Dalam sejarah Piala Dunia, tim nasional Jepang bukan apa-apa. Prestasi terbaik skuad "Samurai Biru" cuma sampai perdelapan final pada edisi 2002 dan 2010. Namun, di Piala Dunia Rusia 2018, Jepang telah menjadi "juara" meski turnamen masih berjalan di tahap awal. Bukan trofi yang telah dimenangi, melainkan hati warga pecinta sepak bola.
Di turnamen sepak bola terbesar sejagat itu, Jepang berada di Grup H bersama Polandia, Kolombia, dan Senegal. Laga perdana penyisihan grup mempertemukan Jepang dan Kolombia di Mordovia Arena, Saransk, Selasa (19/6/2018) pukul 19.00 WIB. Adapun Polandia menghadapi Senegal di Stadion Spartak, Moskwa, tiga jam kemudian.
Di atas kertas, Kolombia dan Polandia lebih diunggulkan. Melawan Jepang, Kolombia punya catatan tiga laga tidak pernah kalah. Di penyisihan Piala Dunia 2014, Kolombia menghajar Jepang dengan skor telak 4-1. Polandia belum pernah bertemu Senegal.
Namun, catatan 16 gol di babak kualifikasi oleh penyerang Robert Lewandowski dianggap lebih besar daripada sejarah Senegal, yang melangkah sampai perempat final di Piala Dunia 2002 ketika diadakan di Korea-Jepang.
Namun, “Samurai Biru” Jepang dan “Singa Teranga” Senegal mencoret catatan prediksi di atas kertas. Jepang menang 2-1 atas Kolombia sedangkan Senegal mengatasi Polandia dengan skor serupa.
Kegembiraan itu tentu disambut luar biasa oleh fans masing-masing. Dengan mengalahkan lawan, tim telah memenangkan hati pendukung. Sorakan pendukung Jepang di Mordovia Arena tak terlalu menggema tetapi membungkam mayoritas penonton yang berkostum kuning milik Kolombia. Hal serupa terjadi di Stadion Spartak yang berselang tiga jam dari usainya laga di Saransk.
Pendukung Jepang larut dalam euforia di Mordovia Arena. Namun, mereka tak terlena. Kemenangan tim disempurnakan dengan aksi simpatik yang merebut hati publik dunia. Tindakan sederhana mereka menjadi bukti peradaban negeri "Sakura" memang tinggi dan patut dikagumi. Piala Dunia bukan sekadar perebutan trofi, melainkan panggung tamadun manusia.
Segelintir pendukung Jepang mengeluarkan kantong plastik. Mereka kemudian memunguti sampah di tribun Mordovia Arena. Memang tidak semua wilayah stadion, tetapi mereka memenuhi karung plastik dengan sampah-sampah yang bahkan bukan milik sendiri. Botol, gelas, wadah, kertas, bungkus bekas makanan-minuman fans Kolombia pun turut dipunguti.
Aksi itu menyentuh hati segelintir fans “Los Cafeteros” Kolombia. Mereka merekam dengan video aksi fans tim lawan yang baru menang memunguti sampah. Fans Kolombia lainnya lebih banyak cuek karena tak bersemangat akibat kekalahan.
Tindakan fans tim pemenang laga itu memberi pelajaran. Jepang memang layak memenangi laga kontra Kolombia, bahkan pendukungnya juga berjiwa pemenang. Kerendahan hati, kebesaran jiwa, dan kedisiplinan tinggi adalah kualitas pemenang yang diperlihatkan suporter Jepang.
Padahal, bagi Jepang, memulung sampah bukan aksi spontan yang baru dilakukan di Rusia. Orang Jepang merentang jauh batas wilayah negara untuk membawa budaya luar biasa baik itu ke seantero bumi. Kebersihan adalah bagian dari budaya atau peradaban Jepang. Rakyat Jepang dididik dan disiplin untuk memastikan semua hal benar-benar bersih, termasuk dalam olahraga.
Apa yang dilakukan fans Jepang menginspirasi pendukung Senegal di Stadion Spartak. Mereka memunguti sampah seusai laga kemenangan itu. Pendukung Singa Teranga belajar sekaligus mempraktikkan tindakan mulia tersebut. Merayakan kemenangan bisa dengan aksi mikro nan sederhana. Itulah kerendahan hati dan kebesaran jiwa.
Di Jepang, kebersihan adalah bagian dari kehidupan rakyat. Mereka benar-benar menjiwai norma yang ada. Warga Jepang mengenal Seiri atau membuang yang tak lagi dibutuhkan sehingga tak memberi pemandangan buruk. Seiton atau mengembalikan benda yang masih digunakan ke tempat semula dan memastikan kerapian.
Ada pula Seisou atau membersihkan kediaman dan tempat aktivitas, misalnya mengibaskan debu, mengelap kaca, mengepel, membuka pintu dorong, menyapu, memangkas tanaman, buang sampah, dan mengilapkan toilet. Seiketsu atau memastikan tiga langkah sebelumnya itu terlaksana dengan baik, terjadwal, dan berkesinambungan.
Selain itu, dikenal juga Shitsuke atau melakukan segala sesuatu sesuai aturan, termasuk dalam menjaga kebersihan. Anak-anak diajari sejak dini dan dihayati terus sampai ajal menjemput.
Tidak heran Jepang bersinar di Piala Dunia 2018. Semoga menjadi contoh bagi suporter lainnya. Terima kasih pendukung Jepang dan Senegal! (AFP/BBC/REUTERS)