JAKARTA, KOMPAS- Komisi Pemilihan Umum, menjelang Pemilu 2019, didorong memperkuat sistem informasi, baik dari sisi infrastruktur, sumber daya manusia, maupun keamanannya. Langkah tersebut sangat strategis bagi KPU untuk menjamin kinerja yang akurat, bersih, dan cepat menghadapi pemilu berskala besar dan rumit dengan kompetisi tinggi.
Hadar Nafis Gumay, salah satu pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), saat dihubungi, Selasa (19/6/2018), menuturkan, dari sisi sistem, KPU sebenarnya sudah menggunakan berbagai sistem aplikasi yang masing-masing berdiri sendiri. Oleh karena itu, dia mendorong perlunya pembangunan sistem informasi yang terintegrasi agar lebih efisien, akurat, efektif, serta memberikan kemudahan akses bagi publik.
Sejauh ini, KPU, antara lain, menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) untuk pendaftaran dan verifikasi parpol peserta Pemilu 2019, Sistem Informasi Pencalonan (Silon) yang digunakan untuk pencalonan pada tiga gelombang pilkada serentak, serta Pemilu 2019. Selain itu, ada juga Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) dan Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) yang digunakan pada Pemilu 2014, tiga gelombang pilkada, dan juga pada Pemilu 2019.
”Perkembangan dari satu pemilu ke pemilu lain cukup signifikan sehingga sistem informasi yang digunakan harus disesuaikan dan dikembangkan. Situng, misalnya, sistem yang sangat diperlukan, tetapi waktu penggunaannya (untuk Pemilu 2019) yang tinggal 10 bulan, sementara persiapannya belum nyata,” kata anggota KPU Periode 2012-2017 itu.
Menurut dia, dalam Pemilu 2019, Situng perlu disiapkan dengan baik agar berfungsi akurat, cepat, dan keamanannya terjamin. Untuk itu, perlu persiapan cukup dan uji coba memadai agar tercipta kepercayaan sejak awal. Kesempatan uji coba harus diberikan tak hanya kepada petugas, tetapi juga peserta dan publik.
Sementara itu, anggota KPU, Viryan Azis, mengatakan, untuk memperkuat sistem informasi, KPU akan melakukan tata kelola, organisasi, dan infrastruktur.