Optimisme Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,1 Persen
JAKARTA, KOMPAS - Ekonom meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 dapat mencapai 5,1 persen. Pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 5,2 persen jika pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat.
Proyeksi itu hampir sama dengan perkiraan Bank Indonesia yang mencapai 5,2 persen. Kendati demikian, optimisme itu tidak sejalan dengan proyeksi pemerintah yang menargetkan pertumbuhan ekonomi tetap 5,4 persen, sesuai dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah, saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (13/6/2018), mengatakan, perhitungan itu muncul sebab pertumbuhan konsumsi rumah tangga saat ini masih rendah. Salah satu faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan pertama 2018 baru sebesar 4,95 persen. Sedangkan menurut Piter, idealnya konsumsi rumah tangga harus lebih dari 5 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terpengaruh dari faktor eksternal.
Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, menaikkan suku bunga acuan menjadi kisaran 1,5 persen dan 1,75 persen pada Maret lalu dan diperkirakan akan menaikkan suku bunganya lagi hingga tiga hingga empat kali pada tahun ini.
Untuk mengurangi pelemahan rupiah, BI juga menaikkan suku bunga penempatan dana rupiah (deposit facility/DF) sebesar 25 bps menjadi 4,00 persen dan suku bunga penyediaan dana rupiah (lending facility/LF) sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen pada 31 Mei 2018. Kenaikan itu merupakan kali kedua pada 2018.
“Perbankan akhirnya menaikkan suku bunga deposito sehingga bunga kredit berkontraksi, yang membuat permintaan kredit melambat,” tuturnya.
Akibat pelembahan rupiah, nilai impor juga meningkat yang membuat neraca perdagangan defisit. Data BPS menyatakan, defisit terjadi pada Januari 2018 sebesar 760 juta dollar AS, Februari 2018 sebesar 50 juta dollar AS, dan April 1,63 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia surplus hanya pada Maret 2018, yaitu Rp 1,12 miliar dollar AS.
Defisit tersebut turut membuat cadangan devisa negara menurun. BI mengatakan, cadangan devisa negara pada Mei 2018 sebesar 122,9 miliar dollar AS. Sedangkan jumlah cadev pada April 2018 sebesar 124,87 miliar dollar AS dan Maret 2018 sebesar 126 miliar dollar AS.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengucapkan, pertumbuhan perekonomian Indonesia juga tertekan akibat kenaikan harga minyak. Namun, harga komoditas saat ini mulai membaik sehingga daya beli Indonesia dapat membaik.
Sementara itu, Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Febrio Kacaribu menuturkan, pihaknya justru yakin bahwa pertumbuhan ekonomi berkisar pada 5,2-5,3 persen.
“Investasi akan bertumbuh signifikan di atas 7 persen karena BI telah mengantisipasi kenaikan Fed Funds Rate untuk Juni ini dengan menaikkan suku bunga pada akhir Mei lalu,” tuturnya. Dengan demikian keluarnya arus modal asing (capital outflow) dapat dihindari.
Daya beli
Menurut Piter, pemerintah dapat meningkatkan daya beli masyarakat untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen pada 2018.
“Konsumsi idealnya mencapai 5,4 persen jika pertumbuhan ekonomi diproyeksikan di atas 5,1 persen,” tutur Piter. Dengan angka pertumbuhan konsumsi yang hanya mencapai 4 persen pada triwulan pertama, pemerintah harus meningkat pertumbuhan konsumsi diatas 5,5 persen pada triwulan kedua hingga keempat.
Upaya pemerintah untuk mendorong dalam jangka pendek diapresiasi, seperti melalui pembagian tunjangan hari raya (THR) serta gaji ke-13 bagi pejabat, aparatur negara, dan pensiunan dengan total dana Rp 35,79 triliun menjelang perayaan Idul Fitri pada 15-16 Juni 2018.
Namun, upaya peningkatan tersebut harus bersamaan dengan menambah upah nominal petani. Data BPS per Mei 2018 menyebutkan, upah riil buruh tani nasional pada April 2018 hanya naik sebesar 0,48 persen dibandingkan Maret 2018. Upah petani pada April 2018 sebesar Rp 37.781 dari 37.602 pada Maret 2018.
Andry menilai, pemerintah perlu segera memperbaiki kinerja ekspor dengan meningkatkan produksi industri yang telah ada untuk mengurangi impor. Ditambah lagi, pemerintah juga harus menjaga agar inflasi terkendali sehingga daya beli masyarakat tetap dapat bertumbuh.
Kontribusi lain
Piter menambahkan, kegiatan pemilihan kepala daerah, Asian Games, serta pertemuan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia) pada tahun 2018 dapat menjadi kontributor lainnya pada pertumbuhan ekonomi, walaupun tidak signifikan.
“Pilkada zaman sekarang berbeda,” ucapnya. Ia membandingkan, pilkada pada masa lalu dapat menggenjot permintaan produksi karena meningkatnya kebutuhan fisik seperti kaos, konsumsi, peralatan kampanye, sewa tempat, dan alat transportasi.
Namun, kampanye zaman sekarang cenderung dilakukan secara digital. Sedangkan perundingan untuk mengumpulkan suara dilakukan secara tertutup.
Sedangkan acara internasional seperti Asian Games serta pertemuan IMF dan World Bank diperkirakan hanya berdampak positif pada roda perekonomian daerah penyelenggara. Pemerintah perlu membuat promosi yang berkelanjutan agar wisatawan mancanegara tertarik untuk mengunjungi daerah pariwisata lainnya.
“Perkiraan kasar saya sumbangsih ketiga event itu pada perekonomian Indonesia paling besar hanya 0,25 persen,” ujar Piter.