Warga Masih Menaruh Harapan pada Pemimpin Terpilih
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
Jembar Samsudin (48) bergegas pergi ke Kantor Kecamatan Bekasi Selatan ketika melihat siaran di salah satu stasiun televisi swasta pada Rabu (20/6/2018) malam. Di televisi, ia melihat kedua pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Bekasi tengah bersiap untuk mengadu gagasan. Ia penasaran ide apa yang akan mereka cetuskan dalam debat terakhir yang bertema ”Mewujudkan Kota Modern yang Ramah dan Aksesibel”.
Dengan mengendarai sepeda motor, Jembar menempuh jarak sekitar 2 kilometer dari rumahnya ke kantor kecamatan. Jembar tak sendiri, ia mengajak anak laki-lakinya yang masih berusia 5 tahun.
Sebelumnya, Jembar mendengar kabar dari kelurahan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi menyelenggarakan menonton bersama debat paslon Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bekasi 2018 di seluruh kecamatan. Sesampainya di Kantor Kecamatan Bekasi Selatan, warga sudah berkumpul di pendopo. Mereka duduk di kursi-kursi yang telah disediakan. Di hadapan mereka, digantung sebuah layar putih besar lengkap dengan perangkat pemantul gambar dan pengeras suara.
Meski sudah disediakan sejumlah kursi, tidak semua warga menempatinya. Beberapa kursi tetap kosong karena ada warga yang memilih menonton debat sambil berdiri atau duduk di atas motor, seperti Jembar.
Pemandangan serupa juga terjadi di Kecamatan Bekasi Timur. Ratusan warga memenuhi halaman kantor kecamatan.
Mereka sudah mulai datang sejak pukul 19.00 meski debat baru dimulai 30 menit setelahnya. Selain menanti adu gagasan para paslon, mereka juga menikmati hidangan mulai dari makanan ringan hingga makanan berat. Mereka pun bersuka cita dengan bernyanyi bersama sambil menunggu debat publik dimulai.
Warga menunjukkan dukungannya kepada salah satu paslon dengan mengenakan atribut khas. Atribut tersebut di antaranya kaus bertuliskan nama paslon dan baju beremblem lambang partai pendukung.
Anggota Divisi Partisipasi Masyarakat Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK) KPU Kota Bekasi, Jiovanno, mengatakan, pihaknya menyiapkan kursi dan hidangan untuk 150 orang di 12 kecamatan di seluruh Kota Bekasi. Pemberitahuan kepada warga disebarkan melalui kantor kelurahan serta media sosial. Selain warga, di setiap kantor kecamatan hadir pula camat, kepala kepolisian sektor, dan para lurah.
”Kami berharap acara nonton bersama ini menjadi ajang wisata politik bagi warga. Mereka juga bisa lebih memahami visi dan misi calon, serta tidak ragu menggunakan hak pilihnya pada 27 Juni 2018,” ujar Jiovanno.
Selama 1,5 jam, warga antusias menyaksikan debat. Mereka bertepuk tangan atau bersorak setiap kali para paslon menyampaikan gagasan yang mereka setujui.
Mengenai perwujudan Bekasi sebagai kota ramah anak, paslon nomor urut 2, Nur Supriyanto dan Adhy Firdaus Saady, berjanji untuk meningkatkan anggaran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebesar Rp 1 miliar per tahun untuk mewujudkan Bekasi sebagai kota layak anak. Sementara itu, paslon nomor urut 1, Rahmat Effendi dan Tri Adhianto Tjahyono, berencana menata kelembagaan secara menyeluruh dan menjadikan Bekasi sebagai smartcity.
Dalam hal membangun kota yang mampu diakses oleh penyandang disabilitas, Rahmat dan Tri akan melengkapi alat transportasi, halte, dan bangunan-bangunan dengan fasilitas untuk memudahkan kaum difabel menggunakannya. Nur dan Adhy pun akan membangun pusat kreativitas anak muda yang akan memfasilitasi aktivitas ekonomi kreatif.
Bagi Siti Badriah Afandi (35), warga Bekasi Selatan, seluruh gagasan dari kedua paslon telah membuncahkan semangatnya untuk menggunakan hak pilih karena mampu memberikan harapan bagi perubahan kota. Sebagai warga yang lahir dan besar di Kota Bekasi, ia berharap siapa pun pemimpin yang terpilih dalam Pilkada 2018 akan membawa kotanya ke peradaban yang lebih maju.
”Saya senang melihat hasil debat kali ini. Kedua paslon memberikan harapan bahwa Kota Bekasi bisa menjadi lebih baik,” kata Jembar sebelum meninggalkan Kantor Kecamatan Bekasi Selatan.
Harapan Siti dan Jembar menyala bagaikan lilin di tengah kegelapan. Sebab, apatisme warga Kota Bekasi dalam 10 tahun terakhir meningkat. Hal itu tampak dari partisipasi warga dalam pilkada yang terus menurun. Pada 2008, partisipasi warga mencapai 62,4 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 1.168.875 jiwa. Pada 2013, partisipasi publik turun menjadi 48,81 persen dari total DPT sebanyak 1.578.037 jiwa.