JAKARTA, KOMPAS — Menjelang Lebaran, pedagang konvensional mengalami penurunan omzet penjualan. Konsumen saat ini lebih memilih berbelanja melalui e-dagang. Besarnya potensi penerimaan negara dari e-dagang tidak teroptimalkan karena pemerintah belum memiliki regulasi yang mengatur e-dagang.
Pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Pendi Jaya (30), menuturkan, menjelang Lebaran tahun ini dirinya mengalami penurunan omzet hingga lebih dari 50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jika tahun lalu Pendi mampu mengantongi omzet Rp 4 juta dalam sehari, kini omzet yang dia dapatkan berkisar Rp 800.000 hingga Rp 1 juta per hari.
”Kalau ramai, maksimal paling cuma Rp 2 juta,” kata Pendi, Rabu (6/6/2018) di Pasar Tanah Abang, Jakarta.
Ia menduga, penurunan omzet disebabkan harga pakaian yang dijualnya mengalami kenaikan. Hal itu membuat permintaan terhadap barang menjadi berkurang. Menurut Pendi, harga pakaian yang dijualnya rata-rata meningkat Rp 10.000 dibanding tahun lalu. Harga pakaian, ujarnya, naik sejak diambil dari pabrikan.
Hal serupa dialami pedagang lain, Munir (27). Pada Lebaran tahun lalu, Munir bisa memperoleh omzet hingga Rp 10 juta dalam sehari. Kini ia hanya mampu mengumpulkan Rp 5 juta per hari.
”Harga baju anak-anak yang saya jual juga naik rata-rata Rp 2.000 hingga Rp 5.000,” katanya.
Ketika ditemui di Blok B Pasar Tanah Abang, pedagang baju gamis Arlinawati (42) tengah menanti calon pembeli di kiosnya. Seorang karyawan Arlinawati berteriak memanggil-manggil pengunjung di depan kios. Sekitar 25 menit berlalu, tak seorang pengunjung Blok B Pasar Tanah Abang pun menghampiri kiosnya.
Arlinawati mengalami penurunan omzet hingga 50 persen. Jelang Lebaran tahun lalu, Arlinawati bisa memperoleh omzet Rp 20 juta sehari, kini ia hanya dapat mengumpulkan Rp 10 juta per hari.
Menurut dia, kehadiran e-dagang berpengaruh besar terhadap bisnisnya. Penurunan omzet membuat Arlinawati harus putar otak untuk menekan pengeluaran. Ia juga harus memikirkan tunjangan hari raya, biaya sewa kios, dan juga gaji karyawan. Apabila omzet tergerus, ia harus mencari pinjaman tambahan untuk menutupi pengeluaran agar bisnis tetap berjalan.
”Harga-harga di toko online lebih murah. Makanya pembeli lebih memilih belanja di sana,” ujar Arlinawati.
Arlinawati mengatakan, akhirnya dirinya harus membanting harga. Namun, upaya tersebut rupanya tak memengaruhi penjualan tokonya. Untuk baju muslim jenis brokat, ia pangkas harganya dari Rp 600.000 menjadi Rp 450.000. Selain itu, baju gamis bordiran yang semula dibanderol Rp 500.000 sekarang dijual Rp 350.000.
”Harga barang saya pangkas untuk menyesuaikan dengan daya beli masyarakat,” katanya.
Melejit
Di sisi lain, transaksi di situs-situs belanja daring meningkat menjelang Lebaran. Head of Public Relations Blanja.com Rieka Handayani menuturkan, jumlah transaksi di Blanja.com meningkat 30-40 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan itu, lanjutnya, terjadi dua minggu jelang bulan puasa.
”Produk yang paling dicari itu gawai, fashion, dan perabotan rumah tangga,” ujar Rieka.
Ia mengatakan, hampir semua perusahaan e-dagang gencar mengampanyekan promosi dan sejumlah penawaran menarik pada bulan Ramadhan.
Hampir semua perusahaan e-dagang gencar mengampanyekan promosi dan sejumlah penawaran menarik pada bulan Ramadhan.
Hal itu karena bulan Ramadhan menjadi momentum puncak konsumsi masyarakat selain Natal dan Tahun Baru. Rieka memprediksi kenaikan transaksi bakal berlanjut hingga seminggu ke depan.
Manajer Hubungan Masyarakat Bukalapak.com Evi Andarini mengatakan, setiap tahun animo masyarakat untuk berbelanja daring semakin tinggi. Ia menjelaskan, pada bulan Ramadhan transaksi di Bukalapak.com meningkat dua kali lipat dibandingkan hari biasa.
Momentum Lebaran dimanfaatkan Bukalapak.com untuk menggaet konsumen sebanyak-banyaknya melalui beragam promo menarik.
Sementara itu, Chief Executive Officer PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Muhammad Feriadi menyampaikan, bulan Ramadhan merupakan puncak bagi industri jasa pengiriman barang.
Hingga Rabu, JNE mencatat kenaikan pengiriman barang mencapai 30 persen. Feriadi menargetkan dapat meningkatkan transaksi pengiriman barang hingga 40 persen pada Lebaran tahun ini. ”Sebanyak 50 persen peningkatan tersebut ditopang transaksi e-dagang,” ucapnya.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pergeseran transaksi dari belanja konvensional ke platform e-dagang terjadi karena berbelanja secara daring lebih efisien dari sisi harga, waktu, dan tenaga. Produk yang dijual murah di e-dagang, lanjut Enny, justru berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat.
Pergeseran transaksi dari belanja konvensional ke platform e-dagang terjadi karena berbelanja secara daring lebih efisien dari sisi harga, waktu, dan tenaga.
Sayangnya, kata Enny, belum ada regulasi yang mengatur e-dagang. Padahal, regulasi diperlukan agar pemerintah tidak kehilangan potensi dari pajak dan juga penghitungan aktivitas ekonomi.
Jika regulasi e-dagang telah dirumuskan, hal itu akan membuat transaksi e-dagang akan tercatat. Selanjutnya, data itu akan berguna untuk penghitungan produk domestik bruto.
”Ini penting karena ini menjadi dasar pemerintah mengambil kebijakan,” ujar Enny.