MALANG, KOMPAS — Peran serta dan kontribusi insinyur diharapkan terus meningkat guna menunjang pembangunan nasional. Pembangunan tidak hanya berupa bentuk fisik, tetapi juga pembangunan sumber daya manusia.
Hal itu dikatakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljanto saat membuka Rapat Pimpinan Nasional Persatuan Insinyur Indonesia 2018, Jumat (1/6/2018) di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Rapimnas 2018 mengusung tema ”Kesiapan Sumber Daya Keinsinyuran Memasuki Era Industri 4.0”.
”Sudah suatu keharusan bahwa kita ingin mempunyai inovasi dan memiliki daya saing tinggi dalam menghadapi persaingan ke depan, kita butuh dukungan insinyur. Kami sebagai pengguna insinyur sangat membutuhkan dukungan insinyur dan orang-orang pintar di sini. Untuk itu, saya berharap PII makin meningkatkan kontribusi dan peran sertanya dalam pembangunan nasional. Pembangunan bukan hanya fisik, melainkan juga SDM, khususnya insinyur,” kata Basuki.
Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemristek dan Dikti Pardono Suwignjo berharap PII mampu mengembangkan kompetensi insinyur di Indonesia. ”Berdasarkan riset di luar negeri, dikatakan pelaksanaan keteknikan memiliki kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, PII harus mendorong dan mendukung peningkatan inovasi di Indonesia, termasuk melalui kampus,” katanya.
Pardono berharap PII bisa mendampingi penelitian di tingkat kampus untuk bisa didorong menjadi inovasi yang bisa digunakan membangun masyarakat. PII harus lebih banyak melibatkan diri dalam kegiatan yang menghasilkan inovasi,” katanya.
Ketua Umum PII Hermanto Dardak mengatakan, selama ini peran insinyur di Indonesia sudah dilakukan di beberapa daerah. Mulai dari memasang alat pereduksi dampak gempa hingga 60 persen di suatu daerah di Padang, mendorong penggunaan energi terbarukan, dan inovasi lainnya
”Namun, memang di era sekarang ini, umur produk semakin pendek yang bisa berdampak pada masyarakat luas. Ini harus disikapi dengan membangun profesionalisme insinyur sehingga bukan hanya secara teknis yang dibangun, melainkan juga kemampuan menjadi citizen engineer, yaitu insinyur yang punya kepentingan perubahan dan belajar secara berkelanjutan,” kata Hermanto.
Dan untuk mewujudkan insinyur profesional tersebut, Hermanto mengatakan, saat ini PII sedang mulai membangun kompetensi insinyur dengan pendidikan profesi dan sertifikasi. ”Sertifikasi sudah berjalan, dan kami sudah punya 13.000 insinyur profesional. Intinya nanti, seorang insinyur yang berpraktik harus sudah teregister dan tersertfikasi. Artinya, mereka sudah memiliki standar minimal pelayanan kepada publik,” kata Hermanto. Sertifikasi insinyur dimulai dari pratama, madya, dan utama.
Yang jelas, menurut Hermanto, insinyur ke depan diharapkan tidak hanya cakap dalam ilmu keteknikan. Namun juga memiliki nilai-nilai wajib, yaitu etika (kalau tidak bisa membangun, tidak usah membangun karena nanti malah membahayakan publik), kemampuan praktik atau kebisaan mengerjakan, serta komunikasi yang baik. ”Seorang insinyur juga harus bisa berkomunikasi terkait banyak hal. Hal itu penting karena insinyur harus bisa menjelaskan dan bertanggung jawab kepada publik atas apa yang dibangunnya,” kata Hermanto.
Hal itu untuk mencegah insinyur hanya mementingkan bangunan yang dibuatnya saja, dan tidak melihat fungsi bangunan tersebut untuk masyarakat.