Melacak Itu Bermain…
Ekor Gastom mengibas-ngibas, kedua kaki bagian belakang memasang ancang-ancang untuk berlari sekuat mungkin saat mengetahui kong atau bola merah akan dilempar pawangnya, Brigadir Dua Rio Dumantoro. Permainan tersebut merupakan dasar bagi anjing pelacak menjalankan tugasnya, melacak narkoba, bahan peledak, pelaku kriminal, hingga menemukan korban bencana alam.
Dengan agresif, Gastom, anjing rottweiler usia 4 tahun, berlari mengejar kong yang dilemparkan Rio, di halaman latihan Unit K9 Polda Metro Jaya, Petamburan, Jakarta. Dengan rahangnya yang kuat, bola seukuran kepalan tangan orang dewasa tersebut ditangkap dan digigitnya kuat-kuat. Rio pun harus menarik bola yang bertali itu dengan kuat dari cengkeraman rahang Gastom, anjing yang bertugas sebagai pengendali massa dan pelacak umum itu.
”Karakter anjing pelacak umum seperti Gastom itu agresif. Tugasnya mencari pelaku pencurian hingga pembunuhan. Anjing ini juga dipakai untuk pengendali dan pengurai massa,” ujar Rio, Selasa (15/5/2018).
Pada Selasa itu, Gastom menjadi salah satu anjing yang dikerahkan Unit K9 Polda Metro Jaya sebagai anjing pengurai massa pada pertandingan sepak bola yang berlangsung di Gelora Bung Karno, Jakarta. Namun, sebagai pengurai massa, Gastom mengambil peran agak belakangan, saat pertandingan berlangsung hingga usai.
Sementara untuk menjamin arena pertandingan bola aman dari ancaman bom, apalagi selama awal Mei terjadi rentetan ancaman bom oleh kelompok teroris di Tanah Air, giliran pertama yang bekerja diambil oleh kelompok anjing pelacak bahan peledak. Jelli, anjing betina jenis german shepherd, yang ambil bagian. Berbeda dengan Gastom, Jelli memiliki karakter yang lebih tenang.
Brigadir Setio W, pawang Jelli, mengungkapkan, anjing pelacak bahan peledak harus memiliki karakter yang tenang kendati hasratnya untuk mengendus tetap tinggi. Menurut Setio, karakter yang tenang dibutuhkan agar saat mengendus bahan peledak, anjing itu akan diam saja. Sikap tenang pada anjing dibutuhkan karena beberapa jenis bom memiliki karakter yang sensitif, yakni ada yang sensitif terhadap getaran atau panas.
”Ketika anjing diam, itu mengindikasikan ada bahan peledak. Anjing harus tenang karena bahan peledak sensitif terhadap getaran atau suhu panas. Sebagai pengalihnya, kami lemparkan mainannya (kong) ke arah berbeda agar dia berpaling dan meninggalkan tempat dia menemukan bahan peledak itu,” tutur Setio.
Ketika anjing diam, itu mengindikasikan ada bahan peledak. Anjing harus tenang karena bahan peledak sensitif terhadap getaran atau suhu panas.
Diakui Setio, lebih dari dua tahun dirinya bersama Jelli bekerja, mereka belum pernah menemukan bahan peledak saat menjalankan tugas mensterilkan berbagai macam lokasi. Namun, menurut Setio, itu bukan berarti kerjanya bersama Jelli tak membuahkan hasil.
”Ketika kami nyatakan tempat itu steril, tak ditemukan bahan peledak, hingga acara dapat berlangsung dengan aman tanpa ledakan bom, itu saja sudah melegakan. Artinya, kerja kami berhasil dalam memberikan rasa aman karena terbukti tak ada bahan peledak di lokasi itu,” lanjut Setio.
Dalam mengasah penciuman anjing pelacak ini dibutuhkan latihan yang rutin. Secara alamiah, anjing pelacak merupakan anjing pilihan yang memiliki karakter yang agresif dan sangat tergila-gila untuk bermain mengejar bola, bukan anjing yang senang bermalas-malasan atau dimanja.
Salah satu instruktur pawang anjing pelacak di Direktorat Pelacakan dan Penangkalan Korps Sabhara Baharkam Polri, Brigadir Didin Rosidin, mengungkapkan, sebagai anjing pekerja, anjing pelacak harus memiliki karakter yang suka sekali bermain. Anjing itu juga tergila-gila untuk mengejar bola ataupun dummy dari handuk yang digulung.
Dengan menggunakan bola atau dummy, kemampuan anjing pelacak untuk mengendus narkotika, bahan peledak, hingga pelaku kejahatan dan korban bencana alam diasah. Saat latihan, di dalam bola atau dummy akan ditaruh sampel bahan yang menjadi target pelacakan. Dengan kemampuan mengendus yang kuat, anjing mengejar bau yang melekat pada bola atau dummy.
Seekor anjing pelacak, menurut Didin, bisa mengingat lebih dari 20 macam bau. Untuk narkotika, contohnya, anjing itu dapat mencium bau methamphetamine atau dikenal sabu beserta produk turunannya. Pada setiap produk turunan narkoba, anjing pelacak masih dapat mencium bau bahan utama narkoba.
”Dari setiap produk turunan narkoba, anjing tetap dapat mencium bau bahan utama narkoba meskipun narkoba sudah dicampur dengan berbagai bahan,” kata Didin yang kini juga menjadi instruktur pawang anjing di Unit K9 Badan Narkotika Nasional.
Bau pelaku merupakan bau terakhir yang ada di lokasi kejadian pembunuhan. Dengan catatan, tempat kejadian perkara belum disentuh oleh pihak lain.
Bahkan, menurut Didin, anjing pelacak khusus kriminal umum memiliki kemampuan mengendus bau terakhir. Seperti pada pembunuhan, lanjut Didin, anjing dapat mencium bau pelaku dengan mengendus korban dan barang-barang di sekitarnya.
”Bau pelaku merupakan bau terakhir yang ada di lokasi kejadian pembunuhan. Dengan catatan, tempat kejadian perkara belum disentuh oleh pihak lain,” ujar Didin.
Dulu, kata Didin, anjing pelacak umum dilatih untuk menyerang pelaku. Namun, hal itu tak lagi dilakukan dan sebagai penggantinya penyidik yang mengambil alih untuk menangkap pelaku. Sementara untuk memutus perhatian anjing pelacak terhadap bau pelaku, anjing pelacak diberikan bola atau dummy sebagai hadiah bahwa dia berhasil menemukan mainannya.
”Jadi, bau yang diincar adalah petunjuk bagi anjing pelacak untuk memperoleh mainannya, bola atau dummy. Melacak itu untuk mengejar mainannya,” jelas Didin.
Melacak, bagi anjing pelacak, lanjut Didin, pada hakikatnya adalah bermain untuk memperoleh bola. Demikian pula pada anjing pelacak bahan peledak, yang diajarkan pun adalah mencari bola yang memiliki bau bahan peledak, seperti TNT, C4, dan black powder.
”Ketika anjing menemukan bau yang diincar, pawangnya melemparkan bola sebagai hadiah. Itu mengindikasikan anjing berhasil menemukan mainannya,” ujarnya.
Wakil Kepala Unit K9 Search and Rescue Direktorat Polisi Satwa Baharkam Polri Ipda Erasmus Hermi mengungkapkan, anjing pelacak bahan peledak sangat diandalkan di kawasan konflik. Hingga tujuh tahun lalu, katanya, dirinya bersama anjing labrador retriever bernama Celty dapat menemukan bom rakitan di pos Kelompok Kriminal Bersenjata di Lembah Baliem, Wamena, Papua.
”Kebetulan, masyarakat gunung di Wamena agak takut terhadap anjing besar seperti labrador sehingga saat saya menyisir pos mereka, Celty dapat menemukan bom rakitan dan senjata yang disembunyikan di pos itu,” ucap Hermi.
Kini, Hermi tak lagi bekerja bersama Celty. Dengan tugasnya saat ini memimpin unit K9 SAR, Hermi bekerja bersama Sam, anjing jenis labrador, dan anjing pointer bernama Emma, dengan tugas utama mencari korban bencana alam. Bersama Sam dan Emma, Hermi dan tim menemukan lima korban tewas pada bencana longsor di Cijeruk, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
”Dalam waktu 20 menit, Emma dapat menemukan lima korban. Emma anjing jenis pointer, khusus mencari korban,” ujarnya.
Anjing pelacak yang tenang
Anjing pelacak khusus narkotika di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau BNN juga melakukan pekerjaannya melacak sebagai sarana bermain. Anjing pelacak di kedua lembaga itu juga diajarkan mencari bola atau dummy yang memiliki bau narkotika. Hanya, kedua institusi itu tak menggunakan anjing rottweiler yang memiliki temperamen sangat agresif seperti yang dimiliki Polri.
Instruktur pawang anjing K9 Ditjen Bea dan Cukai, Fuad Al Amin, mengatakan, pihaknya tak menggunakan rottweiler karena anjing itu lebih cocok untuk menyerang, sebagai pengendali massa. Sementara untuk mengungkap penyelundupan narkoba di lintas perbatasan, bandara, ataupun pelabuhan, yang menjadi ranah kerja Ditjen Bea dan Cukai, dibutuhkan anjing yang tenang.
”Anjing pelacak yang bekerja di pelabuhan, bandara, dan lintas perbatasan, kan, bekerja di sekitar penumpang. Karena itu, dibutuhkan anjing yang tenang, tetapi andal dalam mencium keberadaan narkoba,” lanjutnya.
Setidaknya ada 73 anjing K9 yang dimiliki Ditjen Bea dan Cukai. Anjing-anjing itu tersebar di Jakarta, Sumatera Utara, Batam, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga daerah perbatasan di kawasan Kalimantan bagian timur. Anjing yang digunakan pun didominasi labrador retriever dan golden retriever yang memiliki penciuman yang andal, tetapi berkarakter lebih tenang dibandingkan rottweiler.
Andro, anjing labrador milik Ditjen Bea dan Cukai yang bertugas di Batam, salah satunya yang berhasil mengendus keberadaan sabu di dalam kapal penangkap ikan. Februari lalu, anjing berusia 4 tahun itu dapat menemukan 1,6 ton sabu yang disembunyikan di dalam ruang penyimpanan ikan di kapal penangkap ikan milik Singapura, di Batam.
Sementara BNN baru akhir tahun 2016 merintis unit K9. Hingga saat ini, BNN memiliki 47 anjing pelacak jenis labrador, german shepherd, belgium shepherd atau mellanois, dan beagle. Anjing-anjing tersebut hingga kini terus dilatih, dan ada sebagian yang sudah mulai menjalankan operasi pelacakan narkoba di tempat-tempat yang tengah diperiksa penyidik BNN atau BNN provinsi.
Dari segi kuantitas, jumlah anjing pelacak Polri, Ditjen Bea dan Cukai, serta BNN masih belum sebanding dengan tantangan geografis Indonesia yang berupa kepulauan dengan panjang garis pantai hingga 100.000 kilometer, 130 pelabuhan resmi dan ribuan pelabuhan tikus. Jumlah anjing pelacak yang dimiliki Polri di seluruh Nusantara hanya 600 ekor. Jika ditambah dengan anjing pelacak milik Ditjen Bea dan Cukai serta BNN, jumlahnya tak lebih dari 720 ekor.
Kepala Subdirektorat Pelacakan dan Penangkalan Direktorat Polisi Satwa Polri Komisaris Besar Ahmad Dyanaputra mengakui, jumlah anjing pelacak Polri yang ada di seluruh polda di Indonesia tak memadai. Bahkan, untuk konferensi internasional terkait keuangan yang akan diadakan di Bali pada akhir 2018, Polri tengah berupaya menambah anjing pelacak dari anjing lokal Bali, yakni anjing kintamani.
”Kami sedang mengkaji dan mencoba melatih anjing kintamani untuk dijadikan anjing pelacak. Karena untuk acara konferensi itu, kami membutuhkan jumlah anjing pelacak yang banyak,” ujarnya.
Hingga saat ini, sebagian besar anjing pelacak yang digunakan Polri, Ditjen Bea dan Cukai, serta BNN masih mengandalkan anjing dari Eropa, khususnya Belanda. Untuk pengadaan setiap tahun, Polri membutuhkan setidaknya 120 ekor, dan setiap ekor bisa berharga lebih dari Rp 100 juta. Sementara sebagai anjing pekerja, usia produktif anjing pelacak tak lebih dari 7 tahun dan usia maksimalnya sekitar 10 tahun.
Dyanaputra mengatakan, untuk mengurangi ketergantungan pada luar negeri, memang lebih baik Indonesia dapat menernak anjing pelacak secara mandiri. Namun, menurut dia, untuk menernak juga tak mudah karena dibutuhkan kajian ilmiah. Sementara anjing gembala asal Eropa yang selama ini digunakan sebagai anjing pelacak sudah terbukti kemampuannya.
Pelaksana Tugas Kepala Unit K9 BNN Doni T Handono menyebutkan, untuk jangka panjang, Indonesia tetap membutuhkan pengembangan anjing pelacak yang lebih matang, mulai dari breeding atau ternak anjing pelacak hingga pelatihannya.
”Mengingat Indonesia begitu luas, kita membutuhkan anjing pelacak sebagai salah satu tool membantu kerja aparat penegak hukum. Sebab, dengan bantuan anjing pelacak, kerja penegak hukum menjadi lebih efektif,” ujarnya.
Hanya dikatakan Doni, setiap lembaga dan kementerian terkait perlu duduk bersama untuk membicarakan pengembangan anjing pelacak. ”Ini membutuhkan sinergi dan kajian ilmiah. Karena, seperti di Belanda, digunakan kajian ilmu genetika untuk menghasilkan anjing pelacak yang baik,” ucapnya.