Dua bulan menjelang beroperasi, tarif LRT rute Kelapa Gading-Rawamangun belum diputuskan. Usulan sementara, tarif berkisar Rp 11.000-Rp15.000.
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - PT Jakarta Propertindo selaku pemilik proyek LRT Kelapa Gading-Rawamangun, sudah mendapatkan usulan tarif komersial dari konsultan yakni antara Rp 11.000-Rp 15.000. Angka ini akan dibahas dengan Pemprov DKI Jakarta, bulan Juni-Juli ini.
Satya Heragandhi, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Senin (11/6/2018), menjelaskan, usulan tarif itu sudah memperhitungkan kemauan dan kemampuan penumpang membayar. Untuk menentukan tarif, diperlukan pembahasan intensif antara Jakpro dengan Pemprov DKI Jakarta.
Jakpro juga perlu mendapat kepastian siapa yang bertanggung jawab atas aset prasarana. Apabila Jakpro menjadi pihak yang bertanggungjawab, maka BUMD ini mesti menghitung depresiasi atau biaya penyusutan. "Kalau tidak ada aset yang ditanggung, (tarif) sekitar Rp 11.000. Itu tarif komersial," ujar Satya.
Bila tarif yang dimaui Pemprov lebih rendah dari tarif usulan Jakpro, ada selisih yang mesti dipenuhi Pemprov. Itu menjadi besaran subsidi yang mesti dianggarkan Pemprov bagi LRT.
Andri Yansyah, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menjelaskan, Pemprov juga sudah punya hitungan tarif LRT. Namun, karena ada perbedaan dengan usulan Jakpro, perlu ada pembahasan intensif.
"Kami akan melibatkan asisten perekonomian, Bappeda, BPKD, biro perekonomian, biro hukum, dan SKPD yang lain. Karena ini menyangkut APBD, tidak bisa diputuskan oleh Dishub dan LRT sendiri. Hitung-hitungannya harus cermat, jangan sampai keliru," kata Andri.
Integrasi antarmoda
Satya berharap, dengan beroperasinya LRT, ada peralihan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Itu sebabnya akan dibentuk skema tarif yang memudahkan masyarakat menggunakan LRT atau LRT dan bus transjakarta.
"Pengguna LRT dari Kelapa Gading yang akan ke tengah kota, bisa naik LRT lalu turun di stasiun ujung dari fase 1 yaitu di stasiun Velodrome. Kemudian menyambung ke halte transjakarta. Itu semua dilayani dengan satu tiket," ujar Satya.
Satya menambahkan, konektivitas dengan transjakarta itu penting karena akan memudahkan pergerakan penumpang. Tarif yang terintegrasi dengan tarif transjakarta itu direncanakan berlaku sambil Jakpro menyiapkan fase 2 (Rawamangun-Tanah Abang).
Sementara untuk Asian Games, Satya melanjutkan, kemungkinan akan ada tarif khusus bagi penumpang di awal operasi LRT Jakarta.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Budi Kaliwono mengatakan, Transjakarta menunggu hingga Jakpro memutuskan tarif LRT. "Setelah itu, kami bisa bicarakan soal integrasi tarif antarmoda," kata Budi.
Untuk sementara, Budi melihat kemungkinan pemakaian tarif untuk masing-masing moda. Dengan begitu, penumpang membayar tarif dua kali yakni saat penumpang masuk halte transjakarta dan saat masuk stasiun LRT.
Terkait integrasi antarmoda, Budi mengatakan, pihaknya menyiapkan armada yang menghubungkan seluruh stasiun LRT. "Harapannya, penumpang dengan mudah mencapai stasiun LRT atau menuju tempat tujuan dari stasiun LRT," katanya.
Ada dua halte transjakarta yang memungkinkan terhubung dengan stasiun LRT yakni Halte Pemuda dengan Stasiun Velodrome, serta Stasiun Kayuputih dengan Halte Pulomas.
Untuk menghubungkan stasiun-stasiun LRT lainnya, Transjakarta bakal menyiapkan KWK yang akan memakai sistem OK OTrip. KWK ini juga akan melewati sejumlah pemukiman di kawasan Kelapa Gading hingga ke stasiun LRT.
"Oleh sebab itu, kami mohon dukungan Pemprov agar bisa menjalankan perluasan OK OTrip lebih cepat," kata Budi.
Tekan biaya transportasi
Terpisah, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Damantoro mengatakan, pihaknya merekomendasikan agar Pemprov DKI Jakarta menetapkan tarif LRT Jakarta berdasarkan kemampuan membayar masyarakat.
“Kami berharap agar penetapan tarif itu bisa membantu masyarakat untuk menurunkan biaya transportasi menjadi 10-12,5 persen dari total pendapatan. Selama ini, 30 persen,” ucap dia saat dihubungi Senin.
DTKJ mengusulkan tarif Rp 10.800 per penumpang LRT Jakarta, tetapi angka tersebut sudah terintegrasi dengan tarif bus transjakarta. Artinya, dengan membayar jumlah itu, penumpang LRT Jakarta bisa berlanjut menumpang bus transjakarta tanpa menambah biaya lagi.
“Jika tarif yang diusulkan DTKJ lebih rendah dibanding dari Jakpro, tentu saja Pemprov DKI harus memberi subsidi, seperti yang terjadi dengan transjakarta,” tutur Damantoro.
Namun, ia meminta ketetapan tarif belum diberlakukan saat operasi perdana LRT Jakarta yakni saat pelaksanaan Asian Games 2018 bulan Agustus. Sebab, waktu tersisa yang hanya sekitar dua bulan lagi, terlalu singkat untuk memenuhi segala ketentuan dan persyaratan guna pengenaan tarif.
Damantoro mengusulkan, Pemprov menjalankan skema khusus selama Asian Games bagi penumpang LRT. Opsinya, menggratiskan terlebih dulu atau mengenakan biaya tetapi murah, misalnya, Rp 3.500 untuk menumpang bus transjakarta sekaligus untuk naik LRT Jakarta.
Pada sisi lain, Pemprov juga mesti sudah mengintegrasikan layanan LRT Jakarta dengan bus transjakarta sejak operasi perdana dalam momen Asian Games. Sebab, LRT hanya melintas dari Kelapa Gading di Jakarta Utara ke Velodrome di Jakarta Timur. Sedangkan atlet menginap di Kemayoran dan tempat pelaksanaan pertandingan tidak hanya di Velodrome. Penonton Asian Games juga berasal dari beragam tempat. “Saya dengar ini sudah diantisipasi,” ujarnya.