Kemenkumham Tetap Tak Bersedia Undangkan PKPU Pencalonan
Oleh
Riana A Ibrahim dan Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap tidak bersedia mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan Anggota Legislatif apabila di dalamnya masih memuat larangan bekas narapidana korupsi menjadi caleg. Kemenkumham sudah mengirimkan surat kepada KPU terkait sikap dan masukan tersebut.
“Sudah dikirimkan (Kamis/7/6/2018) kemarin ke KPU. Kami berikan saran supaya KPU melakukan penyelarasan supaya tidak menabrak aturan yang lebih tinggi dan juga putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana, Jumat (8/6/2018) di Jakarta.
Dalam surat tersebut, Kemenkumham juga memberi waktu pada KPU untuk bertemu dengan Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Kementerian Dalam Negeri hingga Mahkamah Konstitusi. Pertemuan tersebut bertujuan untuk memperoleh masukan sehingga regulasi yang dikeluarkan sejalan dengan undang-undang di atasnya dan putusan pengadilan.
Kemenkumham juga memberi waktu pada KPU untuk bertemu dengan Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Kementerian Dalam Negeri hingga Mahkamah Konstitusi. Pertemuan tersebut bertujuan untuk memperoleh masukan sehingga regulasi yang dikeluarkan sejalan dengan undang-undang di atasnya dan putusan pengadilan
Awal pekan ini, KPU telah mengirimkan PKPU Pencalonan ke Kemenkumham untuk bisa diundangkan diundangkan.
Widodo juga menyebutkan, Bawaslu dan Kemendagri sebelumnya telah mengirimkan surat keberatan terhadap salah satu poin dalam PKPU khususnya terkait pelarangan bekas narapidana korupsi menjadi caleg. Mereka mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang menyebutkan mantan narapidana bisa mengikuti pemilihan asalkan terbuka dan jujur mengenai statusnya.
“Kami bisa memahami gagasan dari teman KPU dalam rangka pemberantasan korupsi. Tapi, di sisi lain juga harus menghormati putusan MK. Kami tetap akan mengundangkan, itu keharusan. Selama produk hukum yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak menabrak putusan peradilan,” tutur Widodo.
Secara terpisah, Komisioner KPU Ilham Saputra mengaku belum memeriksa perihal surat Kemenkumham tersebut. Akan tetapi, KPU tetap pada pendiriannya. Kemenkumham tidak berwenang untuk menilai isi peraturan tersebut. “Yang memutuskan menabrak UU atau tidak adalah Mahkamah Agung,” ujar Ilham.
Yang memutuskan menabrak UU atau tidak adalah Mahkamah Agung
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, penyelenggaraan pemilu menjadi kewenangan Komisi Pemilihan Umum. Oleh karena itu, KPU berhak melakukan pengaturan, termasuk mengenai persyaratan calon anggota legislatif. Usulan KPU agar caleg bukan bekas terpidana korupsi, dinilainya, tidak berlebihan. (Kompas, 6 Juni 2018).
Berkomunikasi
Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro mendorong KPU berkomunikasi langsung dengan Kementerian Hukum dan HAM. “Setidaknya, sebagai sesama lembaga negara, komunikasi langsung akan membangun pemahaman bersama dan tidak berpolemik di ruang publik,” tuturnya.
Sejauh ini, Presiden Joko Widodo tak terlampau tegas dengan sikapnya. Dalam penutupan Pengkajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kampus Uhamka, Jakarta, Selasa, 29 Mei lalu, Presiden mengatakan semua pihak harus taat pada undang-undang yang mengatur termasuk hak semua warga untuk memilih dan dipilih. Namun, pemerintah menghormati pula wilayah KPU sebagai lembaga independen yang berwenang mengatur dan melaksanakan pemilu, apalagi diakui PKPU tersebut disiapkan sebagai komitmen untuk mencari calon pejabat negara yang berintegritas dan tidak pernah berbuat cela.
Untuk memberi jalan tengah, Presiden mengusulkan supaya caleg yang mantan koruptor diberi tanda khusus kendati dibolehkan tetap mengikuti Pemilu. Dengan demikian, hak memilih dan dipilih dalam pemilu tak dilanggar.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan dasar hukum ini perlu diselesaikan KPU dan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, memang semestinya partai politik sendiri menawarkan calon-calon anggota legislatif yang berkualitas dan bersih.
“Kami di KPK selalu berharap calon yang ada adalah calon-calon terbaik, bukan mantan napi atau yang lain,” tuturnya seusai berbuka puasa bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, belasan duta besar negara sahabat, menteri, dan kepala lembaga negara di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (8/6/2018).