Masih Banyak Siswa Miskin Belum Terdata Kartu Indonesia Pintar
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tahun keempat pelaksanaan Program Indonesia Pintar, masih banyak siswa usia sekolah dari keluarga miskin yang belum menerima Kartu Indonesia Pintar. Distribusi dan pencairan dana Kartu Indonesia Pintar juga masih bermasalah.
Temuan ini berdasarkan hasil survei exclussion error Program Indonesia Pintar/PIP (mensurvei siswa miskin yang seharusnya terdaftar sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar/KIP, ternyata tidak terdaftar) yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pemantauan pelaksanaan KIP dilakukan di empat daerah yakni Kota Yogyakarta, Kota Medan, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Kupang pada Desember 2017 - Maret 2018.
Peneliti di Divisi Investigasi ICW Lais Abid di Jakarta, Selasa (5/6/2018), mengatakan, dari survei ditemukan sekitar 42,9 persen anak usia sekolah (7-18 tahun) dari keluarga miskin tidak menerima KIP. Siswa miskin yang seharusnya menjadi sasaran penerima KIP tidak didaftarkan sekolah maupun pihak kelurahan/desa.
Sekitar 42,9 persen anak usia sekolah (7-18 tahun) dari keluarga miskin tidak menerima KIP.
"Hal ini berarti data yang digunakan untuk PIP/KIP tidak akurat. Pendataan kemiskinan dan penerima KIP ini perlu diperbaiki dan disinkronisasi oleh Kementerian Sosial, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan Badan Pusat Statistik," kata Lais.
Terkait pencairan dana KIP, ujar Lais, juga ditemukan masalah. Ada penerima KIP yang tidak memegang kartu fisik. Ada penerima KIP dari keluarga miskin yang mengaku sudah mendapat KIP, namun belum pernah mencairkan dana. Hal ini terutama dialami penerima KIP tahun 2015 dan 2016. Pencairan pun terlambat dilakukan.
"Keterlambatan ini perlu didalami lagi penyebabnya, apakah karena ketidaktahuan penerima, dana telat ditransfer, atau faktor teknis lainnya,"ujar Lais.
Pemanfaatan dana KIP dirasakan membantu biaya pendidikan. Dana PIP banyak digunakan untuk membayar pungutan sekolah berupa uang ekstrakurikuler, lembar kerja siswa, uang SPP/komite sekolah, dan study tour.
Belum tepat sasaran
Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan, survei ini setidaknya bisa jadi potret penyaluran KIP yang masih belum tepat sasaran dan waktu. Padahal, KIP menjadi salah satu program unggulan Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad mengatakan, data yang dipakai Kemdikbud didasarkan pada basis data terpadu yang selalu diperbarui setiap tahun, siswa yatim/piatu, dan siswa tidak mampu usulan sekolah. "Jika ada siswa yang layak dapat KIP, sekolah dapat mengusulkan melalui data pokok pendidikan," kata Hamid.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harris Iskandar, mengatakan untuk KIP menyasar usia 6-21 tahun. "Bagi yang tidak berada di sekolah, kami data supaya bisa menerima KIP. Mereka ditanya minatnya, apa hendak kembali ke sekolah/formal atau ke pendidikan nonformal," kata Harris.