”Obat Kesabaran” Tak Boleh Habis
Yoe Hendyansah mencegat seorang pria paruh baya yang hendak masuk ke ruang tunggu Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku, melalui pintu keluar, Senin (4/6/2018).
Yoe menegur dengan halus, tetapi pria yang tak mengantongi tiket itu ngotot ingin masuk dengan dalih mengantar sesuatu buat temannya yang sudah naik ke atas kapal.
Yoe lalu menunjukkan sebuah spanduk yang terpampang di dekat pria itu berdiri, yang isinya pengantar tidak diperkenankan masuk.
Sambil menggerutu, pria itu pergi dan bergabung kembali dengan teman-temannya. Kompas mendekat dan mencoba menguping pembicaraan mereka. Ternyata pria itu tak memiliki tiket. Menyamar sebagai pengantar adalah modus yang paling mungkin. Lama bertugas di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Ambon, Yoe sudah hafal dengan modus itu.
Tak terhitung berapa banyak ia menghadapi orang semacam itu. Selain warga biasa, sering juga ia menghadapi oknum TNI dan Polri. Mereka datang dengan mengenakan seragam lengkap. Untuk urusan itu, petugas sipil biasanya menyerahkan kepada anggota Marinir yang diperbantukan di pelabuhan. Kompas pernah menyaksikan hal itu pada arus mudik tahun 2016.
Seorang anggota Marinir dengan berat hati memberi kode kepada seorang anggota Polri yang masuk mengantar keluarganya. Padahal, pada saat yang bersamaan, anggota Marinir itu melarang pengantar yang lain masuk. ”Di sini tidak hanya kesabaran, tetapi juga makan hati,” kata Yoe.
Arus mudik di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, dalam beberapa tahun sebelumnya selalu diwarnai dengan saling dorong. Tahun 2015, misalnya, beberapa pemuda menyerang kantor kesyahbandaran karena tiket habis terjual. Mereka adu mulut hingga bentrok, kemudian berurusan dengan polisi.
Juga tak jarang para penumpang memaksa pihak kesyahbandaran agar mencabut larangan berlayar seperti pada 2016. Padahal, ketika itu gelombang sedang tinggi. Mereka juga memaksa untuk menggunakan kapal barang karena tiket kapal penumpang habis. Kantor kesyahbandaran sering menjadi sasaran demonstrasi.
Kini, tanggung jawab terbesar ada di penjaga pintu masuk ruang tunggu. Awak kapal praktis tak dibebani lagi dengan urusan semacam itu. Seperti kata Yoe, mereka tak boleh emosi. Semacam perlu ada ”obat kesabaran” bagi mereka yang setiap hari menghadapi orang dengan berjuta karakter.
Nasri (31), penumpang kapal, mengatakan, penyebab utama mereka yang tak dapat tiket membuat kericuhan adalah ketidakadilan terhadap pelayanan transportasi laut di Indonesia. Menjelang arus mudik, wilayah bagian barat Indonesia dipersiapkan. Jalan tol dibangun, jalan rusak diperbaiki, gerbong kereta ditambah, dan mudik gratis di mana-mana.
Sementara daerah kepulauan, seperti Maluku, minim perhatian. Padahal, pemerintah sudah memprediksi kenaikan jumlah penumpang. Dari data pos komando mudik di Pelabuhan Yos Sudarso, jumlah pemudik diperkirakan naik 3 persen dari 63.015 orang pada 2017 menjadi 64.901 orang pada 2018 ini. ”Kalau ada keseimbangan antara jumlah pemudik dan kapal pasti tak ada yang ribut,” kata Nasri.
Petugas tol
Selain petugas pelabuhan, petugas tol juga mesti bekerja keras saat momentum mudik Lebaran. Senin siang, Imam Susanto (29) merebahkan badannya di salah satu ruang istirahat di kantor Gerbang Tol (GT) Cikarang Utama, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Bekerja ekstra pada masa mudik Lebaran sudah dirasakan pria asal Kebumen, Jawa Tengah, itu dalam empat tahun terakhir. Pada tahun ini, di balik keramahan Imam membantu pengguna tol terselip sedikit kecemasan. Istrinya tengah mengandung sembilan bulan dengan hari perkiraan lahir pada 12 Juni. Imam berharap di sela kesibukannya tetap dapat mendampingi istri melahirkan anak pertamanya.
Hal serupa dirasakan Winda Junianti (29) yang selalu melaksanakan shalat Idul Fitri di dekat GT Cikarang Utama dalam beberapa tahun terakhir. ”Ada sedihnya juga karena enggak bisa berkumpul dengan keluarga. Namun, ini sudah menjadi tanggung jawab kami dan harus dijalankan,” ujar Winda.
Hal yang sama juga dialami Ngadino, manajer pengendalian lapangan di ruas Tol Salatiga-Kartasura (32,2 kilometer). Pada arus mudik dan arus balik Lebaran, ia harus memonitor lalu lintas di ruas tol fungsional tersebut agar tetap lancar. ”Keluarga di Semarang juga sudah maklum dan paham dengan pekerjaan saya. Tugas ini juga untuk melayani kepentingan masyarakat dan negara,” kata bapak dua anak itu.