Dian Dewi Purnamasari/Zulkarnaini/Ismail Zakaria/Cokorda Yudistira
·5 menit baca
BATAM, KOMPAS - Empat anak buah kapal Sunrise Glory pembawa sabu 1,037 ton, bakal dituntut hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Tuntutan ini seiring keyakinan tim penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN), bahwa keempatnya tak lain bagian dari jaringan perdagangan sabu internasional asal Taiwan.
Kapal ikan Sunrise Glory ditangkap Gugus Keamanan Laut Armada Barat (Guskamla Armabar) TNI AL, 7 Februari 2018 di perairan selat Philip, Kepulauan Riau. Awalnya, kapal diduga hanya melanggar perizinan karena tanpa dokumen asli. Ternyata, setelah dicek tim gabungan dari BNN, Tim Western Fleet Quick Response (WFQR) IV, Lanal Batam, dan Bea Cukai, kapal memuat 41 karung berisi 1.019 bungkus sabu, seberat total 1,037 ton sabu. Sabu disembunyikan di dalam palka di belakang kapal.
BNN lalu menahan empat anak buah kapal warga negara Taiwan itu, yakni Chen Chung Nan, Chen Chin Tun, Huang Ching An, dan Hsieh Lai Fu. Penyelidikan dan penyidikan kasus itu berlangsung selama kurang lebih tiga bulan.
Setelah berkas lengkap (P21), keempat tersangka dan barang bukti lalu diserahkan kepada Kejaksaan Agung RI. Berkas, barang bukti, dan tahanan lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Batam oleh kejagung. Serah terima secara simbolis barang bukti sabu dan kapal dilaksanakan di dermaga Fasharkan Mentigi, Kepri, Senin (6/4/2018).
Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Kejagung Dedy Siswadi mengatakan, tim jaksa dipastikan akan menuntut keempat anak buah kapal itu, dengan hukuman maksimal. Dalam surat dakwaan yang sedang disusun, keempat tersangka akan didakwa pasal 114 ayat 2 juncto pasal 132 ayat 1 Undang Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika. Surat dakwaan disusun dalam sepekan terakhir ini, dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Batam untuk disidangkan.
“Barang bukti dan tersangka sudah diserahkan ke kejaksaan. Mulai hari ini (Senin), barang bukti dan tahanan menjadi kewenangan jaksa,” ujar Dedy sambil menjelaskan, tim penuntut terdiri dari minimal empat jaksa, diketuai Kepala Kejari Batam.
Terhubung ke produsen
Kepala BNN Komisaris Jenderal Heru Winarko mengatakan, meski hanya menjadi anak buah kapal, penyidik yakin keempat tersangka terlibat jaringan narkoba internasional. Pasca penangkapan di perairan Kepri, BNN juga berkoordinasi dengan kepolisian Taiwan untuk mendalami kasus itu. Ternyata, di Taiwan keempatnya terhubung dengan pabrik narkoba dan laboratorium ilegal.
Dari penyelidikan diketahui, sindikat itu merencanakan pengiriman 830 kilogram sabu ke Indonesia, jika sabu 1,037 ton itu bisa diselundupkan. Selain itu, juga akan dikirim 3 ton sabu ke Filipina, melalui jalur laut. “Bisa kita kembangkan, melalui koordinasi dengan kepolisian Taiwan. Lainnya masih kita dalami,” ungkap Heru.
Direktur Prosekusor dan Psikotropika BNN Brigadir Jenderal Anjan Pramuka menambahkan, kepolisian Taiwan juga sudah mengambil black box di kapal, untuk mengetahui rute perjalanan kapal sebelum tertangkap di selat Philip. Dari barang bukti yang jumlahnya besar, penyidik meyakini kapal sudah beberapa kali menyelundupkan sabu ke perairan RI.
“Empat orang ini memang cuma membawa dan mengantar. Belum disampaikan berapa imbalan di tiap pengiriman, tetapi diperkirakan antara Rp 50 juta-Rp 100 juta,” katanya.
Keempat tersangka sudah menunjuk tim pengacara dari firma hukum Saksono dan Suyadi di Jakarta. Herdiyan Saksono, selaku penasihat hukum tersangka mengatakan, ia diminta keluarga tersangka untuk mendampingi.
Tim penasihat hukum juga dibantu penerjemah bahasa Taiwan untuk berkomunikasi dengan tersangka. Dari pengakuan sementara para tersangka, mereka tidak tahu barang yang dibawa adalah sabu. Sebelumnya, mereka nelayan lulusan SMP, dan pernah bekerja sebagai nelayan di Bali. Mereka tergiur mengambil order itu karena iming-iming upah Rp 50 juta.
Asisten Pengamanan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda S Irawan menjelaskan, sesuai instruksi presiden dan panglima TNI, jajaran TNI AL meningkatkan kewaspadaan dan sinergitas di laut. Operasi intelijen di laut terutama peredaran narkoba, akan ditingkatkan. Seluruh perairan akan diwaspadai karena mungkin jaringan narkoba akan berpindah tempat, dan berganti cara penyelundupan. “Kita awasi semua, termasuk pelabuhan-pelabuhan tikus di Batam,” kata S Irawan.
Kasus di Aceh dan Sumbar
Masih terkait peredaran narkoba di Pulau Sumatera, juga didapati sejumlah kasus di Aceh dan Sumatera Barat. Dari Banda Aceh dilaporkan, jelang Lebaran peredaran narkoba di Aceh kian merajalela. Sejak Mei hingga Juni 2018 sebanyak 33 tersangka pengedar narkoba ditangkap polisi, dan sejumlah barang bukti sabu maupun ganja, disita.
Direktur Reserse Narkoba Polda Aceh Komisaris Besar Agus Sarjito, Senin di Banda Aceh mengungkapkan, dua bulan terakhir peredaran narkoba cukup masif. Hampir tiap hari, lanjut Agus, di tingkat kepolisian resor atau kepolisian sektor di Aceh, ada penindakan kasus narkoba. Pelakunya bervariasi dari mahasiswa, petani, hingga pegawai negeri. Mayoritas yang ditangkap adalah pengedar.
Penangkapan terbaru pada Minggu (3/6/2018) di Banda Sakti, Lhokseumawe. Polisi menahan tiga tersangka ZU (20), IK (20), dan IS (35). Polisi menyita sabu tiga paket sabu.
Di Padang, Sumbar, Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumbar menangkap mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Serang, Banten, berinisial CRT (27). Mahasiswa yang juga bekeja sebagai penyiar radio itu ditangkap karena diduga membawa sabu seberat lima kilogram.
Kepala Polda Sumbar Inspektur Jenderal Fakhrizal mengatakan, CRT ditangkap di hotel di Jalan Jenderal Sudirman Padang, Jumat (1/6/2018) sekitar pukul 01.00 dini hari WIB. “Barang itu, dibawa dari Riau melalui jalur darat menuju Padang. Rencananya, selepas transit di Padang, dibawa ke Jakarta dengan pesawat,” kata Fakhrizal.