Kasus Sekda Kota Bekasi Masih Berlarut
BEKASI, KOMPAS - Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy Gandakusumah akan menyelesaikan kasus netralitas aparat sipil negara dalam Pilkada Kota Bekasi 2018. Kasus ini melibatkan RS, Sekretaris Daerah Kota Bekasi.
“Saya berharap, dalam waktu satu minggu, ada keputusan yang bisa saya ambil. Jika belum ada perkembangan, saya akan melakukan diskresi,” kata Ruddy, Jumat (1/6/2018). Diskresi bisa berdasarkan petunjuk dari Gubernur Jawa Barat atau keputusan pribadinya.
Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kota Bekasi Novita Ulya Hastuti, Minggu, menjelaskan, dugaan pelanggaran terjadi saat RS berpidato di hadapan pegawai di Plaza Pemkot Bekasi, Senin (12/3/2018). Pidato berisi dukungan terhadap salah satu pasangan calon.
Setelah diperiksa, dugaan pelanggaran tidak termasuk dalam pelanggaran pemilihan yang tertera dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dugaan pelanggaran justru menyasar pada Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan ketentuan disiplin Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
“Oleh karena itu, proses laporan kami hentikan. Arsip-arsip laporan pun kami kirimkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara,” kata Novita. Adapun arsip yang dikirim adalah kajian laporan Panwaslu Kota Bekasi Nomor: 03/TM/PW/Kota.Bekasi/13.03/III/2018 tanggal 22 Maret 2018.
Ruddy mengatakan, satu bulan setelah pengiriman arsip Panwaslu, KASN menerbitkan surat rekomendasi. Surat rekomendasi Nomor B-900/KASN/4/2018 tanggal 24 April 2018 tersebut ditujukan kepada Penjabat Wali Kota Bekasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN). Selain itu, surat juga ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat, Kepala Kantor Regional III BKN Bandung, Ketua Bawaslu Jawa Barat, dan Panwaslu Kota Bekasi.
Namun, hingga pertengahan Mei 2018, surat rekomendasi itu tidak kunjung diterima Ruddy. Ia justru mengetahui adanya surat itu dari pejabat lain yang sudah menerima surat.
“Pada 15 Mei 2018, saya mendatangi kantor KASN dan mengirimkan surat untuk memberitahukan bahwa saya belum menerima surat tersebut dan meminta agar KASN mengirimkan kembali salinannya,” ujar Ruddy.
Ruddy menambahkan, dalam surat rekomendasi KASN tersebut, RS dinyatakan telah melanggar kode etik dan kode perilaku pegawai ASN. RS terbukti telah memihak kepada salah satu pasangan calon. Oleh karena itu, Wali Kota direkomendasikan untuk memberikan sanksi disiplin sedang mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Saya ingin segera mendapatkan surat tersebut karena rekomendasi KASN harus dilaksanakan dalam waktu 14 hari sejak surat diterima,” kata Ruddy. Jika rekomendasi diabaikan, KASN berhak mengajukan rekomendasi kepada Presiden untuk memberikan sanksi kepada Ruddy.
Hingga saat ini, persoalan surat rekomendasi KASN yang hilang belum tuntas. Menurut Ruddy, semestinya surat yang ditujukan kepada dirinya akan masuk terlebih dulu ke Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah (BKPPD).
Namun, Sekretaris BKPPD Dwie Andyarini mengatakan, pihaknya juga tidak menerima surat tersebut. Surat yang ditujukan kepada penjabat wali kota semestinya dikirim langsung tanpa melalui BKPPD.
Persoalan pelik
Ruddy mengatakan, sanksi disiplin sedang untuk RS dapat berupa penangguhan kenaikan pangkat atau penurunan pangkat. Namun, sebagai penjabat wali kota, ia tidak memiliki kewenangan penuh. Keputusan yang diambil harus berdasarkan persetujuan Gubernur Jawa Barat dan Menteri Dalam Negeri.
Selain itu, pangkat Ruddy sebagai PNS lebih rendah ketimbang RS.
RS juga menjabat Ketua Tim Majelis Kode Etik sehingga berwenang memeriksa ASN yang melanggar kode etik. Oleh karena itu, Ruddy kembali mengirim surat untuk berkonsultasi kepada Kepala BKN dan Menteri Dalam Negeri.
Terkait persoalan ini, Senin ini, Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Kemendagri, Makmur Marbun, melalui Surat Undangan Nomor 239/DIT.FKKD/UND/VI/2018 tanggal 31 Mei 2018, mengundang ASN Kota Bekasi dan sejumlah pihak untuk membahas tentang pelanggaran netralitas yang dilakukan RS.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, sebagai kota metropolitan mitra Ibu Kota, semestinya dinamika politik di Kota Bekasi tidak terjebak pada persoalan tradisional seperti birokrasi yang tidak profesional dan bisa dipolitisasi.
“Jika kasus netralitas ASN ini tidak dituntaskan, maka akan jadi preseden buruk dan berdampak pada ketidakpercayaan publik pada proses Pilkada,” ujar dia.
Oleh karena itu, kata Titi, penegakan hukum untuk pelanggaran kode etik ASN harus segera dilaksanakan.
“Kemampuan aparat daerah untuk menyelesaikan masalah ini akan berkontribusi positif bagi kepercayaan publik,” ucap dia.