Serapan APBD DKI Masih Rendah
Serapan APBD DKI Jakarta pada semester pertama 2018 ini masih rendah, yakni total 24,45 persen. Akibatnya, pembangunan belum mencapai target yang ditetapkan. Geliat ekonomi dari kucuran APBD pun belum banyak dirasakan masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta, hingga 19 Juni 2018, serapan anggaran DKI baru 24,45 persen atau sekitar Rp 17,398 triliun dari total alokasi anggaran Rp 71,169 triliun.
Serapan terkecil terdapat dalam belanja modal yang baru 5,89 persen atau sekitar Rp 1 T dari alokasi Rp 16,995 T. Adapun serapan terbesar di belanja tidak langsung, termasuk untuk membayar gaji pegawai (36,87 persen atau Rp 7,44 T).
Realisasi fisik juga lebih rendah dari target, yaitu 40,53 persen pada Juni 2018. Adapun targetnya 50,05 persen.
Belanja modal merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan kegiatan tahunan daerah. Penyerapan belanja modal yang tinggi juga mengisyaratkan kegiatan pemerintahan sudah berjalan.
Lambatnya serapan ini perlu diwaspadai. Terutama karena pada Agustus, pembahasan sudah dilakukan untuk masuk ke APBD Perubahan (APBD-P). Apabila dikejar di akhir tahun, pembangunan dikhawatirkan hanya akan mengejar target tanpa mengutamakan kualitas.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI dari Partai Gerindra M Taufik, Selasa (19/6/2018), mengatakan, idealnya, serapan di pertengahan tahun 35-40 persen. Seharusnya, alokasi ini sudah terencana setiap bulan secara simultan sehingga tidak bengkak di ujung tahun.
“Ini bahaya kalau bengkak di ujung. Kalau banyak anggaran di akhir tahun, akan ada ketergesa-gesaan, terburu-buru,” katanya.
Menurutnya, rendahnya serapan anggaran semester pertama 2018 ini masih lebih baik dari tahun 2017. Pada Juli 2017, penyerapan anggaran sekitar 15 persen.
Taufik mengatakan, kendala utama penyerapan APBD disebabkan perencanaan kerja dan anggaran dari Pemprov DKI Jakarta yang masih kurang. Jajaran SKPD juga terkesan khawatir bekerja karena takut. Akibatnya, kendala banyak terjadi di proses lelang dan pembebasan lahan.
Untuk proses lelang, kendala kerap terjadi pada lelang penghapusan gedung yang sering terlambat. Sebaiknya, lelang penghapusan gedung dilakukan terencana dan simultan. “Ini banyak terjadi di rehab gedung-gedung, banyak di sekolah,” katanya.
Anggota Banggar DPRD DKI dari PDI Perjuangan Merry Hotma berharap, serapan belanja modal lebih tinggi dari belanja tak langsung pegawai. "(Kalau terjadi) baru ini indikator keberhasilan kegiatan tahunan gubernur itu berjalan,” katanya.
Menurut Merry, tingkat serapan ini masuk kategori lambat, meskipun belum bisa dibilang gagal sebab saat ini sudah sekitar 50 persen SKPD dalam proses lelang.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengakui adanya masalah ini. Ia menyebutnya sebagai efek stik hoki, di mana penyerapan di awal kecil dan meningkat di saat akhir.
“Kami menginginkan ada perubahan dari pola penyerapan seperti ini karena ini tidak sehat penyerapannya. Oleh karena itu, kami mendorong masing-masing SKPD membuat kurva yang lebih bisa dilakukan penyerapan di awal-awal triwulan pertama dan kedua,” katanya.
Tahun ini, kata Sandiaga, ada sedikit perbaikan tapi belum signifikan. Ia berharap, penyerapan di paruh kedua 2018 akan lebih baik sehingga tidak ada penumpukan penyerapan di akhir triwulan keempat, yaitu bulan November-Desember seperti pola-pola sebelum ini. Ia berjanji terus memantau.
Pembangunan Lambat
Dengan rendahnya serapan ini, Taufik melihat dampak pembangunan belum banyak dirasakan masyarakat. Hal ini terlihat dari realisasi fisik yang masih di bawah target hingga bulan keenam ini.
Menurut Taufik, belanja modal pemerintah yang mencerminkan kinerja pembangunan sangat penting untuk kehidupan masyarakat. Sebab pembangunan merupakan stimulus kehidupan masyarakat, terutama untuk menaikkan perputaran uang, membuka lapangan kerja, serta kesejahteraan jangka panjang.
Dari sisi pengusaha, Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, penyerapan APBD akan menjadi stimulus untuk menggerakkan sektor lainnya. Misalnya, pembangunan atau rehab gedung berdampak pada sektor industri bahan bangunan, penyerapan tenaga kerja dan menggairahkan sektor UKM makanan.
Penyerapan APBD menjadi salah satu penggerak pertumbuhan perekonomian Jakarta. Penyerapan APBD bagi Jakarta memiliki posisi strategis mengingat jumlahnya tahun ini mencapai sekitar Rp 77 T.
Soal lahan
SKPD yang serapannya terendah adalah Dinas Sumber Daya Air (SDA) yang baru 8,6 persen. Kepala Dinas SDA Teguh Hendrawan mengatakan, rendahnya serapan ini karena kendala pembebasan lahan untuk normalisasi dan pembangunan waduk. Terdapat beragam masalah, mulai dari sengketa hukum, saling klaim, pemilik lahan yang tak ditemukan, hingga surat-surat yang tak jelas.
Tahun ini, Dinas SDA DKI Jakarta mendapat alokasi 1,38 T untuk pembebasan lahan. Sebesar Rp 853,4 miliar untuk lahan sungai dan saluran, dan Rp 528,7 miliar untuk lahan waduk dan embung.
Teguh mengatakan, pengadaan lahan itu sebagian merupakan pekerjaan dari tahun-tahun sebelumnya yang belum terlaksana. Kendati masih sangat rendah, ia optimis tetap bisa mengejar target itu pada tahun ini.
“Ini sedang dalam proses pembayaran semua. Bulan depan sudah bisa naik, ngebut sampai 20 persen. Pembayaran lahan untuk normalisasi di Kali Sunter di Cipinang Melayu sudah mulai dilakukan,” katanya.
Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Jaringan Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Fikri Abdurrahman, mengatakan, pembebasan lahan oleh Dinas SDA untuk kegiatan normalisasi kali ini penting agar BBWSCC bisa mengerjakan normalisasi sungai.
Terganjalnya persoalan pembebasan lahan ini membuat normalisasi sungai tidak bisa dilakukan dan anggaran normalisasi sungai yang sudah dialokasikan BBWSCC dikembalikan ke anggaran pemerintah pusat.
Di Marunda, Jakarta Utara, pemilik lahan dan ahli waris lahan yang bakal dijadikan Waduk Rawa Kendal, menunggu pembayaran untuk pembebasan lahan selama hampir tiga tahun.
"Sampai hari ini belum juga ada pembayaran. Saya sama warga juga bingung," tutur Ambo Aco (45), pemilik lahan 100 meter persegi di RW 005 Kelurahan Marunda, Senin.
Sebanyak 29 bidang lahan calon waduk berada di Kelurahan Marunda dan 13 bidang di Kelurahan Rorotan.
Aco mengaku tidak tahu soal ada-tidaknya sengketa pada lahan yang akan dibebaskan. Namun, ia memastikan lahan yang dimiliki keluarganya tidak sedang dalam sengketa dengan pihak lain. (IRE/HLN/JOG)