JAKARTA, KOMPAS - Ajang Jakarta Fair Kemayoran di Kemayoran, Jakarta Pusat, menjadi ajang pembelajaran bisnis para pengusaha mikro, kecil, dan menengah di DKI Jakarta. Penyelenggara pun mempertahankan porsi 40 persen dari total kepesertaan, setidaknya dalam tiga tahun terakhir.
Persentase itu dinilai ideal untuk memberi kesempatan UMKM belajar meningkatkan kapasitasm sekaligus membuat target jumlah pengunjung serta transaksi tetap terkejar. “Keikutsertaan UMKM di JFK 2018 adalah untuk mempromosikan produknya sekaligus tes pasar,” kata Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta Irwandi, Senin (18/6/2018).
Pasar JFK yang terdiri atas pengunjung segala lapisan bisa dimanfaatkan UMKM mengevaluasi produk mereka sehingga bisa dijadikan modal mengembangkan akses pasar.
Tahun 2018, jumlah pengunjung ditargetkan 6,8 juta dengan total transaksi Rp 7 triliun.
Tahun ini, sebanyak 321 pelaku UMKM turut serta dalamJFK, termasuk di dalamnya peserta pelatihan kewirausahaan DKI, yakni OK OCE (One Kecamatan One Centre for Entrepreneurship). Untuk peserta OK OCE, Pemerintah Provinsi DKI menyediakan 32 stan gratis, sedangkan UMKM di luar itu mesti membayar biaya sewa lahan stan pameran.
Tahun ini, PT Jakarta International Expo (JIExpo)—penyelenggara sekaligus pemilik gedung untuk acara JFK—memasang tarif Rp 1,2 juta-Rp 4,4 juta per meter persegi, bergantung lokasinya, bagi para peserta JFK untuk mendirikan stan.
Irwandi menjelaskan, terdapat proses kurasi untuk menentukan UMKM peserta OK OCE yang layak “tampil” di JFK 2018. Salah satu syaratnya, peserta sudah mengikuti seluruh tujuh tahap pendampingan yang disebut Tujuh Langkah Pasti Sukses atau 7PAS. Rinciannya, yaitu pendaftaran, pelatihan, pendampingan, perizinan, pemasaran, pelaporan keuangan, dan terakhir permodalan.
Salah satu UMKM yang menikmati fasilitas stan gratis tersebut adalah produsen kalung etnik dan bros dengan merek Alini. Penjaga stan Alini sekaligus pengrajin kalung etnik, Dendra (26), menuturkan, stan tidak hanya untuk satu UMKM, tetapi saling berbagi. Alini memperoleh jatah dua minggu, sedangkan waktu sisanya diperuntukkan bagi UMKM lain.
Dari sisi lokasi, kata Dendra, posisi stan-stan pemerintah daerah kurang strategis, jarang ada pengunjung mampir di sana. Namun, penjualan produk Alini masih tergolong relatif bagus.
Pada minggu pertama, Alini mencatat penjualan produk senilai total Rp 10 juta, sedangkan pada pekan kedua optimistis bisa melebihi angka tersebut. “Produk ini banyak orang yang cari dan harganya murah,” kata dia.
Dendra mencontohkan, harga satu kalung etnik Alini Rp 50.000, sedangkan kompetitor bisa menjual hingga Rp 300.000 per kalung. Ia pun berharap Alini mendapat kesempatan ikut serta di JFK lagi tahun depan dengan fasilitas stan gratis.
Peserta OK OCE lainnya, Heidy Putong (45), mengatakan, ia memeroleh omset sekitar Rp 2 juta hingga pertengahan periode JFK 2018 dari berjualan kaos. Promosinya, tiga potong kaos bisa dibawa dengan membayar Rp 100.000.
Berjualan di JFK membuat Heidy masih bisa mendapatkan tambahan pemasukan jelang Lebaran, mengingat banyak kantor yang tutup selama masa libur Idul Fitri sehingga pameran produk UMKM tidak bisa dilakukan di kantor-kantor tersebut. “Kami libur belakangan, setelah Lebaran usai,” tuturnya.
Sementara itu, usaha rintisan bidang busana, Retro Super Sport, membuka stan di JFK dengan tujuan prioritas mengenalkan merek Retro kepada para pengunjung. Sejak berdiri awal 2018, UMKM ini fokus berjualan secara daring. Produk unggulannya kemeja flanel untuk anak-anak muda, baik laki-laki maupun perempuan.
“Pendapatan sejak hari pertama belum menutup modal, cuma kami lebih untuk ngenalin brand,” ujar Brand Manager Retro Super Sport, Hilal Saeful Kamal (29). Bisnisnya saat ini beromset Rp 150 juta-Rp 200 juta per bulan dari penjualan daring.
Komitmen penyelenggara
Direktur Pemasaran PT JIExpo Ralph Scheunemann mengatakan, 60 persen stan JFK 2018 disediakan bagi pelaku usaha besar, sedangkan 40 persennya untuk UMKM, termasuk stan-stan pemerintah daerah. Porsi untuk UMKM ditahan agar tidak turun, tetapi juga tidak bisa dinaikkan lagi.
“Kalau UMKM naik menjadi 60 persen, siapa mau ke pameran UMKM? Kami tahan itu sehingga pihak swasta membantu UMKM ini untuk survive (bertahan hidup),” tuturnya. Secara keseluruhan, transaksi paling besar selama JFK ada pada produk otomotif, baik sepeda motor maupun mobil.
Kian banyaknya pelaku usaha besar di JFK pernah menjadi salah satu faktor yang mendorong Pemerintah Provinsi DKI membuat Pekan Rakyat Jakarta di Monas tahun 2013. Presiden Joko Widodo yang kala itu menjabat Gubernur DKI menilai, akses pedagang kecil mengikuti acara Pekan Raya Jakarta di Kemayoran minim.
Nyatanya, jumlah kunjungan ke JFK di Kemayoran tak terganggu meski ada PRJ “tandingan”. Mulai 2015, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama saat itu, memastikan tidak ada lagi PRJ ganda. Hanya ada satu PRJ, di Kemayoran.
Pada sisi lain, Pekan Rakyat Jakarta di Monas malah menimbulkan masalah, yakni kumuhnya area Monumen Nasional karena pedagang kaki lima kurang memerhatikan kebersihan dan minimnya tempat sampah, seperti penyelenggaraan tahun 2014.
Setidaknya dalam 14 tahun terakhir, JFK terus berkembang pesat. Tahun 2004, JFK diikuti sekitar 200 peserta, dikunjungi sekitar satu juta orang, dan membukukan nilai total transaksi sebesar Rp 246 miliar. Tahun 2017, peserta JFK mencapai 2.700 perusahaan, yang dikunjungi sebanyak 6,1 juta orang, dan nilai total transaksi Rp 6,8 triliiun. Tahun 2018, jumlah pengunjung ditargetkan 6,8 juta dengan total transaksi Rp 7 triliun.
Dari penyelenggaraan, dalam rentang 13 tahun, jumlah peserta melambung hampir 14 kali lipat. Jumlah pengunjung naik enam kali lipat dengan nilai transaksi melonjak 27 kali lipat.