KUPANG, KOMPAS Tujuh tahun terakhir, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, berada di zona merah dalam penerapan standar pelayanan publik. Penilaian itu dipengaruhi minimnya sarana-prasarana di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), serta rendahnya kedisiplinan aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Kupang.
Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton di Kupang, Kamis (7/6/2018) mengatakan, sejak 2010 Ombudsman melakukan survei standar pelayanan publik. ”Hasilnya, Kabupaten Kupang di zona merah. Padahal, kabupaten ini cuma berjarak 45 km dari Kota Kupang, pusat pemerintahan NTT,” kata Daton.
Ia menyatakan, dari survei itu diketahui peralatan seperti kursi, meja, komputer, dan kendaraan dinas, tidak tersedia di beberapa OPD. ”Banyak ASN juga pulang kantor pukul 11.00 Wita. Padahal, mereka berangkat dari Kota Kupang pukul 09.00, tiba di (pusat pemerintahan) Oelamasi pukul 10.00 Wita. Isi absensi, mengobrol sebentar, lalu pulang sekitar pukul 11.00 Wita,” kata Daton.
Kadang, lanjut dia, banyak juga ASN tidak masuk kantor karena tidak dijemput mobil Pemkab Kupang, yang dijanjikan akan menjemput. Fenomena itu tak hanya terjadi di lingkungan ASN. Para pejabat Pemkab Kupang pun mayoritas menetap di Kota Kupang.
Lima kabupaten/kota lain berada di zona kuning (sedang) yakni Kota Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara, Belu, Malaka.
Pelayanan publik itu diwajibkan UU Nomor 25/2005, tentang standar pelayanan publik oleh pemerintah. Pelayanan yang baik akan meningkatkan gairah ekonomi daerah itu, termasuk kesejahteraan warga.
Pemprov NTT masuk zona hijau (terbaik) terkait semua pelayanan publik. Baik itu pelayanan sistem administrasi manunggal satu atap (Samsat), pelayanan perizinan yang sudah terpadu satu pintu, dan tidak berbelit-belit. Pelayanan retribusi di pelabuhan, Bandar Udara El Tari Kupang, dan izin-izin usaha pun dipermudah. Tahun 2013, TTS juga di zona hijau.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia NTT, Marthen Mulik mengatakan, sukses Pemprov mestinya diikuti Pemkot Kupang. Ia menilai, pelayanan di pemkot masih berbelit-belit dan terkesan mempersulit, seperti dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, izin usaha, dan lain-lain. Sistem “upeti” pun diduga masih terjadi.