JAKARTA, KOMPAS — Cuaca panas musim kemarau yang terjadi saat ini di sejumlah wilayah Indonesia beberapa hari terakhir berpotensi memicu kebakaran di hutan dan lahan. Meski demikian, tetap ada potensi hujan di sejumlah wilayah. Kemarau panjang yang mengakibatkan tanah retak lalu tiba-tiba berganti hujan deras bisa memicu tanah longsor dan banjir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau pemudik agar tetap waspada terhadap potensi bencana tanah longsor dan banjir di beberapa jalur Pulau Jawa, Jumat (8/6/2018). Wilayah pantai utara Jawa akan diterpa cuaca panas dengan suhu berkisar 30-36 derajat celsius dengan suhu terpanas berada di sepanjang jalur Semarang-Surabaya (Kompas, 7/6/2018).
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, cuaca terik bisa memicu kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera Utara, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Kepala Bidang Prediksi Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Ramlan mengatakan, curah hujan pada Juni sangat kecil. Hal ini membuat potensi banjir dan tanah longsor juga kecil karena saat ini telah memasuki musim kemarau. Namun, tidak tertutup kemungkinan, terutama tanah longsor tetap menjadi ancaman bagi pemudik. Hal ini karena kemarau panjang bisa mengakibatkan tanah retak. Sementara hujan deras yang mengguyur tiba-tiba bisa melongsorkan tanah tersebut.
Berdasarkan peta rawan banjir dan tanah longsor yang dikeluarkan BNPB, titik rawan tanah longsor di Pulau Jawa berada di Bogor, Bandung, Banjarnegara, dan Malang. Di Sumatera, titik rawan tanah longsor berada di sepanjang Pantai Barat Sumatera.
”Tanah longsor bisa juga terjadi ketika tidak ada hujan. Itu berarti kondisi tanah memang sangat labil, atau mungkin juga karena faktor pengerukan,” kata Ramlan.
Kendati di beberapa titik wilayah Indonesia hujan telah mulai jarang turun, BNPB tetap menyarankan pemudik agar selalu waspada terhadap potensi tanah longsor. ”Sejak 2013 kami selalu bagikan peta rawan tanah longsor dan banjir kepada pemudik karena kemungkinan bencana itu terjadi pasti akan selalu ada,” kata Kepala Bidang Humas BNPB Rita Rosita Simatupang.
Menanggapi situasi ini, Ramlan mengatakan, pemangku kepentingan perlu terus mempererat koordinasi antarpihak. ”Dalam hal ini, BMKG, BNPB, dan Basarnas (Badan SAR Nasional) sebagai pemangku kepentingan harus selalu bekerja bersama untuk menghadapi kemungkinan darurat yang akan terjadi,” katanya menegaskan.
Gunung Merapi
BNPB juga mengimbau pemudik yang akan menuju atau melalui Yogyakarta dan sekitarnya untuk tetap waspada terhadap aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang hingga kini masih tinggi. Pemudik diminta waspada terhadap dampak sebaran abu vulkanik Merapi yang penyebarannya tergantung arah angin.
Gunung Merapi saat ini masih berstatus Waspada. BNPB telah berkoordinasi dengan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Yogyakarta dan sekitarnya untuk menyosialisasikan strategi tanggap bencana di Merapi agar masyarakat tidak panik.
Untuk dapat terus memantau aktivitas vulkanik Merapi, selain berkoordinasi dengan Pusdalops Yogyakarta dan sekitarnya, BNPB pusat juga bekerja sama dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Data terkini perkembangan aktivitas vulkanis Merapi yang dikirim PVMBG akan segera diinformasikan kepada masyarakat oleh BNPB.