Bagi umat Islam Indonesia, hari raya Idul Fitri merupakan momentum merayakan kemenangan setelah berhasil melaksanakan ujian menahan nafsu selama sebulan. Hari raya itu juga menjadi momentum yang tepat untuk terus menjaga dan mempererat tali silaturahmi.
Dalam suatu perkumpulan antara keluarga besar, seluruh anggota, dari generasi X, Y, hingga Z, bertemu untuk menjaga tali kebersamaan yang sudah ada sejak generasi pertama. Mereka makan bersama, berbagi cerita tentang kehidupan mereka, bercanda ria sambil berkaraoke, serta berkenalan dengan anggota keluarga baru.
Dalam perkumpulan keluarga besar Soemosoebroto di rumah Cosphiadi Irawan, konsultan hematologi dan onkologi medik, di Jakarta Timur, Jumat (15/6/2018), anggota keluarga dari Jakarta serta daerah hadir datang untuk bersilaturahmi. Perkumpulan itu dimeriahkan dengan diiringi musik yang bisa dinyanyikan bersama oleh anggota keluarga yang hadir.
Irawan mengatakan, rumah yang diwarisinya dari ayahnya itu sudah menjadi tempat bagi anggota keluarga besarnya untuk berkumpul saat Idul Fitri sejak puluhan tahun lalu. ”Memiliki tempat di mana kita bisa berkumpul bersama-sama merupakan hal yang sangat membahagiakan,” ujarnya.
Maya Maria Nayoan, seorang Kristiani, merasa hubungan kekeluargaan itu penting untuk dipelihara. ”Saya bersyukur, saat Lebaran, semua berusaha untuk ketemu dengan keluarganya. Ini mengingatkan kita untuk punya nurani sosial dan memberi arti dalam hidup bahwa kita tidak sendiri,” tuturnya, Jumat, di Jakarta Timur.
Maya juga bersyukur memiliki keluarga yang berpuasa. ”Hidup bersama agama yang berbeda bisa meluaskan wawasan kita sebagai manusia,” ujarnya.
Bagi pasangan pengusaha milenial Teguh Dwi Wibowo dan Fajar Ayu, Idul Fitri merupakan hari kemenangan yang seru dinikmati bersama keluarga. ”Saya suka liburan sambil berkumpul dengan keluarga dan berswafoto,” ucap Ayu.
Bagi mereka, ibadah puasa merupakan ujian yang tidak mudah dilalui. ”Tetapi, karena cinta kita kepada Allah lebih besar, maka kita taati perintahnya dan menjalankan ibadah puasa,” kata Wibowo.
Irawan menambahkan, ibadah puasa sulit dilaksanakan ketika dirinya masih kecil dan mengaku sering kali batal saat berpuasa. Sekarang, ia menikmati puasa. Nikmat itu ia rasakan setelah pengalamannya mengunjungi Mekkah, Arab Saudi, sebagai tenaga kesehatan haji Indonesia. Di sana, ia merasa doa yang disampaikannya dengan sepenuh hati dibalas oleh Tuhan.
”Saat mengelilingi Kabah, saya meminta ampun kepada Tuhan. Tiba-tiba, ada cahaya dari Kabah ke atas. Hal ini tidak bisa dijelaskan dengan logika. Namun, dari situ, kita bisa menangis. Hal ini dirasakan oleh hati,” tuturnya.
Dengan pengalaman berpuasa setiap individu yang penuh liku, dia merayakan hari raya kemenangan dengan penuh sukacita dan penuh kebahagiaan.