Seperti tahun sebelumnya, khidmatnya Ramadan tahun ini kembali terusik. Vandalisme dan tawuran berkedok Sahur on The Road (SOTR) terjadi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Depok, dan Bogor.
Polisi menemukan senjata tajam dari para pelaku tawuran yang ditangkap. Di Jakarta Timur, peserta tawuran bahkan menyiramkan air keras yang menyebabkan dua warga luka.
“Saya heran kenapa hari Minggu banyak sekali tawuran. Mereka mau SOTR, tapi bawa senjata tajam. Berarti sudah berniat tawuran. Kalau ketemu polisi, mereka langsung ngacir,” kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Indra Jafar, Senin lalu.
Jakarta Selatan, Minggu (3/6/2018) dini hari, adalah wilayah yang paling banyak menjadi lokasi tawuran termasuk vandalisme berupa corat-coret bertuliskan “SOTR” di terowongan Mampang, Jakarta Selatan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Selasa, memastikan polisi sedang bekerja mencari pelaku vandalisme. Polres Jakarta Selatan membentuk tim dan sudah mulai memeriksa saksi. “Untuk mencegah tawuran SOTR, Polri dan TNI melakukan patroli skala besar. Kami sudah melarang SOTR. Kalau tetap dilakukan akan ditangkap. Kalau ditemukan pidana akan kami proses,” ucap Argo.
Ia mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam mencegah tawuran maupun vandalisme. Keluarga harus menjaga anak-anak agar menjauhi tawuran dan vandalisme.
Menanggapi maraknya vandalisme dan tawuran, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan, masyarakat di tingkat Rukun Tetangga (RT) harus dilibatkan. Caranya dengan membentuk Satgas Perlindungan Anak di tingkat RT. “Di RT itu ada ketua dan sekretaris, lalu ada seksinya. Tambah satu seksi lagi yaitu seksi perlindungan anak, disebut Satgas Perlindungan Anak. Ini murni swadaya masyarakat,” kata pria yang akrab disapa Kak Seto.
Menurut Kak Seto, tugas Satgas Perlindungan Anak adalah peduli pada anak di lingkungannya. Misalnya menegur atau melaporkan jika melihat anak tidak bersekolah, anak tidak bergaul, atau mengalami kekerasan.
LPAI sedang menunggu waktu bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan supaya Jakarta jadi provinsi pertama yang seluruh RT-nya memiliki Satgas Perlindungan Anak. Daerah yang sudah memiliki Satgas Perlindungan Anak adalah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bengkulu Utara, serta Kota Tangerang Selatan.
“Anak dan remaja yang tawuran karena tidak menyalurkan potensi dan egonya dengan tepat. Akhirnya penyalurannya ke tawuran, geng motor, perisakan (bullying), narkoba, seks bebas. Yang penting jangan jadi pemadam kebakaran, tapi preventif (mencegah) dengan melibatkan masyarakat,” katanya.
Faktor otak
Psikolog klinis forensik Kasandra Putranto memandang fenomena vandalisme dan tawuran bukan terjadi tiba-tiba. Remaja Indonesia kini memang rentan stres, depresi, adiksi (kecaduan), dan kekerasan. Hal itu disebabkan kualitas kapasitas mental sejak dalam kandungan dan selama tumbuh kembang.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kualitas kapasitas mental itu, yakni angka kematian ibu, berat badan rendah saat lahir, balita kerdil, usia ibu sat melahirkan, kesehatan mental orangtua, pendidikan orangtua, pendidikan anak, kemiskinan, serta gizi dan nutrisi.
Kasandra mengungkapkan, faktor lingkungan, pergaulan dengan teman, serta minimnya fasilitas untuk berekspresi hanya faktor pemicu tawuran dan vandalisme namun bukan faktor penyebab.
“Solusi (tawuran) adalah perubahan total dengan memperbaiki gizi, meningkatkan kualitas orangtua, menunda pernikahan, dan menunda kelahiran. Karena perilaku manusia dipengaruhi kualitas otak,” ujarnya.
Persoalan vandalisme dan tawuran bagaikan sebuah lingkaran setan. Persoalan ini tidak sederhana seperti kriminalitas biasa yang cukup diselesaikan dengan hukuman pada pelaku.