Pemanfaatan Infrastruktur Butuh Dukungan Semua Institusi
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pembangunan infratruktur yang masif akhir-akhir ini harus mendapat dukungan dari pihak lain. Harapannya, pemanfaatan infrastruktur itu menjadi maksimal dan bisa menjadi pendorong pertumbuhan di daerah setempat.
“Pembangunan sebuah infrastruktur itu tidak hanya menjadi tanggung jawab dari pihak yang membangun infrastruktur itu saja, tetapi harus didukung oleh semua pihak. Oleh karena itu butuh duduk bersama membicarakan dukungan masing-masing agar hasil yang didapat menjadi optimal," kata Anggota Komisi V DPR RI Yosef Umar Hadi di Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Menurut Yosef, ada beberapa infrastruktur yang dibangun ternyata tidak memiliki akses jalan, akses air bersih, dan dukungan listrik. Akibatnya, infrastruktur itu tidak bisa digunakan.
“Seharusnya saat perencanaan semua pihak diajak bicara dan menyampaikan semua rencana secara terbuka. Dengan demikian semua pihak menjadi tahu apa yang menjadi kewajiban dan potensi yang bisa diambil,” kata Yosef.
Dia mencontohkan, Bandara Kertajati yang bulan lalu diresmikan Presiden Joko Widodo belum dimanfaatkan oleh maskapai. Rencana menjadikan bandara ini sebagai embarkasi penerbangan haji, belum juga final. Selain itu ada juga pelabuhan-pelabuhan yang tidak bisa digunakan karena tidak mempunyai akses jalan.
Seharusnya saat perencanaan semua pihak diajak bicara dan menyampaikan semua rencana secara terbuka
Sementara anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Nusyirwan Soejono mengatakan, banyaknya bandara yang diresmikan selama tiga tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah cukup banyak. Perlu diakui, pembangunan bandara-bandar ini sebenarnya sudah direncanakan lama, namun baru bisa diwujudkan oleh Jokowi.
"Persoalan pembebasan lahan dan status lahan menjadi kendala waktu itu. Kalau sekarang, yang lebih penting adalah pemanfaatannya. Jangan sampai, setelah infrastruktur dibuat, lalu tidak dimanfaatkan. Padahal infrastruktur ini untuk mendorong pertumbuhan daerah," kata Nusyirwan.
Untuk pemanfaatan bandara, tambah Nusyirwan, sangat tergantung dari maskapai. Jika tidak ada maskapai yang mau terbang ke bandara itu, maka bandara itu akan sia-sia. "Maskapai bisa ambil bagian dari pengembangan dan pertumbuhan daerah dengan cara bersedia terbang ke bandara-bandara ini," tegas dia.
Diakui Nusyirwan, kondisi bandara memang berbeda dengan stasiun, dimana stasiun dan kereta api dikelola oleh institusi yang sama, yakni PT Kereta Api Indonesia. Sedangkan pengelola bandara berbeda dengan operator pesawat.
Manager Public Relation Sriwijaya Air Group Agus Soedjono mengatakan, pihaknya belum memutuskan untuk terbang ke Bandara Kertajati karena masih belum yakin akan potensi pasar. “Posisi Kertajati baik dari Bandung maupun dari Jakarta terlalu jauh. Dari Jakarta bisa jadi waktu yang dibutuhkan hingga tiga jam. Sedangkan dari Bandung, belum ada akses yang cepat,” kata Agus.
Namun, tambah Agus, Sriwijaya Air Group, selalu mendukung pembukaan bandara terutama yang berada di daerah pariwisata. “Sejak pariwisata ditetapkan sebagai sektor unggulan oleh pemerintah, kami berusaha untuk terbang ke destinasi itu. Contohnya Silangit dan Banyuwangi,” tegas dia.