Tol Trans-Jawa memberi kepercayaan diri bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, kondisi usaha mikro, kecil, dan menengah di sepanjang jalur nontol kian suram.
BREBES, KOMPAS Kompas menelusuri jalur nontol di pantai utara, sebagian pantai selatan Jawa Barat, dan jalur tengah Jawa Barat, dari Jumat hingga Rabu (8-13/6/2018), untuk melihat kondisi usaha mikro, kecil, dan menengah. Puluhan rumah makan dan usaha berbasis ekonomi kerakyatan gulung tikar dan terengah-engah bertahan.
Di jalur pantura Subang, Jabar, misalnya, Rumah Makan Srikandi yang dahulu melayani penumpang bus-bus umum dan pariwisata serta kendaraan pribadi gulung tikar. Aday (42), penjaga Rumah Makan Srikandi, mengatakan, sejak Jalan Tol Purwakarta-Cirebon difungsikan, pengunjung semakin jarang. Pada 2016, rumah makan itu ditutup dan dijual, tetapi belum laku juga.
”Banyak yang minat dan bertanya. Kebanyakan calo. Beberapa menginformasikan akan dibeli untuk dijadikan pabrik. Kalau dibuat rumah makan lagi, tidak akan laku,” kata Aday yang membuka warung makan semipermanen di pojok depan Rumah Makan Srikandi sejak 2016. Aday pun mulai bernasib serupa. Pendapatan kotor dari warung di masa mudik Lebaran 2016 mencapai Rp 3 juta per hari. Sejak tahun lalu, pendapatan Aday berkurang 50 persen.
Jalan tol juga berdampak pada perekonomian masyarakat di jalur tengah Bandung-Cirebon. Kusnadi (38), karyawan Tahu Bungkeng, Sumedang, Jawa Barat, mengatakan, sejak pemudik memilih lewat jalan tol, penjualan tahu turun. Sebelum ada jalan tol, rata-rata tahu terjual 300 ancak (43.200 potong tahu) per cabang setiap masa Lebaran. Setelah ada jalan tol, penjualan berkurang menjadi 60 ancak (8.640 potong tahu) per cabang setiap masa Lebaran. ”Kami tidak membuka cabang di area peristirahatan jalan tol. Jaraknya lumayan jauh dari Sumedang dan untuk memasok tahu ke sana butuh biaya tinggi,” ujarnya.
Bebek dan batik
Di Brebes, Jawa Tengah, usaha telur asin bertumbangan. Toko Telur Asin Ibu Lina dan Telur Asin Mutiara merupakan sebagian di antara sederet toko besar yang tutup. Namun, sejumlah pedagang mencoba bersiasat. Mereka menyewa lapak sekitar 4 x 4 meter Rp 10 juta-Rp 20 juta. Namun, sejak tol ke arah Semarang tersambung, mereka ikut waswas.
”Dulu, saat arus mudik, saya bisa jual 700 butir per hari. Sekarang hanya setengah. Bagaimana ini?” ujar Farkhuruji (45), pedagang telur asin, yang mengontrak lapak di Kaligangsa, tepat di depan pintu keluar Jalan Tol Brebes. Jika jualan di area peristirahatan jalan tol, sewa per bulan sekitar Rp 6 juta. ”Saya enggak sanggup meski harga telur dinaikkan. Emang ada yang mau kalau telur asin dijual Rp 10.000 per butir?” ujar Farkhuruji.
Di Pekalongan, Jateng, omzet pedagang batik turun drastis sejak 2017. Di Pasar Grosir Setono, tahun lalu ada penurunan omzet berkisar 50-70 persen. Pengguna jalan tol tidak bisa langsung keluar tol menuju Kota Pekalongan, tetapi mesti keluar melalui Pemalang atau Batang.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kota Pekalongan Zaenul Hakim mengatakan, Pemkot Pekalongan melakukan sejumlah hal, di antaranya mengusulkan dan memproses pembuatan simpang susun dan pintu tol di Pekalongan. Selain itu, juga menggelar Batik Night Market di Pasar Grosir Gamer sebagai magnet wisata.
Cetak biru
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui, kehadiran Jalan Tol Trans-Jawa akan berdampak pada UMKM sepanjang pantura. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pengelola Jalan Tol dan pemerintah daerah untuk membahas hal itu. Salah satu solusi berupa subsidi bagi UMKM untuk berdagang di area peristirahatan atau pemanfaatan kantong parkir di jalan tol. ”Kami juga memberi tempat bagi setiap daerah yang dilalui jalur tol untuk menyajikan kearifan lokal di area peristirahatan, terutama kuliner khas dan aneka kerajinan,” kata Budi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati mengatakan, jalan tol seharusnya tidak menjadi kekhawatiran bagi pelaku UMKM. Pemerintah daerah memiliki peran penting membuat perekonomian tetap bergairah dengan kreativitas dan sejumlah eksperimen. ”Dari awal seharusnya tidak parsial. Ketika pemerintah pusat merencanakan itu (jalan tol), (pemerintah) daerah sudah diajak bicara sehingga ada perencanaan bersama,” ujar Enny.(IKI/DIT/HEN)