Berapa jam sebenarnya yang durasi tidur ideal bagi kesehatan dalam sehari? Pertanyaan ini sering muncul bagi orang yang sering merasa kurang tidur atau justru merasa kebanyakan tidur. Sebuah studi terbaru di Korea Selatan menunjukkan, kurang tidur dari enam jam dan lebih dari sepuluh jam tidur per hari berkaitan dengan masalah kesehatan.
Hasil penelitian tentang tidur tersebut dipublikasikan dalam dalam jurnal akses terbuka BMC Public Health yang juga disiarkan sciencedaily.com edisi 12 Juni 2018.
Para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Seoul melibatkan responden 133.608 pria dan wanita Korea Selatan berusia 40-69 tahun dalam penelitiannya.
Para peneliti menggunakan data dari studi HEXA, yaitu penelitian berbasis komunitas skala besar yang dilakukan di Korea Selatan selama tahun 2004-2013, termasuk meneliti informasi tentang karakteristik sosio-demografi, riwayat medis, penggunaan obat-obatan, riwayat keluarga, faktor gaya hidup, diet, aktivitas fisik, dan faktor reproduksi wanita.
Durasi tidur dinilai dengan mengajukan pertanyaan: ”Pada tahun lalu, rata-rata, berapa jam/menit tidur (termasuk tidur siang) yang Anda ambil per hari?”
Para peneliti menemukan bahwa hampir 11 persen pria dan 13 persen wanita tidur kurang dari enam jam, sementara 1,5 persen pria dan 1,7 persen wanita tidur lebih dari sepuluh jam.
Para peneliti menemukan bahwa dibandingkan dengan individu yang tidur enam hingga tujuh jam per hari, pria yang tidur kurang dari enam jam lebih mungkin mengalami sindrom metabolik dan lingkar pinggang lebih tinggi. Wanita yang tidur kurang dari enam jam lebih mungkin memiliki lingkar pinggang lebih tinggi.
Tidur lebih dari sepuluh jam per hari dikaitkan dengan sindrom metabolik dan peningkatan kadar trigliserida pada pria. Pada wanita, tidur lebih dari sepuluh jam dikaitkan dengan sindrom metabolik, lingkar pinggang yang lebih tinggi, kadar trigliserida dan gula darah yang lebih tinggi, serta kadar kolesterol baik (high density lipoprotein/HDL) yang rendah.
Claire E Kim, peneliti utama studi ini, mengatakan, penelitian yang mereka lakukan penelitian terbesar yang memeriksa hubungan durasi tidur dan sindrom metabolik dan komponennya secara terpisah untuk pria dan wanita.
”Kami mampu mendeteksi hubungan antara tidur dan sindrom metabolik yang tidak diketahui sebelumnya. Kami mengamati perbedaan jender antara durasi tidur dan sindrom metabolik,” kata Claire.
Berdasarkan definisi umum, responden penelitian dianggap memiliki sindrom metabolik jika mereka menunjukkan setidaknya tiga hal berikut: peningkatan lingkar pinggang, kadar trigliserida tinggi, kadar HDL rendah, hipertensi, dan gula darah puasa tinggi. Prevalensi sindrom metabolik lebih dari 29 persen pada pria dan 24,5 persen pada wanita.
Di Indonesia, penelitian tentang tidur antara lain dilakukan oleh Debby Endayani Safitri dan Trini Sudiarti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tahun 2015. Penelitian mereka berjudul ”Perbedaan Durasi Tidur Malam pada Orang Dewasa Obesitas dan Nonobesitas: Meta-Analisis Studi Cross-Sectional 2005-2012”.
Hasilnya, prevalensi orang dewasa dengan durasi tidur malam yang rendah pada orang dewasa yang mengalami obesitas secara signifikan berbeda dengan prevalensi orang dewasa dengan durasi tidur malam yang rendah pada orang dewasa yang tidak mengalami obesitas.
Debby dan Trini menyarankan, durasi tidur yang cukup merupakan langkah penting dalam pencegahan obesitas. Mereka menyarankan untuk tidur malam dengan durasi ideal, yaitu tujuh jam setiap hari, dan memulainya pada pukul delapan malam.
Kementerian Kesehatan dalam kampanyenya juga memberi petunjuk tidur yang sehat sesuai umur. Kemenkes menyarankan tidur yang cukup untuk penduduk berusia 40 -60 tahun adalah tujuh jam per hari.
Mungkinkah di kota besar seperti Jakarta kita dapat tidur tujuh jam sehari?