CANBERRA, RABU — Para produsen minuman anggur (wine) Australia mengeluhkan langkah bea dan cukai China yang ”menahan” produk ekspor minuman anggur Australia di pelabuhan-pelabuhan China dengan alasan belum memenuhi persyaratan dokumen. Langkah Beijing ini terjadi setelah akhir tahun lalu, PM Australia Malcolm Turnbull mengecam campur tangan China dalam politik domestik Australia.
Para produsen minuman, antara lain Treasury Wine Estate yang merupakan salah satu produsen minuman anggur tebesar di dunia, Rabu (6/6/2018), mendesak Canberra menyelesaikan perbedaan pandangan antara Australia dan China. Alasannya, jika dibiarkan lebih lama, hal itu akan berdampak pada ekspor Australia secara keseluruhan.
Menteri Perdagangan Australia Steven Ciobo, Rabu, menyatakan telah meneruskan keluhan para produsen minuman anggur kepada otoritas China dalam kunjungan ke Shanghai beberapa waktu lalu. Ciobo mengklaim kunjungannya ”sangat sukses”. Namun, ia tidak mengungkapkan seberapa banyak minuman anggur yang sudah diizinkan keluar dari pelabuhan.
Ekspor minuman anggur Australia ke China melonjak sejak kedua negara membuat kesepakatan perdagangan bebas Desember 2015. Ekspor Australia melonjak dari 211 juta dollar Australia atau Rp 2,2 triliun pada 2015 menjadi hampir 1 miliar dollar Australia saat ini, atau hampir dua kali lipat nilai ekspor Australia ke Amerika Serikat.
Ekspor minuman anggur Australia ke China melonjak sejak kedua negara membuat kesepakatan perdagangan bebas Desember 2015.
Ketua Produsen Minuman Anggur Australia Tony Battaglene berharap situasi akan kembali normal. Ia mengakui sudah terdapat kemajuan sejak kunjungan Ciobo ke Shanghai. Menurut Battaglene, proses perizinan minuman anggur Australia itu berlangsung satu bulan lebih lama dari biasanya.
”Infiltrasi” China
Australia dan China terlibat perselisihan akhir tahun lalu ketika PM Turnbull mengeluhkan campur tangan politik China. Setelah itu, Beijing ”menutup diri” terhadap pejabat Australia sehingga menimbulkan ketidakpastian tentang agenda kunjungan Turnbull ke China tahun ini.
Menurut pengamat, jika tidak cepat diselesaikan oleh Pemerintah Australia, isu itu akan menjadi titik lemah pemerintah dalam menghadapi pemilu tahun depan. ”Memang ada yang mengganjal dalam isu politik. Namun, ketika isu ini diletakkan dalam konteks yang lebih besar, dengan kita melihat pertumbuhan ekspor minuman anggur, alangkah baiknya kita tidak salah menilai apa yang sedang terjadi,” kata Ciobo.
Pada awal Desember 2017, Beijing menuduh PM Turnbull telah membangkitkan ”histeria anti-China” setelah ia mengusulkan perlunya undang-undang anticampur tangan asing. Langkah Turnbull itu merespons laporan media massa Australia tentang pengaruh China dalam politik domestik negara itu.
Seperti dilaporkan The Economic Times (6/12/2017), media Australia menulis bahwa dinas intelijen Australia mengingatkan sejumlah elite politik negara itu yang pada dua tahun sebelumnya menerima donasi dari dua miliarder yang memiliki kaitan dengan Partai Komunis China. Laporan ini kemudian diprotes Kedubes China di Canberra, yang menyebut laporan tersebut sebagai berita bohong untuk memunculkan isu seolah-olah ada ”infiltrasi China” di Australia.