Oposisi Sebut Rakyat Sangat Membutuhkan Bantuan Kemanusiaan
Oleh
Retno Bintarti
·3 menit baca
CARACAS, RABU — Kelompok oposisi Venezuela meminta bantuan masyarakat internasional agar mendesak Pemerintah Venezuela membuka koridor bantuan kemanusiaan. Bantuan obat-obatan dan makanan merupakan prioritas yang ditunggu-tunggu di tengah krisis yang melanda di negara itu.
”Orang sekarat setiap hari. Kami meminta dunia memberi tekanan yang diperlukan guna menyelamatkan hidup,” kata Omar Barboza, ketua parlemen dalam temu pers yang diselenggarakan aliansi oposisi utama MUD, Rabu (6/6/2018) silam di Caracas. Parlemen merupakan satu-satunya institusi penting yang masih dikuasai oposisi.
Dalam pilpres 20 Mei lalu, MUD melancarkan boikot dan menganjurkan warga agar tidak memberi suara. Yang terjadi kemudian, Presiden Nicolas Maduro menang telak sehingga dia kembali memimpin hingga tahun 2025. Maduro memperoleh 5,8 juta suara, sedangkan satu-satunya lawan dalam pilpres itu, Henri Falcon, hanya mendapat 1,8 juta suara.
Di bawah kepemimpinan Maduro, Venezuela mengalami krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. Hiper inflasi yang mencapai tiga digit mengakibatkan negara kekurangan pangan dan obat-obatan. Ribuan orang terpaksa pergi ke luar negeri karena tidak melihat harapan di Venezuela.
Barboza menyambut baik keputusan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) yang menolak hasil pilpres. Dia mengatakan, harus ada pemilihan presiden lagi tahun ini yang mengikursertakan semua oposisi.
Resolusi OAS
OAS dalam pertemuan di Washington, Amerika Serikat, Selasa lalu, menghasilkan resolusi yang bisa mencoret Venezuela dari keanggotaan organisasi itu. OAS meminta negara-negara anggota melaksanakan langkah politik dan ekonomi ”untuk membantu pemulihan orde demokrasi di Venezuela”. Dalam pertemuan ke-48, resolusi mendapatkan dukungan dari 19 negara dari 34 negara. Sebanyak 4 negara menolak, sedangkan 11 negara lainnya bersikap abstain.
Resolusi didukung antara lain oleh Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Kanada, Kosta Rika, Chile, Guatemala, Meksiko, Paraguay, dan Peru. Dengan hanya 19 suara, Venezuela belum bisa dikeluarkan dari keanggotaan. Dibutuhkan sedikitnya 24 suara agar proses pengeluaran Venezuela bisa dilakukan. Wakil AS dalam pertemuan itu, Carlos Trujillo, mengatakan, kendati suara tak memadai, yang pasti Maduro ”hanya mempunyai tiga teman”.
Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza mengatakan, resolusi membuka jalan semua opsi, termasuk intervensi militer. ”Siapa saja yang mendukung resolusi ini juga mendukung intervensi militer di Venezuela,” katanya. ”Ini terpulang kepada hari nurani Anda.”
Pernyataan dalam resolusi kali ini merupakan yang terkeras terhadap krisis Venezuela sejak tahun 2016 ketika Sekjen OAS waktu itu menyatakan negara tersebut menderita karena ”orde demokrasi sudah mati”.
Dalam resolusinya, OAS juga menyatakan kemenangan Maduro dalam pemilihan presiden tak didukung oleh proses yang sah.
Pernyataan dalam resolusi kali ini merupakan yang terkeras terhadap krisis Venezuela sejak tahun 2016.
Dalam majelis umum tahun lalu di Cancun, Meksiko, para menteri luar negeri gagal mendapatkan suara agar Pemerintah Venezuela mempertimbangkan kembali rencananya tidak membuat amandemen konstitusi dan menghormati pembagian kekuasaan. Dalam konstitusi yang diperbarui itu, antara lain dihasilkan majelis konstituante yang mempunyai kekuasaan besar. Sebagian anggota majelis ini merupakan pendukung Maduro.
Sebelumnya, dua negara telah dikeluarkan dari keanggotaan OAS, yaitu Kuba dan Honduras. Kuba diskors pada tahun 1962. Namun, pada tahun 2009, keputusan skorsing dicabut sehingga Kuba bisa ikut bergabung lagi. Meski demikian, Kuba memilih tidak bergabung lagi dengan OAS. Adapun Honduras dikeluarkan pada tahun 2009 menyusul kudeta militer yang terjadi di negara itu. (AFP/AP)