JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan mengenai pelanggaran kode etik yang dilakukan Sekretaris Daerah Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji kian berlarut. Kementerian Dalam Negeri menyerahkan pembahasan dan penentuan hukuman kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy Gandakusumah saat dihubungi dari Jakarta, Senin (4/6/2018), mengatakan, dalam rapat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), belum ada keputusan mengenai tindak lanjut kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji. Berdasarkan Surat Rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nomor B-900/KASN/4/2018/ tanggal 24 April 2018, Rayendra dinyatakan melanggar kode etik ASN karena terbukti memihak kepada salah satu pasangan calon dalam Pilkada Kota Bekasi 2018. Ruddy direkomendasikan memberikan sanksi disiplin sedang untuk Rayendra dalam waktu 14 hari setelah surat diterima.
Ruddy menambahkan, rapat yang difasilitasi Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kemendagri, Makmur Marbun itu memutuskan, tindak lanjut atas pelanggaran kode etik Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi RS diserahkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Pemprov Jawa Barat bertanggung jawab menyelenggarakan sidang majelis etik untuk menentukan hukuman yang akan dijatuhkan.
Dalam rapat tersebut, hadir seluruh perwakilan yang diundang, yaitu dari pihak Kemendagri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Pemerintah Kota Bekasi. Adapun pihak yang tidak hadir adalah dari Badan Kepegawaian Negara. Rapat berlangsung pada pukul 14.30-16.00.
”Berdasarkan keputusan rapat, saya harus menunggu hasil pembahasan di Pemprov Jawa Barat,” kata Ruddy.
Asisten Komisioner Bidang Pengaduan dan Penyelidikan KASN Sumardi mengakui, penyerahan wewenang penentuan hukuman kepada Pemprov Jawa Barat akan memperlambat pemberian sanksi kepada Rayendra. Namun, proses tersebut harus dilakukan karena pelanggaran dilakukan ASN dengan pangkat tertinggi di Kota Bekasi.
Selain itu, Penjabat Wali Kota Bekasi tidak bisa memberikan sanksi secara langsung karena pangkat/golongannya sebagai pegawai negeri sipil berada di bawah sekda. Sekda menduduki golongan IV e, yaitu sebagai pembina utama, sedangkan penjabat wali kota menduduki golongan IV d, yaitu sebagai pembina utama madya.
”Ini kerumitan yang terjadi jika pelanggaran dilakukan oleh ASN dengan pangkat tertinggi di sebuah kota,” ujar Sumardi.
Ia menambahkan, proses pemberian sanksi kepada Sekda Kota Bekasi selanjutnya bergantung pada proses pelaksanaan oleh Kemendagri. Kemendagri perlu mengurus administrasi penyerahan wewenang dari Penjabat Wali Kota Bekasi kepada Pemprov Jawa Barat. Selanjutnya, Pemprov Jawa Barat baru akan ambil bagian.
Meski menghabiskan waktu lama, penindakan terhadap Sekda Kota Bekasi akan tetap dilakukan. ”Pemberian sanksi tetap akan dilakukan walaupun Pilkada Serentak 2018 sudah berlangsung,” ujar Sumardi.
Sumardi mengimbau masyarakat dan Panitia Pengawas Pemilu Kota Bekasi agar lebih aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pilkada dan melaporkan setiap pelanggaran yang dilakukan ASN. Pengawasan yang dilakukan masyarakat dan Panwaslu menjadi tumpuan penyelenggaraan pilkada yang bersih dan pencegahan pelanggaran serupa oleh ASN.