TANGERANG, KOMPAS — Merayakan Lebaran kerap identik dengan berkumpul bersama keluarga besar di rumah, bercanda bersama, sekaligus bertukar cerita indah. Namun, hal itu tak bisa dirasakan sepenuhnya oleh keluarga yang anaknya terjerat kasus hukum sehingga harus mendekam di balik jeruji besi. Mereka harus pasrah bahwa Lebaran kali ini memang dirayakan dengan cara yang berbeda.
Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas IA Tangerang, Banten, sebanyak 151 anak mendekam di penjara. Pada Lebaran ini, dua di antaranya telah mendapatkan remisi khusus (RK) II sehingga mereka bisa langsung bebas. Kemudian, sebanyak 103 anak mendapatkan pengurangan masa hukuman atau RK I.
Kepala LPKA Kelas IA Tangerang Yuli Niartini mengatakan, remisi diberikan bagi mereka yang berperilaku baik selama berada di dalam LPKA. Tak hanya itu, penilaian juga dilihat dari keikutsertaan mereka, baik dalam program pendidikan maupun program pembinaan.
Remisi diberikan bagi mereka yang berperilaku baik selama berada di dalam LPKA.
”Saya selalu bilang kepada mereka, tingkatkan disiplin, tidak melanggar aturan, dan aktif ikut serta dalam pembinaan, itu akan menjadi pertimbangan dalam pemberian remisi. Itulah yang memotivasi mereka untuk berkelakuan baik selama di dalam LPKA,” ujar Yuli saat ditemui di LPKA Kelas IA Tangerang, Banten, Jumat (15/6/2018).
Namun, pada hari pertama Lebaran ini, tidak semua dari mereka yang masih mendekam di penjara dikunjungi oleh orangtua atau keluarga dekat mereka. Bagi mereka yang dikunjungi, setidaknya setiap keluarga mendapatkan waktu sekitar 30 menit untuk bisa melepas rindu kepada sang anak. Ada keluarga yang berkumpul di bawah gazebo dan ada juga keluarga yang sekadar menggelar tikar di bawah tenda yang telah disiapkan petugas LPKA.
Yuli menuturkan, suasana Lebaran selalu menjadi momen yang tepat bagi keluarga untuk bisa berkumpul bersama, sekaligus memberikan motivasi kepada anak yang sedang berada di balik jeruji besi. Apalagi, para narapidana dan tahanan anak itu masih berkisar umur 14 tahun hingga 18 tahun.
”Pada umur segitu, mereka masih butuh kasih sayang dari keluarga. Kesempatan Lebaran ini bisa jadi momen sangat tepat untuk saling mencurahkan perasaan kasih sayang dan momen anak meminta maaf kepada orangtua atas segala kesalahan yang telah diperbuat sebelumnya,” tutur Yuli.
Karena itu, menurut Yuli, orangtua adalah penopang utama bagi anak agar tidak makin jatuh terpuruk dalam jurang kekelamannya. ”Jadi, support dari orangtua itu nomor satu. Kalau, misal, perhatian dari ortangtua tidak ada, kan, mereka akan down, apalagi melihat teman-temannya dikunjungi. Efek dari down itu, dia malas-malasan untuk ikut kegiatan,” ujarnya.
Orangtua adalah penopang utama bagi anak agar tidak makin jatuh terpuruk dalam jurang kekelamannya.
Seorang narapidana anak, F (16), mengaku sedih karena sudah dua bulan tidak dikunjungi orangtuanya. Dua bulan lalu itu tepat ketika dia diantarkan oleh orangtuanya ke LPKA. F divonis 1 tahun 6 bulan penjara karena narkotika.
”Orangtua terakhir saya tinggalkan dalam suasana marah. Mereka kaget saya bisa jatuh ke lingkungan narkoba. Terus, kalau lihat teman-teman lain dikunjungi gini, rasanya sedih saja. Pengen nangis, tapi tak bisa,” ujar F yang berasal dari Kemayoran, Jakarta Pusat.
Sementara itu, R (16) mengaku senang karena setidaknya setiap dua minggu sekali dia dijenguk keluarganya yang tinggal di Muara Baru, Jakarta Utara. Namun, rasa sedih tetap ia rasakan karena tidak bisa merayakan Lebaran bersama keluarga di rumah, seperti Lebaran pada tahun-tahun sebelumnya.
”Tahun lalu, juga tahun-tahun sebelumnya, setiap Lebaran pasti berkumpul bersama. Bisa shalat bareng orangtua dan kakak-kakak juga, tetapi sekarang tidak mungkin kejadian lagi karena aku tinggal di sini (LPKA),” kata R yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. R adalah narapidana anak yang divonis 2 tahun 3 bulan penjara karena kasus narkotika.
”Semoga bisa lebih cepat bebas biar bisa Lebaran bareng lagi,” ujar R.