Utamakan Stabilitas, BI Perketat Kebijakan Moneter
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen. Kenaikan suku bunga acuan tersebut menjadi yang kedua kali pada tahun 2018 ini dalam rentang 12 hari.
Kenaikan suku bunga acuan dalam tempo relatif singkat tersebut mensinyalkan langkah BI untuk menerapkan kebijakan moneter ketat sepanjang tahun ini demi menjaga stabilitas, terutama nilai tukar rupiah. Kendati demikian, BI meyakini kebijakan moneter ketat ini tidak akan terlalu memengaruhi target pertumbuhan ekonomi tahun 2018.
Seiring kenaikan suku bunga acuan, Bank Indonesia (BI) juga menaikkan suku bunga penempatan dana rupiah (deposit facility/DF) sebesar 25 bps menjadi 4,00 persen dan suku bunga penyediaan dana rupiah (lending facility/LF) sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen. Kebijakan tersebut berlaku efektif per 31 Mei 2018.
Sebelumnya, BI juga telah menaikkan suku bunga acuannya menjadi 4,50 persen yang berlaku pada 18 Mei 2018.
Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers seusai Rapat Dewan Gubernur tambahan, di Jakarta, Rabu (30/5/2018), mengatakan, peningkatan suku bunga acuan merupakan langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve yang dilakukan BI.
”Ini adalah kebijakan jangka pendek untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah terhadap perkiraan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat yang lebih tinggi,” kata Perry. BI ingin mengantisipasi meningkatnya risiko di pasar keuangan global.
Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menguat selama beberapa hari terakhir. Pada 29 Mei 2018, nilai tukar rupiah menjadi Rp 14.032 per dollar AS. Adapun pada 28 Mei 2018 sebesar Rp 14.065 per dollar AS dan 25 Mei 2018 sebesar Rp 14.166 per dollar AS.
Perry melanjutkan, kondisi perekonomian Indonesia secara umum masih kuat dan baik. Namun, tekanan global memerlukan respon yang cepat dari BI.
Kemungkinan bahwa BI akan menaikkan suku bunga acuan lagi juga masih terbuka. Kendati hal itu bergantung pada kalibrasi terukur yang dilakukan kepada perkembangan ekonomi domestik dan global.
”Kenaikan ini membuat arah kebijakan BI beralih dari netral ke bias ketat,” kata Perry. Kebijakan BI dinyatakan dibuat berdasarkan berbagai indikator, yakni perkiraan inflasi, defisit transaksi berjalan, dan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.
Menurut perhitungan BI, inflasi Indonesia terjaga dengan baik. Inflasi tercatat masih berada di kisaran 3,5 ± 1 persen dan diyakini berada pada 3,6 persen pada akhir tahun 2018. Adapun defisit transaksi berjalan diperkirakan berada di bawah 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).
BI juga memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada tahun 2018. ”Tetapi, pelaku pasar memperkirakan kenaikan dapat mencapai empat kali,” katanya.
Peningkatan suku bunga acuan merupakan satu dari empat kebijakan moneter untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Tiga kebijakan lainnya adalah menjaga inflasi secara konsisten selama tahun 2018-2019, melakukan intervensi ganda (dual intervention) di pasar keuangan dan menjaga likuiditas, serta berkomunikasi dengan ekonom, perbankan, dan pelaku usaha untuk memitigasi kecenderungan pelemahan rupiah.
Secara terpisah, Kepala Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Febrio Kacaribu menilai kenaikan suku bunga acuan sebenarnya tidak terlalu mendesak.
Kenaikan suku bunga akan membuat net interest margin bank tahun ini turun sehingga memperlambat pertumbuhan kredit. Dengan demikian, target pertumbuhan kredit double digit akan sulit dicapai tahun ini.
Likuiditas terjaga
Perry juga menekankan, kondisi valuta asing dan likuiditas di pasar keuangan masih terjaga. ”Kami tekankan likuiditas cukup, ini untuk menyikapi sejumlah informasi bahwa likuiditas ketat,” ujarnya.
Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto menambahkan, terdapat berbagai cara yang BI lakukan untuk menjaga likuiditas. BI melakukan operasi moneter dari sisi instrumen, frekuensi, serta kesiapan term repo dan swap.
”Misalnya, BI melelang swap tiga kali dalam seminggu dan turun ke pasar keuangan jika tingkat suku bunga di pasar melewati ketentuan,” kata Erwin.
BI mengimbau agar perbankan tidak perlu bersaing menaikkan suku bunga dana. Kenaikan suku bunga dana dapat berakibat penurunan laba bank.
Kendati suku bunga naik, BI tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan kredit 2018 sama dengan perkiraan awal. Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 tetap diproyeksi 5,2 persen dan pertumbuhan kredit 10-12 persen.