Isep Misbah, Sang Penulis Mushaf Al Quran
Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Kementerian Agama merilis font penulisan mushaf Al Quran standar Indonesia, Maret 2018. Jenis huruf kaligrafi Arab itu disebut font LPMQ Misbah. Nama itu sesuai dengan nama kaligrafer yang merumuskannya, Isep Misbah (44 tahun).
”Alhamdulillah, jerih payah selama ini membuahkan hasil. Ini sedekah saya untuk Indonesia. Mudah-mudahan ini bermanfaat buat masyarakat,” kata Isep di rumahnya di Kelurahan Serua, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (7/6/2018).
Font LPMQ Misbah terdiri atas sekitar 300 potongan huruf kaligrafi Arab yang mencakup huruf-huruf tunggal, potongan huruf, sambungan, harakat, dan tanda baca. Ada juga beberapa kata atau kalimat khas yang dibuat sebagai teks otomatis, seperti ”Allah”, ”Muhammad”, atau ”Basmallah”.
”Sebenarnya saya agak sedikit keberatan dengan pencantuman nama saya tersebut karena pekerjaan ini bukan murni kerja sendirian,” kata Isep merendah.
Memang, pembuatan font itu diinisiasi tim teknologi informasi (TI) LPMQ. Pada akhir tahun 2017, Isep ditunjuk untuk membuat kaligrafi Arab. Maka, selama dua bulan, dia berjibaku menulis serangkaian huruf, potongan huruf, tanda baca, dan berbagai kelengkapan lain dengan tinta di atas kertas putih. Rumusannya merujuk rasm Utsmani dengan sejumlah adaptasi untuk kebutuhan khas Indonesia. Tulisan itu bergaya Naskhi dengan memadukan pendekatan Hasyim Muhammad Albaghdadi (kaligrafer Irak, abad ke-20) dan Muhammad Syauqi Afandi (Turki, abad ke-19).
Selanjutnya, tim TI merekam visual huruf-huruf itu secara digital, menata ulang dalam layout standar, dan mengolahnya menjadi aplikasi di komputer. Font itu telah diterapkan dalam aplikasi Qur’an Kemenag yang diluncurkan bersamaan dengan font LPMQ Misbah. Aplikasi itu kini tersedia dalam sistem operasi Android, IOS, dan web yang bisa diunduh bebas oleh masyarakat.
Dengan perumusan font digital ini, kini Indonesia memiliki sistem penulisan mushaf Al Quran sendiri. Itu sejajar dengan beberapa font dari beberapa negara lain, seperti font Utsman Thaha asal Saudi atau font Amiri dari Mesir.
Berita: Kemenag Rilis Font Mushaf Standar Indonesia untuk Penulisan Al Quran https://kemenag.go.id/berita/read/507457/kemenag-rilis-font-lpmq-isep-misbah-untuk-penulisan-alquran
Pengakuan internasional
Isep Misbah dipercaya membuat rumusan font tersebut karena punya reputasi nasional, bahkan internasional. Dia punya rekam jejak panjang dalam tradisi seni khat Arab.
Di tingkat nasional, Isep pernah menjadi juara I kaligrafi golongan naskah di Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tahun 2000, disusul juara I golongan dekorasi di MTQ 2003. Di tingkat regional, sejak 1996 sampai 2006, dia enam kali juara dalam berbagai kategori (Riq’ah, Naskh, Tsuluts) dalam Lomba Kaligrafi Tingkat ASEAN di Brunei Darussalam. Tahun 2014, dia memenangi Islamic Art Festival di Terengganu, Malaysia.
Di kancah internasional, prestasi Isep juga moncer. Dia menyabet penghargaan dalam sejumlah kompetisi dunia. Sebut saja, antara lain, International 8th Calligraphy Competition di Turki (2007), International Al-Burda Award di Uni Emirat Arab (2010), Mahrajan Assafeer IV di Irak (2015), dan Mustaqbal Asaatidzah di Zeytinburnu, Turki (2017). Tulisan tangan Isep indah, memadukan standar khat klasik dengan sentuhan modern yang anggun.
Proses penulisan sangat ketat dari awal sampai sentuhan akhir. Satu karya bisa dikerjakan sampai empat bulan, baru kemudian dikirimkan lewat paket.
Isep pun melancong ke sejumlah negara untuk menerima penghargaan. Pada April 2017, misalnya, ia menerima hadiah sambil ngelencer selama lima hari di Turki. Tak hanya bersenang-senang, momen itu dimanfaatkannya untuk mempelajari peradaban setempat. ”Ini membuktikan, kaligrafer Indonesia bisa dihargai di ajang internasional,” katanya.
Bagaimana cara Isep mengikuti lomba internasional? Dia mendapat informasi kompetisi dari situs internet atau media sosial, terutama Facebook dan Instagram. Jika cocok, dia menyiapkan tulisan sesuai kriteria lomba, umumnya dengan tinta di atas kertas khusus (muqahar). Kertas ini diawetkan dan dibikin agak licin dengan ramuan putih telur, tawas, dan tepung.
”Proses penulisan sangat ketat dari awal sampai sentuhan akhir. Satu karya bisa dikerjakan sampai empat bulan, baru dikirimkan lewat paket,” katanya.
Kini, Isep juga sibuk menjadi juri dalam banyak lomba kaligrafi nasional dan regional, seperti MTQ, Bait Al Quran, dan kejuaraan di Sabah, Malaysia. Di luar itu, ia masih blusukan membina para kaligrafer di sejumlah daerah. ”Saya senang bisa berbagi ilmu,” katanya.
Menulis mushaf
Sejak tahun 2016, Isep ditunjuk menjadi penulis mushaf Al Quran standar Indonesia. Saat Kompas mengunjungi studionya, Noqtah Art, di Pondok Aren, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu, Isep tengah menulis. Dia duduk menghadap meja berdaun kaca yang didesain miring dengan disorot lampu dari bawah. Dandanannya rapi: berbaju koko putih, peci hitam, dan celana kain.
Suasana hening. Pelan dia celupkan pena (dari biang ijuk aren) ke dalam tinta hitam, lantas dia guratkan huruf demi huruf di atas kertas karton putih. Tangan kirinya memberi arah agar tulisan itu tertata rapi sehingga membentuk jalinan ayat-ayat Al Quran dalam gaya Naskh yang menawan. Huruf-hurufnya jelas, agak langsing, luwes, serta ada ritme yang runtut dan sedikit renggang sehingga mudah dibaca.
Setiap halaman yang kelar ditulis lantas dipotret dan dikirimkan fotonya ke Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran untuk dikoreksi ulang. ”Kalau ada yang salah, ya, harus diganti. Menulis ulang satu lembar,” katanya. Karena itu, seusai menulis, dia selalu membaca sampai tiga kali agar tidak ada yang keliru.
Nanti mushaf ini akan menjadi master untuk Indonesia.
Selama tiga tahun ini, sudah 22 juz ditulisnya. Masih tersisa 8 juz lagi. Isep menargetkan, proyek ini kelar awal 2019. ”Nanti mushaf ini akan menjadi master untuk Indonesia,” katanya.
Bagaimana Isep mencapai semua itu? Lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 7 Maret 1974, Isep mengenal kaligrafi saat melihat tulisan ”Basmallah” kaligrafi Arab di dinding sekolah diniyah di kampungnya di Desa Bojongkembar, Kecamatan Cikembar, Sukabumi. Pulang ke rumah, dia menjajal menulis ulang kaligrafi dengan arang di pintu.
Belajar di madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah di Pondok Modern Assalam, Sukabumi, bakat Isep tersalurkan karena ada pelajaran khat. Apalagi, dia kemudian dikenalkan dengan buku Qawaid Khat karya kaligrafer Irak, Hasyim Muhammad Albaghdadi. Merasa mulai lancar, dia iseng ikut lomba dan ternyata juara. Itu bikin dia tambah bersemangat.
Pemuda itu melanjutkan studi di Jurusan Sastra Arab Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Di kampus, Isep bergabung dengan Lembaga Kaligrafi Al Quran (Lemka) yang dipimpin dosennya, seorang maestro seni kaligrafi Arab, D Sirojuddin AR. Bakat Isep kian terasah dan diperkaya dengan literatur khat dari Timur Tengah.
Berkat kemenangan dari berbagai lomba kaligrafi, Isep membiayai kuliahnya sendiri. Karena itu, setelah sarjana, dia bermimpi untuk sepenuhnya hidup dari seni kaligrafi. Mimpi itu kini terwujud. Rezeki dari kaligrafi mengalir dan kehidupan Isep bersama keluarganya cukup sejahtera.
Kaligrafi sebagai usaha
Tak hanya untuk dirinya, Isep juga mengembangkan seni kaligrafi sebagai usaha untuk keuntungan sesama kaligrafer. Bersama beberapa temannya, dia merintis jasa pembuatan kaligrafi. Awalnya, mereka melayani pesanan kaligrafi dekorasi di masjid-masjid di kawasan Jakarta dan sekitarnya.
Lantaran belum berpengalaman, mereka pernah beberapa kali tertipu. ”Pernah sudah kerja bikin dekorasi, tetapi tidak dibayar. Kadang dibayar, tetapi dicicil atau diutang. Tetapi, kami bersabar,” katanya.
Kami bekerja sambil belajar teknik mengolah material, menangani manajemen, buat proposal, cara menghitung, dan bikin promosi yang lebih profesional. Kami hampir tidak pernah menolak pesanan karena setiap pesanan adalah tantangan yang menyemangati kami.
Tak menyerah, mereka terus menyebar promosi dari mulut ke mulut. Saat proyek semakin banyak, pada tahun 2000, Isep dan teman-temannya mendirikan perusahaan Noqtah Art. Seiring permintaan pelanggan, medium garapannya kian beragam, mulai dari tinta, cat, lukisan kanvas, tripleks, stainless steel, kuningan, tembaga, gipsum, sampai beton. Kaligrafinya mewujud dalam tulisan kertas, lukisan, ornamen dinding, partisi, ukiran, menara, jendela, pintu, atau kubah.
”Kami bekerja sambil belajar teknik mengolah material, menangani manajemen, buat proposal, cara menghitung, dan bikin promosi yang lebih profesional. Kami hampir tidak perah menolak pesanan karena setiap pesanan adalah tantangan yang menyemangati kami,” kata Isep.
Noqtah berkembang. Kini, usaha ini melibatkan sekitar 40 pekerja yang tersebar di beberapa studio Noqtah, seperti di Pondok Aren (Tangerang Selatan), Sawangan (Depok, Jawa Barat), dan Lampung. Pesanan datang tak hanya dari Nusantara, tetapi juga dari Malaysia dan Brunei Darussalam.
Seni kaligrafi memberikan kebahagiaan secara spiritual dan material bagi Isep Misbah. Sebagai kaligrafer, dia tak hanya menghasilkan khat indah (terutama untuk menulis Al Quran), tetapi juga merasa dituntut berperilaku seindah apa yang ditulisnya. ”Cara berdakwah agama tak harus dengan ceramah. Lewat seni khat, saya berbagai ilmu dan menyebarkan keindahan Islam,” katanya.
Isep Misbah
Lahir: Sukabumi, 7 Maret 1974
Istri: Lina Saparlina (42)
Anak: M Fajri Alfany (16), Aufa Ramadhany (14), Aisha Noor Aqeela (8)
Pendidikan:
- SDN Bojong I Cikembar, Sukabumi, Jawa Barat (1986)
- MTs Pondok Modern Assalam, Sukabumi, Jawa Barat (1990)
- MA Pondok Modern Assalam, Sukabumi, Jawa Barat (1993)
- Fakultas Sastra dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta (2000)
Pekerjaan:
- Kaligrafer, penulis mushaf Al Quran, pelatih seni kaligrafi, juri dalam berbagai lomba kaligrafi
- Pengajar di Lembaga Kaligrafi Al Quran (Lemka) di Ciputat dan Pesantren Kalirafi Lemka di Sukabumi
- Pendiri dan pemimpin Noqtah Art
Penghargaan (antara lain):
- Terbaik I Lomba Kaligrafi Golongan Naskah MTQ Nasional (2000)
- Terbaik I Lomba Kaligrafi Golongan Dekorasi MTQ Nasional (2003)
- Terbaik I Lomba Kaligrafi Tingkat ASEAN Kategori B (Naskh) di Brunei Darussalam (2000) dan Kategori C (Riq’ah) di Brunei Darussalam (2002)
- Incentive Prize International 8th Calligraphy Competition Research Centre for Islamic History, Art, and Culture di Istanbul, Turki (2007)
- Appreciation Award Lomba Kaligrafi International Al-Burda Award di Uni Emirat Arab (2010)
- Pemenang II Mustaqbal Asaatidzah di Zeytinburnu, Turki (2017)
- Pemenang II Mahrajan Assafeer VI, Irak (2016)