Saat Paling Tepat Menikmati Jakarta
Setiap Lebaran tiba, jutaan warga Ibu Kota berbondong-bondong meninggalkan Jakarta menuju kampung halaman. Sebagian di antaranya memendam kecewa karena belum berkesempatan pulang.
Kekecewaan mereka muncul karena kurang menyadari bahwa saat paling tepat menikmati Jakarta justru ada pada saat Lebaran.
Raut kekecewaan terpancar dari wajah Defri Yulianto (23), karyawan swasta di Jakarta, ketika menceritakan alasannya tidak menjalani ritual pulang kampung pada tahun ini. Ia mesti menunda rencana mudiknya tahun ini.
Pemuda kelahiran Lampung itu hanya mendapat jatah libur Lebaran selama dua hari. Karena merasa waktu libur yang diberikan tidak terlalu banyak, Defri memilih tetap tinggal di Jakarta.
"Agak sedih karena belum bisa pulang. Tapi ya mau bagaimana lagi," kata Defri, Sabtu (16/6/2018) di Jakarta.
Menurut Defri, selama 3 tahun mengadu nasib ke Jakarta, Lebaran kali ini adalah untuk pertama kalinya ia tidak mudik ke kampung halaman. Defri berencana menghabiskan waktu libur dengan berjalan-jalan di dalam kota Jakarta serta mengunjungi rekan-rekannya di Bogor, Jawa Barat.
Hal serupa juga dialami Amos Tobing (23), seorang karyawan rumah sakit di Jakarta Pusat. Pada masa libur Lebaran tahun ini, ia harus tinggal di Jakarta lantaran rumah sakit tempat dia bekerja membutuhkan tenaganya.
"Karena saya cuma dapat libur dua hari, jadi terpaksa tidak pulang kampung," katanya.
Tidak hanya Defri dan Amos, Mohammad Toha (24), karyawan swasta di Jakarta, memilih menunda kepulangannya ke Kebumen, Jawa Tengah. Toha menetap di Jakarta karena urusan pekerjaan yang harus diselesaikan.
Akan tetapi, Toha tidak terlalu kecewa setelah gagal mudik pada tahun ini. Suasana Jakarta yang lengang ditinggal warganya menjadi salah satu alasan. Toha mengatakan, momen tersebut merupakan hal yang langka. Sehingga, ia merasa cukup beruntung menjadi bagian dari Jakarta saat Lebaran.
"Jalanan di pusat bisnis yang biasanya macet, sekarang jadi lengang. Saya sempatkan foto-foto kondisi jalan untuk kenang-kenangan," kata Toha.
Kota ideal
Jakarta menjadi jauh lebih manusiawi saat Lebaran. Tiada lagi kemacetan. Suara klakson bersahutan tak terdengar di setiap sudut jalan. Polusi udara berkurang. Dalam sehari, Jakarta menjadi kota megapolitan yang ideal.
Data dari PT Jasa Marga menyebutkan, pada angkutan Lebaran 2018 H-8 sampai H-1 Lebaran ada 720.000 kendaraan meninggalkan Jakarta melalui tol Cikampek. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memprediksi sekitar 5 juta orang meninggalkan Jakarta pada saat Lebaran.
Ribuan kendaraan pemudik yang keluar dari Jakarta menurunkan polusi udara Ibu Kota. Pemantauan kualitas udara di lingkungan kantor gubernur DKI hingga Bundaran Hotel Indonesia menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi gas pencemar, seperti sulfur dioksida (SO2) yang turun 27,36 persen, konsentrasi karbon monoksida (CO) turun 66,91 persen, dan konsentrasi nitrogen dioksida (NO2) turun 70.81 persen.
”Anjloknya polusi itu juga karena hujan yang turun,” kata Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Isnawa Aji, Rabu (13/6/2018).
Bagi sebagian kalangan, Jakarta yang lengang menjadi menarik untuk dikunjungi. Emily Catherine (39), wisatawan asal Makassar, Sulawesi Selatan, menuturkan, dirinya sengaja memboyong keluarga besarnya berlibur di Jakarta di masa libur Lebaran.
Emily berada di Jakarta sejak 11 Juni 2018. Ia mengaku menikmati Jakarta yang lengang ditinggal pemudik.
"Kalau hari-hari biasa mungkin saya berpikir ulang mau ke Jakarta," katanya.
Selain lebih manusiawi, bagi Emily, di Jakarta terdapat banyak tempat hiburan favorit anak-anak. Selama berada di Jakarta, Emily telah mengunjungi Ancol, Pekan Raya Jakarta, Monas, dan sejumlah pusat perbelanjaan di dalam kota.
Begitulah, bagi sebagian warga yang belum bisa melepas rindu dengan bertemu handai tolan di kampung semestinya tidak merasa risau.
Sebaliknya, mereka justru harus merasa beruntung bisa menjadi bagian dari Jakarta pada saat Lebaran. Setidaknya mereka bisa menikmati momen langka, di mana ketenangan di Jakarta hanya bisa dirasakan setahun sekali.