K9 Dibutuhkan untuk Bantu Aparat Keamanan
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia hingga Sabtu (2/6/2018) masih memenuhi kebutuhan anjing pelacak canine atau K9 di bursa anjing ras pekerja di Eindhoven, Belanda.
Unit K9 di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Badan Narkotika Nasional pun sama. Namun, untuk memperoleh yang terbaik juga tak mudah karena harus bersaing dengan negara lain. Pengembangan anjing pelacak di dalam negeri pun perlu dipertimbangkan.
Bagi anjing pelacak K9, sekecil apa pun bau yang terbawa angin, cukup menjadi petunjuk baginya mencari benda yang membahayakan hingga korban bencana alam. Kemampuannya terbukti dan diandalkan. Jika dibandingkan dengan letak geografis Indonesia yang luas, keberadaan K9 belum dianggap penting meski sebenarnya penting.
Setiap tahun Polri, misalnya, membeli anjing pelacak setidaknya 120 ekor di bursa anjing ras di Eindhoven. Setiap ekor setidaknya menghabiskan biaya lebih dari Rp 100 juta, yang meliputi harga anjing itu sendiri hingga perawatannya saat dibawa ke Indonesia. Sementara di seluruh polda di Indonesia tersebar 600 anjing pelacak milik Polri.
Polri menggunakan anjing pelacak untuk empat tujuan, yakni pelacakan kriminal umum, bahan peledak, narkotika, dan pencarian korban bencana alam. Setiap tujuan itu hanya dapat dipenuhi oleh anjing dengan jenis dan karakter tertentu.
Untuk pelacakan kriminal umum, digunakan anjing german shepherd atau herder, hingga rotweiller. Sementara untuk pelacakan bahan peledak menggunakan anjing pemburu yang memiliki karakter yang tenang, seperti labrador retriever dan golden retriever. Untuk pelacakan narkoba, itu menggunakan labrador, herder, belgian shepherd atau malinois, hingga beagle. Lain halnya untuk melacak korban bencana alam, itu biasanya khusus menggunakan pointer.
Meski sudah pergi ke Belanda, mencari anjing berkualitas bukan perkara mudah. Polisi mencari anjing yang memiliki kondisi fisik sehat, bernaluri kerja baik, dan memiliki asal-usul leluhur anjing yang unggul. Sepanjang tahun ini, misalnya, Polri baru berhasil mendapatkan 60 anjing dari total 120 ekor yang direncanakan.
Baca juga: Memperhitungkan Kekuatan K9
Kepala Subbidang Pencegahan dan Penangkalan Direktorat Polisi Satwa Korps Sabhara Baharkam Polri Komisaris Besar A Dyanaputra mengungkapkan, permasalahannya karena tidak hanya Indonesia yang mencari anjing di Eindhoven, tetapi kepolisian dari negara lain juga berburu anjing pelacak di sana.
Di bursa itu, katanya, anjing tak hanya dipasok dari Belanda, tetapi juga dari sejumlah negara tetangga, seperti Jerman dan Belgia. Karena untuk memperoleh anjing pekerja dengan kualitas baik itu juga sulit. Dari 9 anak anjing yang lahir, contohnya, paling hanya 1-2 ekor yang memiliki kekuatan dan mental sebagai anjing pekerja.
”Jadi di sana (Eindhoven) kami harus bersaing untuk memperoleh anjing yang baik dan sesuai kebutuhan kami,” kata Dyanaputra.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hingga saat ini juga mengandalkan anjing pekerja dari Belanda untuk memenuhi kebutuhan anjing pelacak. Saat ini, ada 73 anjing pelacak di Ditjen Bea dan Cukai dan sebagian besar tersebar di sejumlah daerah perbatasan serta pelabuhan di Sumatera, Kalimantan, dan Jakarta.
Kepala Seksi Humas Ditjen Bea dan Cukai Devid P menyampaikan, sebelumnya pihaknya pernah memperoleh hibah anjing pelacak dari Australia. Namun, untuk memenuhi kebutuhan, pihaknya tetap memenuhi kebutuhan anjing pelacak dari Belanda. ”Kadang kala kami juga memperoleh hibah dari negara lain,” katanya.
Unit K9 Polda Metro Jaya juga kerap menerima hibah anjing ras dari masyarakat. Biasanya, menurut Kepala Unit Satwa Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya Iptu Sakiman, anjing yang dihibahkan dari masyarakat itu biasanya anjing ras yang memiliki energi yang besar dan pemiliknya tak bisa melatihnya.
”Anjing hibah dari masyarakat itu kami latih menjadi anjing pelacak. Anjing yang kami terima juga terbatas anjing ras pekerja yang bisa dilatih menjadi anjing pelacak. Biasanya herder atau rotweiller,” katanya.
BNN yang belum dua tahun ini memiliki unit K9 juga memenuhi kebutuhan anjing pelacak dari Belanda. Saat ini, unit itu memiliki 47 anjing pelacak. Ketergantungan terhadap Belanda ini, menurut Pelaksana Tugas Kepala Unit K9 BNN Doni TH, itu tentu pengadaan anjing pelacak di dalam negeri menjadi sangat bergantung terhadap negara lain. Sementara kebutuhan anjing pelacak di dalam negeri juga besar, terutama untuk menghalau penyelundupan narkoba agar tidak masuk ke dalam negeri.
Baca juga: Melacak Itu Bermain…
”Kepentingan untuk menghalau penyelundupan narkoba ke dalam negeri itu baru kepentingan BNN dan Bea dan Cukai. Kepolisian lebih banyak lagi kepentingannya, tak hanya narkoba, tetapi juga melacak bahan peledak hingga kriminal umum,” katanya.
Doni berpendapat, setiap lembaga penegak hukum perlu memikirkan untuk mengembangkan anjing pelacak di dalam negeri. Salah satunya pengembangan pembiakan anjing pelacak secara mandiri di dalam negeri. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan anjing pelacak di dalam negeri itu dapat dipenuhi secara mandiri. Anjing-anjing itu tidak perlu lagi beradaptasi dengan perbedaan kondisi negara seperti pada anjing impor.
”Dengan adanya peternakan, aparat Indonesia turut masuk ke proses hulu pengembangan anjing pelacak. Ini kemajuan untuk kita,” ujar Doni.
Liman Fransiskus, pelatih anjing pekerja untuk Internationale Prufungsordnung, menyampaikan, anjing lokal yang ada di dalam negeri belum ada yang menandingi kemampuan anjing pekerja dari Eropa. Namun, itu bukan berarti kita tak mampu untuk menghasilkan anjing pekerja seperti anjing ras dari Eropa.
”Anjing yang layak dijadikan anjing pelacak itu harus memiliki karakter yang tergila-gila untuk bermain dan menangkap bola. Selebihnya, dia juga harus dilatih terus-menerus sehingga dia mampu mengonfirmasi barang yang dicarinya,” kata Liman.
Dengan wilayah Indonesia yang begitu luas, menurut Liman, sudah semestinya keberadaan anjing pelacak itu diperhatikan. Bandara, contohnya, dengan lalu lintas orang dari luar negeri begitu banyak, maka diperlukan anjing pelacak dalam jumlah banyak untuk memeriksa barang berbahaya di setiap bagasi yang dibawa penumpang.
”Kemampuan mengendus anjing itu hanya 30 menit sampai 1 jam. Setelah itu tak maksimal. Di bandara, itu dibutuhkan banyak anjing untuk dipekerjakan secara bergantian mengendus bagasi milik penumpang. Itu akan sangat membantu sekali menemukan barang yang mencurigakan,” kata Liman.
Dyanaputra pun tak menampik jika kebutuhan anjing pelacak di dalam negeri, khususnya untuk Polri, itu sesungguhnya cukup besar. Apalagi banyak tamu kenegaraan dari luar negeri sangat memercayakan kemampuan anjing pelacak untuk mensterilkan lokasi dari ancaman bom.
”Kami sedang mencoba untuk melatih anjing kintamani, anjing lokal di Bali, untuk dijadikan anjing pelacak. Kami mencoba itu karena ada kebutuhan anjing pelacak dalam jumlah besar untuk acara konferensi internasional di Bali pada akhir 2018,” katanya.
Dalam jangka pendek, Dyanaputra menyampaikan, Polri akan melakukan penguatan struktur organisasi polisi satwa di tiap polda. Kepala unit satwa yang saat ini dipimpin oleh inspektur dua nanti akan dipimpin oleh ajun komisaris besar. Selain itu, Polri akan menambah personel unit satwa.
”Setiap polda nantinya memiliki kewenangan untuk melakukan pengadaan anjing pelacak. Tidak hanya itu, polri juga berencana menambah peralatan dan fasilitas, seperti rompi antipeluru, pelindung kaki dan badan untuk personel unit satwa,” katanya.
Untuk jangka panjang, disampaikan Kepala Sub-Detasemen K9 Direktorat Polisi Satwa Korps Baharkam Polri Ajun Komisaris Sutarna, tak menutup kemungkinan anjing lokal digunakan sebagai anjing pelacak. Namun, seperti halnya di Eropa, anjing ras yang dijual di bursa anjing pekerja itu pun anjing pilihan dan diketahui persis silsilah orangtua hingga nenek moyangnya.
Silsilah pada anjing, menurut Sutarna, itu penting karena akan memengaruhi kualitas anjing yang diperoleh. ”Jika anjing champion dikawin dengan anjing champion, itu kemungkinan besar akan menghasilkan anjing champion juga. Makanya, silsilah atau stamboom (pohon keluarga) itu harus jelas,” katanya.
Menurut Dyanaputra, masih banyak sekali tahapan yang harus disiapkan. Ia mengatakan, perlu ada keterlibatan akademisi dan ahli yang bisa mencampurkan genetik anjing-anjing unggulan agar menciptakan anjing pekerja yang unggul pula.
Selain itu, menciptakan peternakan artinya membutuhkan lebih banyak sumber daya manusia yang dilibatkan untuk merawat dan melatih anjing-anjing dari kecil hingga dewasa. ”Ini yang perlu disiapkan serius untuk menciptakan peternakan anjing pelacak untuk aparat,” ujar Dyanaputra.
Namun, seperti diungkapkan Doni, perlu ada sinergi agar aparat penegak hukum di Indonesia memiliki kemandirian dalam memenuhi kebutuhan anjing pelacak. Investasi yang dibutuhkan untuk pembiakan anjing pelacak itu juga diperkirakan tak sedikit. ”Namun, cara ini dapat digunakan secara berkelanjutan dan menghilangkan ketergantungan terhadap negara lain,” katanya.