Semarang Terapkan e-Retribusi untuk Cegah Pungli dan Korupsi
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, membuat sistem pembayaran retribusi pasar non-tunai atau E-Retribusi Guna menekan pungutan liar dan potensi korupsi. Pedagang hanya perlu menggesek kartu pembayaran elektronik berisi saldo uang yang diperoleh dari pemerintah.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, pedagang tidak perlu lagi membayar retribusi pasar menggunakan uang tunai. Mereka akan mendapat kartu pembayaran elektronik dari perbankan yang bekerjasama dengan pemerintah daerah. Melalui program E-Retribusi, transaksi pembayaran retribusi pasar akan langsung masuk ke rekening pendapatan daerah.
“E-Retribusi dapat mencegah kebocoran pendapatan. Dari hasil hitungan kasar, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi pasar bisa naik 100 persen karena transaksi lebih rinci dan detail,” kata Hendrar saat peluncuran Program E-Retribusi di Pasar Sampangan, Semarang, Kamis (31/5/2018).
Pemerintah daerah menggandeng tiga perbankan untuk menfasilitasi program ini, yakni Bank Jawa Tengah (Bank Jateng), Bank Nasional Indonesia 46 (BNI 46), dan Bank Tabungan Negara. Selain mencegah kebocoran pendapatan, E-Retribusi juga mengedukasi pedagang tentang transaksi non-tunai dan layanan perbankan lain.
Pada 2017, retribusi pasar menyumbang pendapatan daerah Kota Semarang sebesar Rp 17 miliar. Penerapan E-Retribusi diharapkan membantu peningkatan daerah dari retribusi pasar hingga Rp 30 miliar pada 2018 dan Rp 33 miliar tahun 2019.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Fajar Purwoto mengatakan, untuk tahap awal E-Retribusi diterapkan pada 30 pasar tradisional dari total target 52 pasar. Nantinya, sebanyak 28.000 pedagang pasar akan mendapat kartu pembayaran elektronik untuk transaksi E-Retribusi. Hingga 31 Mei 2018, penerima kartu baru sekitar 1.500 pedagang.
“Semua dilakukan bertahap hingga awal tahun 2019. Sebelum mendapat kartu, pedagang mendapat bimbingan khusus dari staf bank selama 6 bulan,” kata Fajar.
Disiplin pajak
Fajar menambahkan, selama ini tidak semua pedagang disiplin membayar pajak retribusi. Mereka kerap kali hanya membayar saat berjualan saja. Dengan E-Retribusi, pedagang lebih disiplin karena berjualan atau tidak tetap harus bayar retribusi. Mereka juga tidak bisa lagi membuat kesepakatan khusus dengan petugas pasar yang berjaga.
Pajak retribusi setiap pedagang akan berbeda tergantung lapak berjualan. Misalnya, retribusi untuk kios Rp 650 per meter dan los atau pancakan berkisar Rp 500-Rp 600 per meter. Transaksi yang transparan menyebabkan pungutan liar yang kerap dilakukan oknum tertentu hilang perlahan. E-Retribusi dibayar pedagang per hari.
Sebelum diluncurkan di Pasar Sampangan, awal Mei, program serupa sudah diterapkan di Pasar Pedurungan. Saat itu Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan Bank Jateng menerapkan E-Retribusi di 14 pasar lain.
Sri (48), pedagang di Pasar Pedurungan, mengatakan, setiap hari ia harus membayar retribusi Rp 2.500 untuk biaya kebersihan dan sewa lahan. Sri harus melakukan penyesuaian selama satu minggu karena tidak terbiasa non-tunai. Dia juga masih bingung cara mengisi saldo uang elektronik. Selain itu, sistem sempat bermasalah sehingga pajak retribusi dibayar tunai.