Pemerintah Perlu Tepis Spekulasi Mundurnya Yudi Latif
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah perlu menjawab dan menepis spekulasi yang muncul atas mundurnya Yudi Latif dari jabatan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Hal ini bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada publik sehingga spekulasi tersebut tidak menjadi perdebatan yang dapat menggangu tugas maupun kinerja dari BPIP.
Pakar komukasi politik Effendi Gazali di Jakarta, Sabtu (9/6/2018), menyampaikan, mundurnya Yudi Latif memunculkan tiga spekulasi di masyarakat. Spekulasi tersebut berkembang karena waktu pengunduran diri Yudi yang mendadak dan isu yang muncul terkait anggaran BPIP.
Spekulasi pertama atas mundurnya Yudi yaitu karena tekanan yang dihadapi dalam menjadi seorang birokrat atau Kepala BPIP. BPIP yang merupakan sebuah badan lembaga akan memiliki kewenangan mensinergiskan Ideologi Pancasila dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah.
Sebelumnya, pada Maret lalu, status Unit Kerja Presiden - Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) naik menjadi badan setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. BPIP dicatatkan dalam Lembaran Negara Nomor 17 pada 28 Februari 2018.
Saat masih menjadi UKP, kewenangan lembaga ini hanya sekedar memberi rekomendasi kepada presiden.
“Saat ini BPIP merupakan salah satu lembaga yang dinilai dapat menangkal masuknya ideologi selain Pancasila di Indonesia. Hal ini membuat tugas dan kehidupan orang yang terjun di dunia birokrasi menjadi sedemikian sulit,” ujar Effendi.
Spekulasi kedua menurut Effendi, yakni terkait anggaran untuk menggaji anggota BPIP. Pada akhir Mei lalu, hitungan standar gaji yang ditetapkan untuk anggota BPIP dinilai tidak jelas karena lebih besar daripada gaji Presiden dan Wakil Presiden. Namun, sejak dibentuk tahun lalu, anggota BPIP belum menerima gaji dari pemerintah.
Adapun spekulasi ketiga yang muncul ke publik ialah status urgensi atau mendesaknya BPIP dalam menumbuhkan kembali nilai-nilai Pancasila di Indonesia dalam kehidupan personal maupun komunitas.
Effendi menyatakan, spekulasi tersebut seolah mengindikasikan bahwa apa yang sedang dilakukan orang-orang BPIP ini merupakan sebuah hal yang penting atau tidak. “Jangan-jangan permasalahan nilai-nilai Pancasila ini memang belum terlalu mendesak, tetapi masalah kesejahteraan ekonomilah yang jauh lebih penting,” ujarnya.
“Saya pribadi berpikir tidak akan sampai ke tiga spekulasi tersebut dan percaya alasan Yudi Latif mundur adalah karena keluarga. Tetapi, pemerintah memang punya tugas untuk kemudian menjawab jangan sampai tiga spekulasi tadi menjadi sesuatu yang melatar belakangi mundurnya Yudi Latif,” tutur Effendi.
Alasan keluarga
Staf Khusus Presiden Joko Widodo bidang Komunikasi Johan Budi, kemarin, menuturkan, alasan keluarga menjadi penyebab Yudi Latif mengundurkan diri dari Kepala BPIP. Hal ini tercantum dalam surat pengunduran diri Yudi Latif yang dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo pada 7 Juni.
Yudi menyampaikan bahwa peningkatan status dari UKP menjadi BPIP otomatis akan membuat kesibukan meningkat. “Menurut Pak Yudi, beliau merasa tidak sanggup karena ada urusan keluarga yang harus diintensifkan. Alasan formalnya begitu, ada di surat,” kata Johan.
Meski demikian, dalam pernyataan pengunduran Yudi Latif yang disampaikan di laman media sosialnya, Yudi menyampaikan bahwa selama satu tahun, terlalu sedikit yang dikerjakan untuk persoalan yang besar.
Selain itu, dalam pernyataan tersebut, Yudi juga menyinggung perihal hak keuangan Dewan Pengarah serta Pelaksana BPIP.
“Setelah setahun bekerja, seluruh personil di jajaran Dewan Pengarah dan Pelaksana belum mendapatkan hak keuangan. Mengapa? Karena menunggu Perpres tentang hak keuangan ditandatangani Presiden,” ungkap Yudi dalam pernyataan tertulisnya di media sosial.
Terkait hal ini, sejumlah anggota Dewan Pengarah BPIP seperti Mahfud MD dan Said Aqil Siroj mengimbau agar lembaga ini tidak terpengaruh dengan isu dan polemik gaji para dewan pengarah BPIP.
“Mundurnya dia jelas karena dia ingin fokus mengurus keluarganya. Sebab dia kan orang tua tunggal. Dengan kapasitas kerja BPIP yang berat, ya dia merasa berat. Saya pun maklum dan kami tidak bisa menghalangi niatnya untuk mundur,” ujar Mahfud.