Warga Sipil AS Paling Banyak Memiliki Senjata Api
NEWS YORK, SELASA — Saat ini lebih dari satu miliar senjata api beredar di seluruh dunia, termasuk 857 juta senjata yang berada di tangan warga sipil. Pemilik dominan adalah warga sipil Amerika Serikat.
Hasil penelitian The Small Arms Survey yang dirilis pada Senin (18/6/2018) lalu menyebutkan, 393 juta senjata api milik warga sipil itu atau sebesar 46 persen dimiliki oleh warga AS. Sisanya dimiliki warga sipil dengan gabungan 25 negara lain.
Penulis laporan penelitian The Small Arms Survey, Aaron Karp, pada konferensi pers, mengatakan, warga sipil AS membeli rata-rata 14 juta senjata api baru setiap tahun. Ini merupakan pasar sipil terbesar.
Laporan menyatakan, angka-angka tersebut termasuk senjata api legal dan ilegal di tangan warga sipil, mulai dari senjata rakitan sederhana hingga pistol buatan pabrik, senapan, dan di beberapa negara bahkan senapan mesin.
Perkiraan keberadaan lebih dari satu miliar senjata api di seluruh dunia pada akhir tahun 2017 juga mencakup 133 juta senjata yang dipegang oleh pasukan militer pemerintah dan 22,7 juta senjata oleh lembaga penegak hukum. Jumlah kepemilikan senjata oleh warga sipil yang mencapai 875 juta unit merupakan peningkatan ketimbang tahun 2006, yakni ada 650 juta senjata api yang dimiliki warga sipil.
Sementara dominan dalam kepemilikan senjata oleh warga sipil, AS justru berada di posisi kelima dalam kepemilikan senjata api oleh militer, di belakang Rusia, China, Korea Utara, dan Ukraina. AS juga berada di urutan kelima dalam kepemilikan senjata api oleh aparat penegak hukum setelah Rusia, China, India, dan Mesir.
AS justru berada di posisi kelima dalam kepemilikan senjata api oleh militer, di belakang Rusia, China, Korea Utara, dan Ukraina.
The Small Arms Survey merilis penelitiannya bertepatan dengan konferensi ketiga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menilai kemajuan penerapan program tahun 2001 yang dikenal sebagai upaya ”Mencegah, Memerangi, dan Memberantas Perdagangan Gelap Senjata Kecil”, termasuk menandai senjata sehingga dapat dilacak. Konferensi PBB tersebut dibuka pada Senin lalu dan akan berakhir 29 Juni 2018.
Direktur The Small Arms Survey Eric Berman menekankan, lembaga penelitian dan kebijakan The Small Arms Survey yang berbasis di Geneva, Swiss, bukanlah organisasi advokasi. ”Kami tidak menganjurkan perlucutan senjata. Kami tidak menentang senjata. Apa yang ingin kami lakukan dan apa yang kami telah lakukan selama 19 tahun terakhir adalah memberikan informasi dan analisis bagi pemerintah sehingga mereka dapat bekerja untuk mengatasi proliferasi ilegal dan menguranginya, serta menekan insiden kekerasan bersenjata,” tuturnya.
Karp yang juga dosen di Universitas Old Dominion di Virginia, AS, mengungkapkan, sejak laporan tahun 2007, The Small Arms Survey memiliki gambaran jauh lebih akurat mengenai distribusi senjata api di dunia daripada sebelumnya.
Menurut dia, informasi sebaran senjata api, termasuk kepemilikan oleh warga sipil dari 133 negara, memungkinkan The Small Arms Survey memublikasikan angka sebaran senjata api di 230 negara.
Menurut laporan The Small Arms Survey, negara-negara dengan jumlah senjata api legal dan ilegal terbesar pada akhir tahun 2017 adalah AS dengan 393,3 juta senjata, India dengan 71,1 juta senjata, China dengan 49,7 juta senjata, Pakistan dengan 43,9 juta senjata, dan Rusia dengan 17,6 juta senjata.
Namun, Karp mengatakan, angka yang lebih penting adalah perkiraan jumlah kepemilikan senjata sapi sipil per 100 penduduk. Di dalam tabel itu, India, China, dan Rusia berada di peringkat yang jauh lebih rendah daripada AS dan di luar 25 besar. Adapun Pakistan berada di peringkat ke-20.
Negara-negara dengan jumlah senjata api legal dan ilegal terbesar pada akhir tahun 2017 adalah AS dengan 393,3 juta unit.
Peringkat teratas adalah warga AS yang memiliki 121 senjata api per 100 penduduk. AS diikuti oleh Yaman dengan 53 senjata api per 100 penduduk, Montenegro dan Serbia 39 senjata api, Kanada dan Uruguay sekitar 35, serta Finlandia, Lebanon, dan Eslandia sekitar 32 senjata api per 100 penduduk.
Karp menyebutkan, The Small Arms Survey tidak memiliki data dari tahun ke tahun. Negara-negara yang kepemilikan senjatanya relatif menurun pada tahun 2007 adalah Finlandia, Irak, Swedia, dan Swiss. Namun, ia memperingatkan, hal ini bisa disebabkan oleh data yang lebih baik. Ia mengatakan, tingkat kepemilikan senjata di Kanada dan Eslandia ”jelas naik”, sementara tingkat di Siprus, Yaman, Serbia, dan AS relatif stabil.
Anna Alvazzi del Frate, Direktur Program The Small Arms Survey, menuturkan, negara-negara dengan tingkat kekerasan senjata api tertinggi justru tidak termasuk peringkat atas dalam hal kepemilikan senjata api per kapita. ”Jadi, apa yang kita lihat adalah tidak ada korelasi langsung di tingkat global antara kepemilikan senjata api dan kekerasan,” ujarnya.
”Namun, korelasi ada dengan bunuh diri menggunakan senjata api, dan itu sangat kuat sehingga dapat digunakan, setidaknya di negara-negara Barat, sebagai proksi bagi pengukuran,” ungkap Alvazzi del Frate. (AP)