JAKARTA, KOMPAS - Penggerakan masyarakat melalui berbagai cara dalam pelaksanaan imunisasi ulang difteri tahap ketiga belum terlihat. Padahal, tahap ketiga ini bagian tidak terpisahkan dari imunisasi difteri yang lengkap secara keseluruhan.
Dokter anak yang juga relawan Yayasan Orangtua Peduli (YOP), Yulianto Santoso Kurniawan, Selasa (12/6/2018), mengatakan, pada Outbreak Response Immunization (ORI) difteri pertama dan kedua masyarakat begitu antusias. Ini ditunjang, salah satunya, oleh pihak sekolah yang mewajibkan peserta didiknya untuk ORI difteri. Jarak enam bulan dari ORI difteri tahap kedua dan ketiga cukup panjang sehingga bisa membuat orangtua lupa bahwa imunisasi difteri anaknya belum lengkap.
Jarak enam bulan dari ORI difteri tahap kedua dan ketiga cukup panjang sehingga bisa membuat orangtua lupa bahwa imunisasi difteri anaknya belum lengkap.
Saat itu, organisasi profesi digerakkan hingga turun ke dinas kesehatan, rumah sakit, dan sekolah, pemberitaan yang masif di media, grup jejaring media sosial ramai membicarakan ORI difteri, dan lembaga pendidikan pun dilibatkan.
Namun, Yulianto melihat penggerakan massa pada ORI tahap ketiga belum terasa. "Saya berharap imunisasi bisa berjalan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara kolaboratif. Surveilans kantong-kantong dengan cakupan imunisasi yang rendah perlu terus dilakukan," ujarnya.
ORI difteri dilakukan pemerintah serentak di 11 provinsi sejak Desember 2017 menyusul kasus kejadian luar biasa difteri pada 2017. Ke-11 provinsi itu antara lain DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa Timur. ORI difteri dilakukan tiga kali dengan jarak 0-1-6. Imunisasi tahap kedua dilakukan sebulan setelah tahap pertama, imunisasi ketiga enam bulan setelah imunisasi kedua.
ORI difteri dilakukan tiga kali dengan jarak 0-1-6. Imunisasi tahap kedua dilakukan sebulan setelah tahap pertama, imunisasi ketiga enam bulan setelah imunisasi kedua.
Per 16 Desember 2017, kasus difteri dilaporkan terjadi di 130 kabupaten atau kota di 26 provinsi. Sekitar 40 orang meninggal dan 600-an orang dirawat karena difteri. Terakhir, kasus difteri dilaporkan terjadi di 28 provinsi. Adapun jumlah kumulatif kasus difteri mencapai 903 orang (Kompas, 28/12/2017).
Pada awalnya, Desember 2017, ORI difteri digelar di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sasarannya adalah 8 juta anak usia 1-19 tahun. Di awal 2018 pelaksanaan ORI difteri baru di delapan provinsi lainnya.
Sebelum 22 Desember 2017, kasus difteri yang dilaporkan sebanyak 10-20 kasus per hari. Sejak 22 Desember 2017, kasus difteri per hari telah turun di bawah lima kasus sehari.
Difteri merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae. Gejala yang umumnya muncul adalah demam sekitar 38 derajat celsius, munculnya pseudomembran (selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan), sakit waktu menelan, terkadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengkakan jaringan lunak leher. Adakalanya disertai sesak napas dan atau suara mengorok.
Difteri merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Siap mendukung
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan menyatakan IDAI siap mendukung pelaksanaan program ORI difteri di lapangan. Kementerian Kesehatan dan PT Bio Farma selaku penyedia vaksin juga seharusnya sudah siap.
”ORI difteri tahap ketiga di beberapa daerah berbeda-beda karena mulainya juga tak sama. Ada yang mulai Desember 2017, Januari 2018, atau Februari 2018. Yang jelas harus siap adalah personel di daerah,” katanya.