Tiga anak ditemukan tewas. Mereka diduga korban kekerasan. Pemerintah perlu mengatasi masalah ekonomi dan memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi kepada warga.
CIMAHI, KOMPAS - Tiga anak ditemukan tewas di Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/6/2018). Seorang anak ditemukan tewas dengan tubuh penuh luka di Kabupaten Bandung Barat. Dua anak lainnya, bayi kembar, ditemukan tak bernyawa di tempat sampah di Kota Bandung.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Cimahi Ajun Komisaris Niko Adiputra mengatakan, jenazah anak lelaki tanpa identitas itu ditemukan warga di selokan Desa Kertajaya, Kabupaten Bandung Barat, Kamis sekitar pukul 06.30.
Tubuh anak yang diperkirakan berusia empat tahun itu terbungkus kantong plastik dan penuh luka lebam akibat benda tumpul. Di kaki kiri ditemukan luka tusuk. Tubuh korban terbilang kurus.
”Kami masih mendalami kasus ini. Dilakukan visum untuk mengetahui penyebab kematiannya. Jika ada warga yang kehilangan anak, harap melapor ke kami,” ujar Niko.
Selang empat jam, ditemukan jenazah bayi kembar perempuan di Tempat Penampungan
Sampah Sementara Sindangjaya, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung. Bayi yang dibungkus kantong plastik putih itu
diduga baru dilahirkan. Tubuh keduanya masih merah disertai ari-ari.
Menurut Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Hendro Pandowo, kasus itu masih diselidiki. Penyelidikan dipimpin Kepala Polsek Antapani.
Dipicu kondisi sosial
Menanggapi kasus yang menjadikan anak sebagai korban, Direktur Eksekutif Sapa Institut Sri Mulyati mengatakan, kejadian itu kerap dipicu kondisi sosial dan ekonomi pelaku. Sapa Institut adalah organisasi yang fokus pada perlindungan ibu dan anak di Jabar.
Menurut Sri, kondisi ekonomi yang serba kekurangan membuat pelaku putus asa sehingga nekat menelantarkan anaknya. Terkadang, orangtua tak tahan melihat anak merengek kelaparan atau kesakitan. Hal itu rentan memicu depresi sehingga muncul niat buruk berujung kematian.
Namun, bukan tidak mungkin kasus ini melibatkan perempuan korban kekerasan. Pihaknya sering menemukan kasus bayi dibuang oleh ibu korban pemerkosaan atau karena hubungan di luar nikah.
Sri mengatakan, kembali terulangnya kasus ini tak lepas
dari minimnya perhatian pemerintah, terutama kepada perempuan. Ibu yang kurang pendidikan atau pengetahuan tentang seks dan reproduksi kerap disalahkan ketika kasus ini terjadi. Padahal, peran lelaki atau ayah dari bayi itu bisa jadi sangat besar, seperti mendorong terjadinya kasus ini.
”Kami berharap pemerintah lebih fokus memberikan pengetahuan yang cukup tentang kesehatan reproduksi dan pendidikan seks yang benar kepada semua pihak. Jangan sampai kasus seperti ini terulang akibat mereka tidak punya cukup pengetahuan,” kata Sri.