PHNOM PENH, RABU -- Mantan pemimpin oposisi Kamboja, Sam Rainsy, harus menghadapi tuntutan pengadilan dengan dugaan penghinaan terhadap kerajaan. Rainsy adalah tokoh pertama Kamboja yang dituduh di bawah undang-undang baru lese majeste.
Pengesahan undang-undang itu pada Februari lalu itu memang telah membuat cemas kelompok-kelompok hak asasi manusia. Mereka memperingatkan kemungkinan UU ini menjadi alat oleh Perdana Menteri Hun Sen untuk menghapus ruang perbedaan pendapat di ranah publik.
Sejak hukum lese majeste disetujui, tiga orang telah dikenai tuduhan atas komentar Facebook yang dianggap menghina Raja Norodom Sihamoni, kepala negara simbolis yang menjauhi politik sejak menduduki tahta pada tahun 2004.
Sejak hukum lese majeste disetujui, tiga orang telah dikenai tuduhan atas komentar Facebook yang dianggap menghina Raja Norodom Sihamoni.
Dugaan pemanfaatan UU itu oleh pemerintahan Hun Sen menguat seiring mendekatnya pemilihan umum pada bulan depan. Hun Sen sedang berupaya memperpanjang kekuasaannya yang telah berlangsung selama 33 tahun. Pengadilan dinilai sebagai alat Hun Sen untuk melumpuhkan lawan-lawannya.
Rainsy adalah mantan pemimpin Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) yang kini dilarang di Kamboja. Rainsy diinvestigasi pihak berwenang setelah mempertanyakan keaslian sebuah surat dari Sihamoni yang mendesak warga untuk memberikan suara dalam pemilu.
Seorang jaksa pada Rabu (20/6/2018) mengeluarkan surat perintah pemanggilan Rainsy untuk hadir di pengadilan bulan depan. Ia bakal menjawab pertanyaan atas "kasus yang berkaitan dengan menghina Raja Kamboja pada Facebook", demikian salinan dokumen kejaksaan itu.
Pada tanggal 6 Juni, Rainsy menulis dan mengunggah di Facebook, menyebutkan bahwa surat Sihamoni sebagai sebuah "pemalsuan" dan "tidak berharga". Ia juga mengatakan hal itu mungkin saja dapat dibuat di bawah tekanan. Pihat istana membantah tuduhan itu.
Rainsy bakal menghadapi ancamana hukuman hingga lima tahun penjara jika terbukti bersalah. Namun, dia kemungkinan besar tidak akan muncul di pengadilan karena kini hidup dalam pengasingan di Prancis untuk menghindari dakwaan dan semakin meningkatnya tekanan terhadapnya yang menurutnya bermotif politik. Partai oposisi yang dipimpinnya juga telah dibubarkan di bawah perintah pengadilan tahun lalu.
Dalam beberapa pekan terakhir, mantan anggota parlemen oposisi--kebanyakan mereka yang meninggalkan Kamboja setelah tindakan keras pemerintah-- mendesak para pemilih di Kamboja untuk memboikot pemilu sebagai bentuk protes. Sejumlah negara Barat juga tidak mendukung pemilu itu. (AFP)