Sadr Gandeng Tokoh Dukungan Iran untuk Membentuk Pemerintahan Baru
Oleh
KRIS RAZIANTO MADA DAN MH SAMSUL HADI
·3 menit baca
BAGHDAD, KAMIS -- Pemerintahan baru Irak hasil pemilu 2018 belum kunjung terbentuk hingga Kamis (14/6/2018). Koalisi terbesar pimpinan Muqtada al-Sadr sekalipun belum bisa mendapatkan jumlah kursi minimal untuk membentuk pemerintahan.
Ulama Syiah sekaligus politisi berpengaruh Irak itu sudah membentuk koalisi yang memiliki total 101 dari 329 kursi di parlemen Irak. Dalam koalisi itu, Sadr menggalang kelompok-kelompok yang disokong Iran. Mitra terakhir yang digandengnya adalah kelompok pimpinan Hadi al-Amiri yang didukung Iran.
“Pertemuan kami amat positif dan bertujuan mengakhiri penderitaan negara ini dan rakyatnya. Aliansi kami nasionalis dan dalam kerangka nasional,” kata Sadr dalam konferensi pers bersama Amiri, Selasa (12/6/2018), di Najaf, Irak selatan.
Langkah Sadr menggandeng kubu Amiri cukup mengejutkan mengingat Sadr kerap mengidentikkan dirinya sebagai seorang pemimpin nasionalis yang menentang pengaruh Iran di Irak. Dalam beberapa tahun setelah invasi pimpinan AS yang menggulingkan Presiden Saddam Hussein, Sadr memimpin milisi yang didukung Iran untuk melawan AS.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini ia menampilkan dirinya sebagai seorang pemimpin nasionalis yang menentang pengaruh Iran. Fokus utamanya adalah menyuarakan seruan publik melawan korupsi.
Dalam konferensi pers di Najaf, Sadr dan Amiri menyebutkan, aliansi mereka diarahkan untuk mempercepat pembentukan pemerintahan baru. Keduanya menyerukan kepada kelompok untuk bergabung dengan aliansi mereka.
Dalam pemilu 12 Mei lalu, aliansi Sa’eron pimpinan Sadr mendapat 54 kursi. Sementara kelompok milisi syiah Fatah pimpinan Amiri mendapat 47 kursi. Ada pun kelompok pimpinan Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi hanya meraih 42 kursi. Sisa kursi lain dimiliki berbagai partai atau kelompok terpisah.
Dengan hasil pemilu itu, belum ada satu pihak pun bisa membentuk pemerintahan dan memilih PM. Sesuai peraturan, butuh minimal 165 kursi parlemen bagi partai atau koalisi partai yang ingin membentuk pemerintahan.
Pemilu Irak tidak hanya belum bisa menghasilkan pemerintahan baru. Sejumlah pihak menyebut pemilu dipenuhi kecurangan dikhawatirkan memicu perpecahan. Abadi menyebut sudah ada penyelidikan atas dugaan kecurangan. Ia menolak pemilu ulang dan hanya menawarkan penghitungan ulang untuk sebagian surat suara. Sayang, sebagian surat suara terbakar beberapa hari lalu.
Orang kuat
Amiri, yang kerap dilukiskan sebagai "orang Teheran" di Irak, adalah salah satu orang paling kuat di Irak. Irak memiliki milisi tempur paramiliter Syiah yang memiliki persenjataan lengkap. Sebagian dari mereka lebih loyal kepada para komandan mereka dan Iran dibandingkan pada pemerintah Irak.
Baik Sadr maupun Iran terlihat menempuh pendekatan pragmatik. Iran berupaya tetap mempertahankan pengaruh kuat di Irak, mitra terpenting Arab, seiring dengan meningkatnya ancaman pada kepentingan Teheran di Timur Tengah. Bukan hanya menghadapi keluarnya AS dari kesepakatan nuklir tahun 2015, mitra Iran di Yaman juga menghadapi gempuran besar dari koalisi pimpinan Arab Saudi yang bisa menjadi titik balik dalam perang di Yaman.
Teheran di masa lalu secara cerdik memanfaatkan politik Irak, sehingga Sadr kini lebih berhati-hati menghadapi Iran. Sadr, yang memetik banyak legitimasi dari ayahnya, Ayatollah Akbar Muhammad Sadiq Sadr yang dibunuh oleh agen-agen Saddam tahun 1999, adalah sosok kuat dan operator yang sulit diprediksi.
Sadr memiliki kemampuan memobilisasi puluhan ribu pendukungnya untuk turun ke jalan dan menggelar protes melawan musuh-musuhnya dan kebijakan-kebijakan pemerintah Irak. Pada Pemilu 2010, kelompok Wakil Presiden Ayad Allawi memperoleh kursi terbanyak dengan kemenangan margin tipis, tetapi Allawi gagal menjadi perdana menteri.
Sadr saat itu menuding Teheran, yang bermanuver mengupayakan Nuri al-Maliki menduduki kekuasaan, sedang Sadr membantu membentuk pemerintahan nasional bersatu. Selama masa pendudukan AS, Teheran dituding mempersenjatai milisi Tentara Mehdi pimpinan Sadr dengan bom-bom canggih yang digunakan untuk menyerang pasukan koalisi pimpinan AS.
Dulu Teheran mengakomodasi Sadr. Tahun 2007, Sadr pernah mengasingkan diri di Iran. (AP/REUTERS)