Furnitur Berbasis Budaya Diminati Pasar Internasional
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri mebel dan desain interior memiliki potensi besar untuk mendorong perekonomian Indonesia. Dengan kekayaan bahan baku dan sumber daya manusia, Indonesia seharusnya mampu bersaing secara global dengan menjaga dan mengembangkan desain yang sesuai dengan budaya lokal.
Pada 31 Mei hingga 3 Juni 2018, CASA Indonesia 2018, The Largest and Most Comprehensive Living Exhibition Art, Architecture, Design & Living, digelar untuk kesembilan kalinya di Hotel The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place. Pameran itu mempertunjukkan berbagai karya lokal di bidang furnitur, dekorasi hunian, tekstil, dan penerangan.
”Saya melihat banyak produk yang sangat cantik di pameran ini. Desainer muda Indonesia bekerja dengan cara kontemporer tanpa menghilangkan warisan dan kebudayaan negeri ini,” kata Giulio Cappellini, arsitek dan pencari bakat untuk brand interior ternama asal Italia, Cappellini, ketika ditemui di pameran Casa Indonesia, Jakarta Selatan, Minggu (3/6/2018).
Giulio yang pernah mengunjungi Indonesia pada 2015 ini penasaran dengan perkembangan industri interior di Tanah Air. Menurut dia, kualitas produk interior Indonesia semakin bagus.
”Desain dan produk Indonesia menggunakan bahan yang kurang ada di negara lain, seperti rotan dan bambu. Sebanyak 99 persen produk yang saya lihat dilakukan dengan sempurna. Sekarang, Indonesia siap menghadapi pasar internasional,” tutur Giulio.
Untuk menjadi pemain global yang sukses, Giulio menyarankan desainer muda Indonesia untuk tetap menjaga akar lokalnya dan selalu menciptakan karya yang inovatif.
”Anda memiliki sumber bahan dan warisan yang fantastis. Bermainlah dengan tekstur, warna, dan permukaannya untuk menciptakan karya khas Anda sendiri,” ujarnya.
Potensi ekonomi
Basuki Kurniawan, pendiri dan CEO PT Indoexim International, mengatakan, industri furnitur memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Ia mencatat, ada 15 juta pekerja yang terlibat secara langsung dan 2,5 juta pekerja yang terlibat secara tidak langsung dalam industri ini.
”Apabila industri furnitur lebih maju, maka jumlah tenaga kerja yang terlibat menjadi lebih besar. Tingkat ekspornya pun bisa menjadi lebih signifikan,” ujar Basuki.
Ia percaya, industri furnitur di Indonesia berpotensi berkembang karena Indonesia kaya akan bahan baku. Misalnya, sekitar 90 persen rotan, secara global diproduksi di Indonesia.
”Jenis kayu banyak di Indonesia. Sumber daya manusianya juga banyak dan sangat terjangkau. Iklim pertumbuhan (ekonomi) juga bagus. Indonesia bisa jadi sangat kompetitif,” tutur Basuki.
Menurut dia, kinerja industri furnitur Indonesia semakin baik. Produksinya pada 2017 naik 4 persen dibandingkan 2016. Negara tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.
Persaingan global
Walaupun demikian, posisi Indonesia dalam industri furnitur global belum setara dengan negara maju lain sehingga perlu dipertingkatkan. ”China adalah nomor satu. Indonesia berada pada posisi ke-17. Kita kalah dari Vietnam dan negara anggota ASEAN lainnya,” kata Basuki.
Untuk meningkatkan posisi Indonesia itu, Basuki berharap pemerintah dapat mengambil peran lebih dalam mendukung pengusaha dan desainer di industri furnitur.
Ia mencontohkan kontribusi pemerintah di Vietnam dan Myanmar. Pengusaha di dua negara itu diberikan fasilitas oleh pemerintah berupa lahan yang tidak dikenakan biaya untuk membangun pabrik.