Pemilu presiden dan parlemen dini Turki yang akan digelar pada Minggu (24/6)—pertama kalinya sejak Turki modern berdiri tahun 1923—menyaksikan cairnya isu ideologi di negara itu. Isu ideologi dengan fenomena pertarungan sekularis-Islamis di panggung politik Turki pada 1950-an hingga 1990-an sudah menjadi kenangan.
Keberhasilan amandemen konstitusi melalui referendum pada April 2017 yang mengubah sistem politik Turki dari parlementer ke presidensial, berandil besar atas cairnya isu ideologi itu.
Sistem politik baru Turki hasil referendum memberi peluang kepada partai politik kecil untuk bergabung dengan partai besar dengan cara berkoalisi agar bisa melewati ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 10 persen untuk mendapatkan kursi legislatif. Undang-undang (UU) baru pemilu Turki memang memberi syarat setiap partai atau gabungan partai minimal meraih 10 persen suara untuk bisa masuk parlemen.
Selain isu ambamg batas parlemen, cairnya isu ideologi di Turki disebabkan isu nasionalisme, politik domestik, dan pengaruh situasi regional. Karena itu, pemilu presiden dan parlemen dini kali ini memunculkan koalisi gemuk yang masing-masing menghimpun partai-partai politik dari berbagai latar belakang ideologi.
Ada dua koalisi besar dalam pemilu presiden dan parlemen dini saat ini.
Pertama, koalisi kerakyatan yang berintikan tiga partai politik: Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), Partai Gerakan Nasionalis (MHP), dan Partai Persatuan Besar (BBP).
Tiga partai ini memiliki latar belakang ideologi berbeda, bahkah bertentangan. AKP dikenal memiliki ideologi Islamis kanan moderat, MHP berpijak pada ideologi ultra nasionalis kanan, dan BBP berideologi ultra Islamis kanan.
AKP dan MHP yang sebelum ini musuh secara politik dan ideologi, kini menjadi mitra politik. Kemitraan mereka dimulai pada era referendum amandemen konstitusi April 2017 dan berlanjut pada pemilu presiden dan parlemen dini 24 Juni.
Koalisi kedua ialah koalisi keumatan. Seperti halnya koalisi kerakyatan, koalisi keumatan juga terdiri dari sejumlah partai dengan latar belakang ideologi berbeda.
Koalisi keumatan meliputi Partai Rakyat Republik (CHP) yang dengan haluan sosial demokratik, Partai IYI (kebaikan) beraliran liberal konservatif (IYI), Partai Saadet (SP) yang beraliran Islamis ultra kanan, serta Partai Demokrat (DP) yang beraliran tengah-kanan.
Seperti halnya koalisi kerakyatan, koalisi keumatan juga terdiri dari sejumlah partai dengan latar belakang ideologi berbeda.
Dalam koalisi ini, SP yang beraliran Islamis bisa bergandengan tangan dengan CHP yang berideologi sosial demokratik sekuler dan merupakan partai besutan pendiri Turki modern, sekaligus bapak sekularisme Turki, Mustafa Kemal Ataturk.
Ataturk dikenal tidak menyukai gerakan Islam politik. Namun, CHP kini justru bergandengan tangan dengan SP yang merupakan besutan bapak gerakan Islam politik di Turki, Necmettin Erbakan.
Fenomena terbangunnya kemitraan AKP-MHP dan SP-CHP, menunjukkan bahwa isu ideologi di Turki sudah mulai cair. Isu kepentingan melindungi nasionalisme Turki mengalahkan perbedaan ideologi dalam kasus kemitraan AKP-MHP.
MHP dengan ideologi ultra nasionalis yang dikenal anti Kurdi menemukan titik temu dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan AKP setelah Erdogan/AKP melancarkan perang terhadap separatisme Kurdistan di Turki, Irak, dan Suriah, tiga tahun terakhir.
MHP dengan ideologi ultra nasionalis yang dikenal anti Kurdi menemukan titik temu dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan AKP.
Adapun SP memilih bergandengan tangan dengan CHP karena dipertemukan oleh kepentingan politik domestik, seperti SP mengkritik keras aksi berlebihan Erdogan dan AKP terhadap tokoh ulama Turki yang bermukim di AS, Fethullah Gulen, dan juga masalah ambang batas parlemen yang sulit diraih SP sebagai partai kecil. Erdogan dan AKP menetapkan Gulen serta jaringannya sebagai organisasi teroris, menyusul tuduhan oleh Erdogan bahwa Gulen berada di balik upaya kudeta gagal terhadap Presiden Turki itu pada Juli 2016.
Adapun CHP memiliki titik temu kepentingan dengan SP dalam upaya mengakhiri hegemoni Erdogan dan AKP di panggung politik Turki sejak tahun 2002, serta ingin membangun era politik baru di Turki pasca Erdogan/AKP.