Gelak tawa dan tarikan napas tegang menyertai penampilan atraksi kesenian jaranankhas Jawa Timur pada Sabtu (16/6/2018) siang. Puluhan orang, dari anak-anak hingga kakek-nenek, memadati area depan anjungan Jawa Timur di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Sabtu siang.
Sunarsih (52) adalah salah satu di antaranya. Ia mengikuti setiap gerak-gerik atraksi akrobatik para penampil yang diselingi dengan guyonan tersebut. Lelaki paruh baya itu ikut terkekeh-kekeh ketika salah seorang penampil berpura-pura bibirnya terbakar saat menyemburkan api.
”Syukurlah, paling tidak, sekarang saat ini saya bisa menonton atraksi-atraksi ini bersama keluarga. Tahun lalu saya kena stroke ringan, tidak bisa beraktivitas sama sekali,” ujar Sunarsih, Sabtu siang. Warga Pondok Pinang, Jakarta Selatan, itu datang bersama istri, empat anak, dan menantunya.
Sudah dua tahun terakhir ini Sunarsih tidak bisa mudik ke kampung halamannya di Malang, Jawa Timur. Pada 2018, ia gagal mendapat tiket kereta, sedangkan tahun lalu ia menderita serangan stroke ringan.
”Di sini bisa bertemu dengan saudara-saudara sesama orang Jawa Timur. Seperti melepas kerinduan kita dengan ibu, bapak, dan keluarga di kampung. Kita berkunjung ke Taman Mini sama dengan ketemu saudara sekampung, sama-sama bersenang-senang menikmati kesenian Jawa Timur,” tutur Sunarsih yang merantau ke Jakarta sejak 1986.
Dengan alasan yang serupa pula, Surya (23) hadir di Anjungan Sumatera Barat di TMII. Walaupun lahir dan besar di Tajur Halang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ia tetap mengidentifikasikan dirinya sebagai pemuda Minang.
Pulang ke kampung halaman leluhurnya di Padang, Sumatera Barat, menjadi hal yang ia nantikan setiap masa Lebaran tiba.
Namun, tradisi pulang basamo di komunitas diaspora Minang di kampungnya memaksanya agar tetap sabar menunggu jadwal mudik setiap lima tahun sekali. Ada sekitar 300 keluarga Minang yang tinggal sekampung di Tajur Halang.
”Kelompok saya di Tajur Halang ini kesepakatannya lima tahun sekali pulang basamo-nya. Berdasarkan kesepakatan, tiga tahun lagi saya baru bisa pulang ke tanah Minang, tentunya bersama-sama warga sekampung,” kata Surya.
”Penginnya sih setiap tahun mudik, tapi kalau tidak pulang bersama, ya, enggak seneng. Jadi, kalau tidak mudik, ya, ke TMII sini, ke Anjungan Sumatera Barat,” lanjut pemuda yang sehari-hari membantu orangtuanya berdagang bumbu masakan Minang.
Menurut Surya, Anjungan Sumatera Barat di TMII cukup mengobati rasa rindunya terhadap kampung halaman. Ia bisa menikmati nyanyian lagu-lagu khas Minang sambil menikmati berbagai makanan khas Minang yang dijual di sana.
”Di sini ada pertunjukan musiknya. Di sini pun bisa ketemu sesama orang Minang. Walaupun tidak saling kenal, kalau bisa sama-sama ngomong bahasa Minang. Jadi agak mengobati kangen sama kampung halaman,” ujar Surya.
Anjungan Sumatera Barat TMII kali ini memang mengangkat tema ”Taraso Pulang Kampuang” yang artinya terasa pulang kampung. Berbagai kios kuliner khas Minang, seperti nasi padang, martabak, sate padang, soto padang, dan bubua kampiun, hadir di sana.
Ketua Panitia Pekan Lebaran Taman Mini Indonesia Indah Diono mengatakan, pada masa Lebaran ini, TMII mengangkat tema ”Lebaran di TMII Serasa Pulang Kampung”. ”Jadi, nilai-nilai dan bentuk-bentuk tradisi yang ada di kampung halaman akan ditampilkan di TMII,” kata Diono.