JAKARTA, KOMPAS-Anggota Badan Pengawas Pemilu, M Afifuddin, menyatakan, konten dalam kampanye pemilu dilarang menyoal dasar negara Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
”Menyoal ideologi dan dasar negara dilarang dalam kampanye. (Soal spanduk) Nanti perlu dicek lebih dahulu (siapa yang memasang),” kata Afifuddin saat dihubungi pada Jumat (1/6/2018) di Jakarta.
Jelang Hari Lahir Pancasila, 1 Juni, di media sosial, beredar unggahan foto, yang diambil dari Jalan Tol Lingkar Timur, Jatiasih, Kota Bekasi, sebuah spanduk bertuliskan ”Berkhidmat Bersama Khilafah Islamiyah”, disertai lambang sebuah partai politik.
Menurut Afifuddin, Pasal 280 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan atau tim kampanye pemilu tak boleh mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan bentuk NKRI. Pelanggaran atas ketentuan tersebut, pada Pasal 521 UU No 7/2017, diancam pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Sementara itu, pengajar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, menyatakan, pemasangan spanduk merupakan bentuk komunikasi publisitas yang berisi pesan bahwa orang-orang yang ingin menerapkan sistem tersebut masih eksis. Namun, Pancasila sudah menjadi konsensus nasional bersama. Oleh karena itu, sistem yang bertentangan harus ditindak oleh aparat keamanan negara.
”Kapan pun dalam perjalanan bangsa ini akan ditemukan orang-orang yang tidak bersepakat dengan Pancasila. Sekarang persoalannya tinggal (bagaimana) merestriksi ruang geraknya. Bukan hanya tugas aparat dan media, melainkan juga masyarakat,” tutur Gun Gun.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, jika diperlukan, polisi siap membantu dan mendukung Satuan Polisi Pamong Praja melepas spanduk tersebut.