JAKARTA, KOMPAS— Indonesia akan memiliki 48,2 juta orang lanjut usia atau 15,8 persen dari jumlah penduduk pada 2035. Setelah itu, jumlah lansia akan tumbuh hingga 3 persen per tahun. Lonjakan jumlah lansia itu harus diantisipasi dari sekarang hingga lansia Indonesia masa depan sehat, mandiri dan produktif.
Upaya menjadikan lansia bermutu itu semata-mata bertujuan untuk menjadikan lansia bermartabat dan bahagia. Hanya dari lansia yang berbahagialah, masyarakat bahagia bisa tercipta. Kondisi itu selaras dengan tema Hari Lanjut Usia Nasional 29 Mei 2018, yaitu Lansia Sejahtera, Masyarakat Bahagia.
"Jika lansia yang berkualitas itu bisa dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka itu adalah tujuan samping pembangunan lansia," kata Guru Besar Ekonomi Kependudukan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia Aris Ananta di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Penduduk yang akan jadi kelompok lansia setelah tahun 2035 adalah mereka yang lahir sebelum tahun 1975. Meski lansia di masa depan akan memiliki pendidikan, usia harapan hidup dan kondisi ekonomi yang lebih baik dibanding lansia masa kini, namun menjadi lansia di masa depan akan lebih sulit.
"Lansia saat ini meski kondisinya kurang baik memiliki penopang dari penduduk usia produktif yang lebih besar dibanding lansia yang hidup di masa depan," tambah Staf Ahli Bidang Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sonny Harry B Harmadi.
Sistem sosial
Menjadikan lansia yang sehat, mandiri dan produktif itu adalah sebuah kebutuhan jika Indonesia tidak ingin mendulang beban dari lansia yang tidak berkualitas. Namun, kondisi itu hanya bisa dicapai jika lansia masa depan itu disiapkan dari sekarang.
"Pembangunan lansia harus dilakukan dengan pendekatan pembangunan manusia sesuai siklus hidupnya," kata Aris.
Itu berarti, pembangunan manusia harus dilakukan secara komprehensif mulai dari rahim hingga liang kubur. Sepanjang masa hidup itu, mereka harus memiliki gaya hidup sehat, makan berimbang dan aktif bergerak hingga senantiasa sehat, mandiri dan produktif.
Selain itu, calon lansia masa depan juga harus mampu membuat perencanaan keuangan sejak muda, baik untuk ditabung atau diinvestasikan untuk menjamin kehidupannya di hari tua.
Pemerintah perlu menyiapkan lembaga keuangan guna membantu masyarakat menabung untuk jaminan hari tua. Karena itu, kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, khususnya program jaminan hari tua dan jaminan pensiun, perlu diperluas.
Saat ini, kepesertaan program jaminan itu masih terfokus pada kelompok pekerja formal. Padahal, jumlah pekerja di sektor informal jauh lebih besar. "Upaya membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi atau menyisihkan sebagian pendapatannya untuk jaminan di masa tua perlu terus dibangun," tambah Sonny.
Upaya membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi atau menyisihkan sebagian pendapatannya untuk jaminan di masa tua perlu terus dibangun.
Bekerja
Bersamaan dengan penciptaan sistem jaminan sosial untuk lansia yang berkualitas, pemerintah juga perlu menyiapkan sistem lapangan kerja yang terbuka bagi lansia. Sistem ini seharusnya tak lagi memandang soal batasan umur, tapi mengutamakan produktivitas mereka.
"Pendekatan meritokrasi dalam lapangan kerja harus dilakukan. Siapa pun yang produktif, bisa dipekerjakan. Sistem ini tak lagi melihat batasan umur atau senioritas," kata Aris.
Pembatasan masa kerja berdasarkan umur pensiun justru dianggap diskriminasi dan melanggar hak asasi mansia. Dengan adanya kesempatan yang setara, lansia yang produktif bisa tetap berkarya dan tetap menjaga martabatnya. Pembatasan lansia bekerja itu justru akan merugikan ekonomi.
"Sebaiknya, usia pensiun dibuat jadi sukarela," tambahnya.
Lansia yang bekerja, lanjut Aris, bukanlah sesuatu yang perlu dikasihani. Karena itu, sistem persaingan bebas dalam pasar kerja informal seperti yang sudah berlangsung di Indonesia saat ini perlu diaplikasikan untuk sektor kerja formal. Kesempatan kerja yang setara itu akan membuat lansia bermartabat.
Bagi lansia yang sudah tidak mungkin bekerja, maka pemerintah perlu menyiapkan program perlindungan sosial bagi mereka. Saat ini, lanjut Sonny, pemerintah memiliki Program Keluarga Harapan. Persyaratan program ini pun kini lebih luas, yaitu termasuk keluarga yang memiliki lansia.
Di sisi lain, pertumbuhan jumlah lansia yang besar itu harus disertai dengan pembangunan infrastruktur ramah lansia. Trotoar, jalan raya, toilet dan angkutan umum adalah sejumlah infrastruktur yang mendesak untuk disesuaikan dengan kebutuhan lansia. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah beraktivitas dan bepergian mandiri.
Dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, kemampuan bergerak dan bebas rasa takut yang dimiliki lansia akan membuat lansia Indonesia masa depan makin memiliki kualitas hidup yang baik. Kualitas itulah yang akan menjamin kebahagian mereka hingga menjadikan bangsa lebih berketahanan.