Kejagung agar Segera Bentuk Tim Penyidik
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak Kejaksaan Agung agar segera menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Kejagung perlu segera membentuk tim penyidik untuk kasus tersebut.
Selain itu, Komnas HAM menyayangkan pernyataan Jaksa Agung yang menilai bukti-bukti hasil penyelidikan masih belum kuat.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, Komnas HAM mengapresiasi inisiatif Presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
”Ini merupakan langkah maju yang dilakukan Presiden dengan memerintahkan Jaksa Agung untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat,” ucapnya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Senin (4/6/2018).
Pada Kamis (31/5/2018), Presiden Jokowi menerima kedatangan para aktivis HAM yang selama ini melakukan aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka, Jakarta.
Setelah pertemuan itu, Jokowi berencana untuk memanggil Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto untuk membicarakan masalah tersebut. Presiden juga memerintahkan Jaksa Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM.
Ahmad mengatakan, Komnas HAM sebenarnya telah menyerahkan laporan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran HAM kepada Jaksa Agung. Menurut dia, seharusnya Jaksa Agung segera membentuk tim penyidik untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan, berkas laporan tersebut telah lama dikirimkan kepada Kejaksaan Agung. Ada sejumlah berkas yang tidak diproses hingga 10-15 tahun lamanya.
Komnas HAM telah menyampaikan sembilan berkas terkait kasus pelanggaran HAM berat. Beberapa kasus tersebut seperti kasus peristiwa tahun 1965, Mei 1998, peristiwa Semanggi 1 dan 2, hingga kasus penculikan aktivis dan penembakan misterius.
Ahmad mengatakan, Jaksa Agung perlu bertindak sebagai penyidik sesuai dengan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. ”Kewenangan kami sebagai Komnas HAM hanya melakukan penyelidikan,” ujarnya.
Sikap Jaksa Agung
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo siap melaksanakan permintaan Presiden Jokowi untuk berkoordinasi dengan Komnas HAM. Langkah itu kelanjutan dari komunikasi yang terjalin untuk mencari solusi penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
”Kami akan bahas. Kemungkinannya kami bawa ke DPR, khususnya untuk peristiwa sebelum Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM. Untuk pelanggaran HAM setelah itu, ada sejumlah kasus yang akan kami selesaikan,” ujar Prasetyo (Kompas, 2/6/2018).
Namum, Jumat (1/6/2018), Prasetyo menilai bukti-bukti dari hasil penyelidikan Komnas HAM juga belum kuat. Selain itu, Prasetyo menganggap bahwa bukti-bukti tersebut hanya merupakan opini dan asumsi dari Komnas HAM.
Choirul menyatakan, tindak penyelidikan yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur yang ada. Ahmad menambahkan, pernyataan Prasetyo tidak sesuai dengan koridor hukum yang ada karena proses penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM sudah sesuai dengan kepatutan dan kewenangan yang ada.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menjelaskan, ada dua kemungkinan Kejagung belum memproses berkas tersebut.
Menurut dia, hal tersebut tergantung dari kemauan politik Jaksa Agung. Kedua, kemungkinan kapasitas Jaksa Agung belum mampu untuk melakukan penyidikan.
”Bisa jadi, kejaksaan hanya mampu untuk melakukan proses penuntutan. Oleh sebab itu, sebaiknya Jaksa Agung bisa meminta Komnas HAM untuk melakukan proses penyidikan dengan surat perintah,” ujarnya.
Selain itu, Usman mengapresiasi langkah Jokowi untuk menemui para aktivis dan keluarga korban pelanggaran HAM. Menurut dia, perlu ada langkah lanjutan agar Jokowi bisa membuat keputusan presiden dan bertemu DPR untuk membentuk sidang ad hoc terkait kasus pelanggaran HAM berat.
”Kami masih optimistis bahwa pemerintah sanggup menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat ini. Selain itu, pemerintah perlu menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM berat ini secara menyeluruh dan tidak pandang bulu,” ujarnya.