JAKARTA, KOMPAS-- Pemerintah Indonesia berencana untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan penjualan dan penyewaan satelit Avanti Communications Grup sebesar 20,075 juta dollar Amerika Serikat. Pemerintah harus membayar ganti rugi tersebut agar nama Indonesia tidak tercoreng di mata internasional. Selain itu, Indonesia akan sulit mendapat keringanan biaya ganti rugi, karena posisi Avanti sedang berada di atas angin.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Totok Sugiharto mengatakan, pemerintah RI berusaha melaksanakan keputusan yang akan dikeluarkan oleh Sidang Arbitrase Internasional di London dalam waktu dekat ini.
"Pemerintah berharap penyelesaikan tersebut dapat terlaksana dengan cepat dan baik. Kemhan bersama kementerian dan lembaga terkait telah bekerja sama menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan prosedur yang betlaku," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (13/6/2018).
Sebelumnya, Keputusan London Court of International Arbitration (LCIA) pada 6 Juni ini disampaikan secara resmi di situs Avantiplc.com serta beberapa situs telekomunikasi internasional.
Totok menjelaskan, pihak LCIA sampai dengan saat ini belum mengeluarkan keputusan terkait dengan hearing pertama dari sidang arbitrase Internasional tersebut.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, slot orbit satelit di 123 Bujur Timur di atas Sulawesi dan khatulistiwa harus dipertahankan karena kebutuhan teknologi. Awalnya, Kemhan menandatangani kontrak pembelian satelit dengan Airbus. Namun, kontrak tersebut berhenti sehingga demi mengisi slot 123 BT agar tidak diisi negara lain, Kemhan menyewa satelit dari Avanti yang bernama Artemis.
Kemudian, Avanti mengajukan tuntutan kepada Kemhan karena tidak dapat memenuhi pembayaran sewa satelit sejak akhir 2016- 2017. Avanti kemudian memperkarakan Pemerintah RI ke Dewan Arbitrase Internasional di Inggris. Hingga 30 Juni 2017, total tagihan yang belum dibayar Kemhan 16,8 juta dollar Amerika Serikat.
Upaya negosiasi pun dilakukan untuk menghadapi tuntutan PT Avanti Communication Group di pengadilan arbitrase di Inggris. Terkait dengan hal ini, Totok menjelaskan, tuntutan ganti rugi ini tidak akan membuat slot satelit Indonesia kosong. "Dalam hal ini Kemhan telah berhasil mempertahankan slot orbit 123BT untuk Indonesia hingga tahun 2020," katanya.
Pengacara bisnis internasional, Hotman Paris Hutapea menjelaskan, pembatalan ganti rugi ni hampir tidak mungkin terjadi. "Selain itu, pihak Avanti juga sepertinya tidak mau memberikan keringanan ganti rugi, karena mereka sedang berada di atas angin " katanya.
Oleh sebab itu, Hotman menyarankan agar Indonesia segera membayar ganti rugi tersebut, agar tidak terjadi penyitaan aset negara di luar negeri, seperti penyitaan gedung KBRI di London.
"Selain itu, sebaiknya prmerintah harus membayar ganti rugi ini agar nama Indonesia tidak rusak di mata internasional," katanya.
Hotman mengatakan, jika menghadapi tuntutan arbiterasi internasional, sebaiknya pemerintah tidak menggunakan corporate lawyer atau in house lawyer, melainkan menggunakan litigation lawyer. Menurut Hotman, litigation lawyer memiliki pengalaman yang lebih matang dibandingkan corporate atau in house lawyer, karena sudah terbiasa menangani kasus hukum internasional.
"Saya sebetulnya bersedia membantu jika pemerintah memerlukan saya. Namun, untuk kasus ini, saya rasa pemerintah sudah terlambat dalam melakukan upaya hukum," katanya.