Pendidikan Guru soal Lingkungan Bernilai Strategis
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan dan pelatihan bagi guru mengenai pembangunan berkelanjutan, terutama tentang lingkungan, bernilai strategis. Namun, materi tentang lingkungan dan dampaknya bagi masa depan berkelanjutan masih minim disampaikan kepada guru.
Padahal, guru punya peran mengajarkan soal lingkungan agar dapat memengaruhi kesadaran dan mengubah perilaku siswa terkait lingkungan.
Sebuah unggahan di blog World Education oleh Tim Global Education Monitoring (GEM) Report dari UNESCO di Hari Lingkungan Sedunia pada 5 Juni 2018 menyoroti isu pentingnya menyiapkan para guru untuk mengajarkan soal dampak dari lingkungan. Sebab, guru yang memahami isu soal lingkungan akan mengajarkan siswa untuk menghormati lingkungan demi masa depan berkelanjutan.
Dalam laporan GEM Tahun 2016, terdata baru delapan persen dari 66 negara yang disurvei, yang mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan dalam pendidikan guru di tahun 2013. Jumlah ini meningkat hanya dua persen dari tahun 2005.
Memantau pendidikan bagi guru ini dinilai penting karena dapat membantu penyiapan siswa untuk hidup dalam tantangan dunia yang terus berubah, terutama karena periaku hidup manusia. Memperluas pendidikan berbasis lingkungan dan mengembangkan literasi keterampilan ekologi dapat membantu siswa untuk mendaur ulang, mengkonsumsi secara bertanggung jawab, hingga menghemat dan memperbaharui energi.
Memperluas pendidikan berbasis lingkungan dan mengembangkan literasi keterampilan ekologi dapat membantu siswa untuk mendaur ulang, mengonsumsi secara bertanggung jawab, hingga menghemat dan memperbaharui energi.
Upaya untuk menguatkan peran guru dalam pendidikan pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development/ESD) salah satunya dilakukan majalah Komik Sains Kuark. "Lewat program pendidikan dan pelatihan guru di Kelas Lentera, kami membawa isu soal perubahan iklim untuk dikenali para guru," kata Direktur PT Kuark Internasional Sanny Djohan, di Jakarta, Kamis (6/6/2018).
Menurut Sanny, para guru dapat mengembangkan pembelajaran secara aktif dan kretif pada siswa soal isu perubahan iklim, yang jadi salah satu hal penting di ESD. Salah satunya, lewat pembelajaran sains.
"Sekolah punya peran yang penting juga untuk membangun kesadaran dan membentuk perilaku hidup siswa yang lebih ramah lingkungan, dimulai dari aksi hidup sehari-hari yang sederhana," kata Sanny.
Sampah plastik
Secara terpisah, praktisi ESD Aulia Wijiasih mengatakan, untuk sebagian besar sekolah-sekolah yang mengikuti sekolah Adiwiyata, Sekolah Hijau atau Sekolah ESD untuk pembelajaran sudah melaksanakan pengelolaan sampah khususnya kresek dan plastik, upaya hemat energi, pelestarian budidaya tanaman lokal.
Sebagian besar sekolah-sekolah yang mengikuti sekolah Adiwiyata, Sekolah Hijau atau Sekolah ESD untuk pembelajaran sudah melaksanakan pengelolaan sampah.
Masing-masing sekolah punya kekhasan sendiri sesuai kesepakatan atau potensi lokalnya. Ada yang mengelola bank sampah, menemukan energi alternatif seperti bioetanol atau briket dari limbah-limbah lokal atau kewirausahaan tanaman lokal atau produk-produknya. Ada juga yang fokus kepada konservasi air, energi dan satwa lokal, bekerja sama denganlembaga-lembaga tertentu.
Menurut Aulia, sekolah lain sebenarnya dapat memahaminya bisa saja lewat standar nasional pendidikan, manajemen berbasis sekolah, literasi, penguatan pendidikan karakter, dan sebagainya. "Namun, bisa jadi para guru atau pihak sekolah tidak mengetahui bahwa itu adalah bagian dari ESD secara komprehensif," kata Aulia.
Menurut Aulia, ESD ini bertujuan untuk menyiapkan siswa berpartisipasi dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi semua, baik dari sisi kualitas lingkungan, sosial, dan ekonomi.