang kain di Toko Class Moda, Textile & Internastional Tailor, di kawasan Pertokoan Mulya Jaya, Cipadu.
”Sekarang kain yang dijual meteran saja,” kata Syarif (49), pedagang kain di Mulya Jaya.
Namun, ada Baihaki, pedagang kain Toko Jatipranje, Cipadu, tak jauh dari kawasan Plaza BRI, yang mempertahankan kain kiloan. Harga jual mulai Rp 25.000 per kilogram hingga Rp 100.000 per kg. Bahan kain ukuran 1 kg minimal bisa untuk membuat dua pakaian bergantung ukuran dan ketebalan kain.
Berbeda cara berdagang hanyalah trik agar bisa menggaet konsumen. Karena pedagang sepertinya hanya bisa mengandalkan diri mereka sendiri.
Tahun 2015, Pemerintah Kota Tangerang berencana merevitalisasi Cipadu menjadi Kampung Textile. Namun, hingga kini, hal itu tak terwujud. Cipadu tetaplah kawasan padat dengan jalan aspal yang cukup memuat dua mobil papasan. Kemacetan dan kesemrawutan terjadi setiap saat.
Meski demikian, warisan Muali dan Abdul Kadir itu terus bertahan, terus hidup.