JAKARTA, KOMPAS — Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menilai modernisasi sistem penjualan tiket bus harus segera dilaksanakan. Sistem penjualan secara daring diharapkan dapat membuat penjualan tiket lebih transparan dan aman bagi calon penumpang.
“Saya juga lihat tadi di dalam bus tiket tidak tertulis dengan jelas tarifnya berapa. Nah ini yang akan diselesaikan melalui sistem berbasis teknologi. Saya minta mulai tahun depan sistem e-ticketing sudah bisa diterapkan di seluruh terminal di Jakarta,” kata Sandiaga usai meninjau kesiapan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur pada Minggu (10/6/2018) siang.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah yang juga hadir dalam kesempatan itu menyatakan kesiapannya untuk mendukung rencana kebijakan ini.
Sandiaga mengatakan, Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan beserta perusahaan-perusahaan otobus untuk mencari metode penjualan yang paling tepat. Sandiaga mengatakan bahwa tiket bus kelak dapat dibeli melalui bermacam-macam layanan penjualan tiket daring.
“Kami akan buka sistem penjualan ini, tidak akan eksklusif. Sehingga, penjualan bisa melalui layanan-layanan yang saat ini sudah sering digunakan masyarakat,” kata Sandiaga.
Terkait wacana tersebut, pihak pengelola Terminal Kampung Rambutan optimistis dapat memenuhi harapan Wakil Gubernur DKI. Kepala Terminal Kampung Rambutan Emiral August mengatakan, upaya ini akan diawali dengan rapat koordinasi internal Dinas Perhubungan dan juga dengan para perusahaan otobus.
“Selain itu, sarana prasarana juga harus dipersiapkan. Aplikasinya nanti juga harus dipersiapkan juga,” kata Emiral.
Terminal Kampung Rambutan adalah terminal tersibuk di DKI Jakarta. Pada masa mudik lebaran 2017, jumlah penumpang yang berangkat dari terminal ini dapat mencapai 17.000. Jumlah ini lebih besar dibandingkan Terminal Kalideres Jakarta Barat dengan sekitar 7.000 penumpang, dan Terminal Pulo Gebang Jakarta Timur dengan sekitar 6.000 penumpang.
Terminal ini menjadi tempat keberangkatan untuk 48 perusahaan otobus (PO) dengan 34 tujuan di Jawa Tengah dan Jawa Timur; 39 PO dengan 21 trayek di Jawa Barat; 21 PO dengan 8 trayek di Sumatra; dan 10 PO dengan 3 trayek di Banten.
Rencana ini disambut baik oleh masyarakat, contohnya Irfan (31), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Irfan menilai, pembelian tiket secara daring akan mempermudah calon penumpang bus. “Jadi tidak perlu ke terminal untuk beli tiket,” kata Irfan.
Pembelian tiket secara daring akan mempermudah calon penumpang bus. Jadi tidak perlu ke terminal untuk beli tiket
Namun, tanggapan yang berbeda disampaikan oleh Agus Suparman (42), seorang agen tiket perusahaan otobus. Menurut dia, penjualan tiket secara daring hanya mempermudah sebagian calon penumpang saja.
“Penumpang itu kan tidak bisa diseragamkan begitu. Tidak semua orang punya ponsel pintar untuk beli tiket. Mungkin yang bisa menggunakan sistem daring hanya penumpang bus kelas eksekutif dan super eksekutif,” kata Agus.
Menurut Agus, apabila kelak sistem daring diterapkan, penjualan tiket secara manual juga harus tetap dijalankan untuk melayani masyarakat yang belum biasa menggunakan sistem daring.
Hal yang senada juga disampaikan Endang (31), pemudik dengan tujuan Sragen, Jawa Tengah. Ia merasa lebih nyaman untuk membeli langsung di loket penjualan di terminal atau agen perjalanan.
“Bisa bertatap muka langsung itu lebih nyaman, lebih meyakinkan,” kata perempuan yang berprofesi sebagai pengasuh bayi tersebut. Untuk perjalanannya menuju Sragen, ia telah membeli tiket pada dua hari sebelum bulan puasa.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, sistem penjualan tiket secara daring ini merupakan langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas moda transportasi bus. Keselamatan dan kenyamanan penumpang bus akan lebih terjamin. “Benar, dengan sistem daring, manifes penumpang bus akan lebih jelas,” kata Djoko.
Sistem penjualan tiket secara daring ini merupakan langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas moda transportasi bus.
Djoko mengingatkan, upaya modernisasi ini akan menghadapi kendala, yakni dari agen-agen tiket bus yang mungkin terancam keberadaannya. “Agen tiket bus akan tetap ada, tapi jumlahnya tidak akan sebanyak masa-masa sekarang. Mungkin agen-agen yang dianggap sudah berjasa bagi perusahaan otobus perlu diberi peluang pekerjaan lain,” kata Djoko.